Saat ini hampir seluruh masyarakat dunia masih hidup di tengah-tengah penyebaran virus Covid-19. Virus yang menyerang organ pernapasan manusia ini masih belum berakhir, bahkan telah merenggut lebih dari 4 juta nyawa di seluruh dunia hingga kini.

Kondisi ini semakin sulit, karena virus Covid-19 terus bermutasi selama 1,5 tahun terakhir. Pada awal pandemi, lembaga pemerintah dan otoritas kesehatan bergegas memberi tahu masyarakat tentang cara mengidentifikasi gejala virus. Namun sekarang, virus terlanjur berevolusi, bahkan gejala yang paling umum juga berubah.

Dilansir brilio.net dari The Conversation, Senin (12/7), varian delta ini menjadi sebagian besar kasus di Australia, namun data yang muncul menunjukkan orang yang terinfeksi varian delta kini telah menyebar ke seluruh dunia. Mereka mengalami gejala berbeda dengan yang biasa dikaitkan pada Covid-19 di awal pandemi.

Para peneliti mengatakan bahwa setiap manusia memiliki sistem kekebalan tubuh berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa virus yang sama dapat menghasilkan tanda dan gejala yang berbeda dengan cara yang berbeda pula.

Masih dilansir dari artikel yang sama, cara virus menyebabkan penyakit tergantung pada dua faktor utama:

1. Faktor virus, termasuk hal-hal seperti kecepatan replikasi, cara penularan, dan sebagainya. Faktor virus berubah saat virus berevolusi.

2. Faktor dari setiap individu, usia, jenis kelamin, obat-obatan, diet, olahraga, kesehatan dan stres semua dapat memengaruhi faktor dari setiap individu itu sendiri.

Jika melihat di awal pandemi, penderita Covid-19 klasik dimulai dengan hilangnya penciuman atau rasa. Orang yang terinfeksi varian delta mungkin tidak mengalami gejala tersebut, tetapi merasakan gejala lain seperti pilek dan sakit kepala.

Menurut informasi dari fortune.com, Covid-19 merupakan teka-teki dari penyakit yang sangat sulit dipecahkan oleh pihak pejabat kesehatan masyarakat. Paling umum dan sedikit aneh, gejala yang berhasil ditangkap yaitu: Tiba-tiba kehilangan kemampuan mencium bau atau kehilangan indera pengecap atau perasa, sakit tenggorokan, pilek dan mampet, mual, diare, sesak napas, demam, nyeri otot.

Berbagai varian Covid-19 beredar di dunia, termasuk varian delta. Jenis satu ini menjadi mayoritas kasus Covid-19 baru di Amerika Serikat. Kondisi ini juga memperumit masalah, karena varian berbeda dapat bermanifestasi dengan cara yang berbeda juga.

Dan semua mutasi ini, varian alpha, delta, atau lambda atau bentuk lainnya, masih sangat baru, sehingga sulit untuk menilai dampak buruknya dengan tepat bagi setiap individu.

Varian delta, dari kelompok mutasi utama yang disebut sebagai 'varian yang menjadi perhatian' oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan WHO, sejauh ini dampak merusaknya paling besar di dunia. Penularannya dan tingkat "beban virus" dianggap sangat tinggi, karena dapat menyebarkan patogen lebih cepat.

Menurut seorang ahli jantung, ilmuwan, dan penulis Amerika, Eric Topol lewat cuitannya dia menjelaskan hal yang bisa dikaitkan dengan varian delta.

 

Untuk saat ini, varian delta (bahkan pada beberapa orang yang telah divaksinasi penuh) tampaknya dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala, sakit tenggorokan, dan pilek, serta berpotensi demam dan batuk.

Berdasarkan data terbaru dari Inggris, yang bergulat dengan penyebaran varian delta, itu semua adalah gejala khas Covid pada umumnya tetapi tidak termasuk kehilangan indera perasa atau penciuman.

Itu berarti bahwa saat memasuki musim flu dan pilek dalam beberapa bulan, mungkin menjadi lebih sulit untuk membedakan antara pasien varian Covid-19 delta yang sangat menular dan seseorang dengan flu ringan.

Saat ini memang belum bisa dipastikan secara rinci mengenai penyebaran virus Covid-19 hingga gejalanya yang terus berubah. Namun di tahun mendatang, bisa saja para peneliti, ilmuwan di bidang kesehatan bisa mengungkapnya dengan jelas mengenai gejala Covid-19 di seluruh varian.

Kabar baik untuk saat ini, meskipun vaksin yang tersedia dari perusahaan seperti Pfizer dan AstraZeneca, mungkin tidak sepenuhnya mencegah penyebaran mutasi virus corona, dan gejala-gejala semacam ini terjadi.

Namun vaksin tersebut diklaim cukup efektif dalam mencegah penyakit serius yang dapat menyebabkan rawat inap atau kematian.