Brilio.net - Ambulans, kendaraan ini kerap dipandang seram oleh banyak orang. Khususnya ambulans pengangkut jenazah. Namun tidak begitu dengan Eko Nur Handoko (38). Selama 12 tahun lebih menjadi sopir mobil ambulans baginya adalah pengalaman menyenangkan yang pernah ia rasakan. 

Ambulans sendiri dibagi menjadi dua jenis, yakni ambulans emergency dan ambulans khusus jenazah. Ambulans emergency dilengkapi peralatan medis untuk melakukan tindak pertolongan pertama. Sedangkan ambulans jenazah merupakan mobil dengan ruang cukup untuk mengangkut jenazah. 

Eko telah mengabdikan diri di Palang Merah Indonesia (PMI) Yogyakarta sejak tahun 1994 itu. Pria asli Yogyakarta ini mengaku sudah bergabung dalam PMI sejak kelas 1 SMA.

PMI Jogja © 2018 brilio.net

foto: pmi-yogya.org

Menjalani profesi sebagai sopir ambulans telah dilakoninya sejak 2006 silam. Dia pernah mengemudikan ambulans emergency maupun ambulans jenazah. "Enjoy saya pas kerja, senang bisa membantu sesama. Karena prinsip saya kelak akan ada orang yang bantu kita dan keluarga kita," jelasnya saat ditemui di kantor PMI Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Tegalgendu 25 Kotagede Yogyakarta.

Selama menjadi sopir ambulans, banyak pengalaman tak terduga yang dirasakan. Ia harus berhadapan dengan berbagai kondisi darurat seperti menolong korban kecelakaan lalu lintas, ibu melahirkan, hingga membawa jenazah.

Eko mengaku dirinya dan seluruh anggota PMI Yogyakarta dibekali pengetahuan medis yang cukup. Manfaatnya agar ia dan rekannya dapat memberi pertolongan kepada pasien sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

Profesi sebagai sopir ambulans mendorongnya untuk selalu sigap, sabar dan berhati-hati dalam menjalankan tugas. Risiko harus siap ia terima dalam kondisi apapun di lapangan. "Dalam perjalanan membawa pasien yang dikhawatirkan orang sekitar saya, alias human error," jelas Eko sambil duduk di bangku kayu panjang.

Pengalaman puluhan tahun menjadi anggota PMI membuatnya terbiasa dengan kondisi paling mengerikan sekalipun. Namun pekerjaan menjadi sopir ambulans bukan tanpa risiko.

Salah satu yang diingatnya adalah saat mengemudikan ambulans jenazah. "Kita bawa jenazah terpotong dan membusuk sudah biasa. Namun risikonya ya bahaya infeksi yang ditularkan oleh jenazah atau orang sakit," jelas Eko.

PMI Jogja © 2018 brilio.net

foto: pmi-yogya.org

Kepala Bagian Pelayanan PMI Yogyakarta, Yuliko Pambudi (43), menceritakan bahwa sopir PMI Yogyakarta telah mengantarkan jenazah ke berbagai daerah. Paling jauh yakni ke Pariaman, Sumatera Barat hingga Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Yuliko sendiri sudah berpengalaman menjadi sopir ambulans. Membawa jenazah antar pulau dalam beberapa hari tidak membuatnya khawatir, asalkan surat dan identitas jenazah lengkap.

Dalam bertugas membawa mobil ambulans, Yuliko mengaku pernah mengalami pengalaman mistis. Ia diikuti oleh sosok gaib di mobil ambulans. "Saya pulang dari mengantar jenazah ke Purworejo sendirian. Pas lewat batas kota, saya lihat di spion ada yang nggantung di belakang ambulans dan pakai baju putih rambunya ngrempyah-ngrempyah," cerita Yuliko.

Pengalaman itu tidak hanya terjadi satu kali. Di tempat lain, ia juga pernah melihat makhluk gaib. "Di Temanggung pas tanjakan naik, ada mobil nyorot ambulans saya. Saya lihat spion tengah ambulans, ada yang duduk di dalam sambil ngrokok. Oh ada yang ikut, yang penting jangan ganggu kata saya," tambahnya.

Tak hanya cerita seram, Yuliko turut membagikan pengalaman unik saat bertugas sebagai sopir ambulans jenazah.

"Saya habis ngantar jenazah ke Kulonprogo, eh pas pulang jalannya tertutup kabut. Saya minggir ke jalan buat tanya arah jalan ke warga. Mereka malah lari, wong saya cuma mau tanya jalan," cerita Yuliko sambil terkekeh.

Menjadi sopir ambulans merupakan komitmen besar untuk berkorban dan membantu sesama. Yuliko menyatakan dirinya tidak merasa menyesal mengeluarkan banyak tenaga di bidang kemanusiaan seperti PMI.

"Saya pernah dipisuhi (diumpat) selama perjalanan membawa pasien ibu yang melahirkan sesar, padahal saya sudah sangat pelan bawanya. Suaminya yang minta maaf sama saya, tapi itu nggak apa apa. Sudah biasa" jelas Yuliko.

Yuliko memegang sebuah prinsip yang membuatnya tetap bertahan menjadi pekerja kemanusiaan hingga sekarang. "Kita hidup menolong sesama itu juga buat bekal di alam nanti, di alam mati," pungkasnya sambil tersenyum.