Brilio.net - Keluhan konsumen yang berujung ke ranah hukum kembali terjadi. Baru-baru ini curhatan Muhadkly MT alias Acho terhadap manajemen Apartemen Green Pramuka City di Jakarta berakhir di meja hukum. Bahkan Acho sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Sebelumnya, pada tahun 2009 kasus hampir mirip menimpa Prita Mulyasari yang mengeluhkan pelayanan kesehatan RS Omni Internasional. Kasus Prita sempat ramai di media sosial, sampai ada gerakan koin untuk Prita.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan dunia konsumen di Indonesia? Kebebasan berpendapat atau menyuarakan aspirasi lewat media sosial menjadi pintu masuk kasus ini berlanjut ke ranah hukum. Antara kasus yang menimpa Acho maupun Prita sama-sama berawal dari curhatan di media sosial, yakni mailing list dan blog.

Di Indonesia ada dua aturan yang sebenarnya sama-sama melindungi masyarakat. Yakni UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Namun, dalam kasus keluhan konsumen biasanya pasal yang menjerat adalah UU ITE.

Hal ini merupakan masalah besar bagi pengguna media sosial. Yang mengkhawatirkan dari UU ITE adalah pasal 27 ayat (3) bunyinya “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Data dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengatakan bahwa sepanjang 2016 ada lebih dari 200 laporan tentang pencemaran nama baik yang terkait dengan UU ITE.

Nah, bagaimana konsumen yang mengeluh malah bisa terjerat kasus? Ini beberapa alasan hal yang penting diketahui agar konsumen aman bermedia sosial.


1. Keluhan di media sosial dianggap sebagai pencemaran nama baik.

v © 2017 brilio.net
foto : Acho/Instagram@muhadkly


Kasus keluhan komika Muhadkly MT alias Acho terhadap Apartemen Green Pramuka City. Acho dilaporkan oleh PT Duta Paramindo Sejahtera selaku pengelola Apartemen Green Pramuka karena dianggap melakukan pencemaran nama baik. Danang Surya Winata, kuasa hukum pengelola Apartemen Green Pramuka menyesalkan tindakan Acho yang merasa pihaknya menjadi korban fitnah Acho.

 

2. Opini konsumen di media sosial dianggap merusak citra perusahaan.

v © 2017 brilio.net


Contoh kasus yang menjadi perhatian publik adalah Prita Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional, Alam Sutera, Tangerang. Prita awalnya menulis e-mail keluhan yang ditujukan oleh teman-temannya. Tapi isi e-mail itu diteruskan oleh temannya, hingga jadi viral. Hal ini membuat RS Omni mengambil langkah hukum karena merasa dirugikan.

Kasus Prita kemudian dianggap mencemarkan nama baik RS Omni yang berujung proses hukum. Meski akhirnya Prita divonis bebas oleh Pengadilan Negeri. Namun kasus ini menjadi ketakutan tersendiri bagi konsumen.

Lalu, bagaimana sebenarnya cara yang benar untuk mengungkapkan keluhan sebagai konsumen? Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pernah memberikan tips bagaimana langkah-langkah yang tepat untuk mengungkapkan keluhan. Berikut langkahnya sebagaimana dikutip dari ylki.or.id.

1. Konsumen harus merumuskan terlebih dahulu hasil apa yang diharapkan dari sebuah pengaduan.

Misalnya nih, kamu makan di sebuah restoran. Tapi ternyata restoran itu menggunakan bahan makanan yang dilarang, misalnya formalin atau boraks. Kamu ingin pemilik restoran itu diinvestigasi, maka silahkan membuat laporan ke kepolisian sebagai pihak berwajib. Atau misalnya ingin mendapat kompensasi atas produk online yang beda dengan deskripsinya? Silahkan membuat pengaduan ke BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) atau LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat).

 

2. Pilih lembaga pengaduan konsumen yang sesuai dengan kebutuhan keluhanmu. Setiap lembaga ini mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Misalnya kamu mencoba mengunakan surat pembaca untuk menyampaikan keluhanmu. Kelebihannya, keluhanmu akan menjadi sorotan publik dan peringatan bagi pelaku usaha. Tapi tingkat penyelesaiannya rendah karena tergantung kebijakan redaksi. Boleh juga lewat Asosiasi Industri atau Organisasi Profesi. Mereka mempunyai akses langsung ke pelaku usaha. Tapi tidak semua pelaku usaha mempunyai asosiasi, bisa juga ada konflik kepentingan ketika ada keluhan dari konsumen.


3. Kontak pelaku usaha terlebih dahulu, usahakan berdialog dan diskusi sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

Biasanya sengketa hukum banyak terjadi karena jeleknya komunikasi antara pelaku usaha dan konsumen. Pastikan dulu kamu sudah berkomunikasi dengan pelaku usaha dan tanpa interverensi pihak ketiga. Jadi, misalnya kamu menemukan ulat di makanan restoran, jangan langsung posting di instagram. Tapi tahan emosi dan hubungi pihak restoran, bicarakan baik-baik.