Brilio.net - Sidang sengketa Pilpres 2019 masih terus menjadi sorotan publik. Berbagai hal pelik terjadi dalam persidangan. Salah satu yang cukup menyita perhatian adalah debat panas antara Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto.

Dilansir brilio.net dari merdeka.com, Jumat (21/6), peristiwa ini terjadi pada sidang ketiga di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (19/6). Namun tak hanya sekali itu saja, Bambang Widjojanto beberapa kali terlibat perdebatan dengan Hakim MK. Seperti apa perdebatannya? Berikut lansiran brilio.net dari merdeka.com, Jumat (21/6).

1. Berdebat soal jaminan keamanan bagi saksi.

Pada sidang sengketa Pilpres yang berlangsung pada Selasa (18/6), Bambang Widjojanto terlibat perdebatan dengan hakim konstitusi mengenai perlindungan saksi melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bambang mengatakan LPSK bersedia melindungi saksi kalau diperintahkan oleh MK untuk menjalankan fungsi perlindungan.

"Ada 2 surat yang akan kami ajukan. Surat pertama adalah surat yang merupakan hasil konsultasi kami dengan LPSK. LPSK mengusulkan, kalau LPSK diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjalankan fungsi perlindungan, dia akan menjalankan itu. Pasal 28G ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan lain-lainnya," kata Bambang.

Hakim MK, I Gede Dewa Palguna menanggapi hal tersebut dengan mengatakan sepanjang sejarah Mahkamah Konstitusi sejak berdiri tahun 2003, belum pernah ada orang yang merasa terancam ketika memberikan keterangan di hadapan Mahkamah.

Namun Bambang tak setuju dengan hal itu di mana menurutnya selama ini ancaman saksi tidak didapat selama persidangan. Melainkan ancaman datang usai saksi memberi persidangan.

"Tapi apakah kita menjamin bahwa kekerasan akan muncul tidak di ruangan sidang ini? Pasca dia memberikan persidangan? Jadi, ada soal seperti itu, justru kami hadir karena orang yang kami hubungi itu mengatakan seperti itu, Pak. Saya bilang, 'Saya enggak bisa memberikan jaminan itu,'" kata Bambang.

Mendengar hal itu Hakim MK Saldi Isra angkat bicara dengan mengatakan bahwa MK akan memberikan jaminan perlindungan terhadap saksi yang dihadirkan. Hakim Saldi mengatakan, Bambang tidak perlu mendramatisir hal tersebut.

"Jadi, tidak perlu terlalu didramatisirlah yang soal-soal begini. Pokoknya yang di dalam ruang sidang besok, semua saksi yang Pak Bambang hadirkan itu keamanan, keselamatannya akan dijaga oleh Mahkamah," kata Saldi.

Akhirnya Bambang mengatakan terkait jaminan perlindungan saksi yang tidak mampu dipenuhi MK, menurut dia ini bukan kesalahan MK. Melainkan persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara bersama-sama.

"Ini bukan kesalahan Mahkamah, itu mungkin masalah kita bersama. Saya tidak ingin menyudutkan Mahkamah, tapi ini adalah fakta yang sesungguhnya terjadi," jelas Bambang.

2. Hakim MK ancam usir Bambang Widjojanto.

Perdebatan kembali terjadi, hal itu bermula ketika tim pemohon menghadirkan saksi bernama Idham. Hakim sempat menanyakan posisi Idham di BPN Prabowo-Sandi. Idham mengatakan tidak ada jabatan di BPN, hanya sebagai seorang dari kampung yang merasa mengetahui kecurangan dalam Pilpres 2019.

Arief kemudian menanyakan mengenai kecurangan tersebut pada Idham. Namun uniknya Idham menjawab bahwa ia mengetahui dugaan kecurangan hingga tingkat nasional.

"Saya dari kampung, saya dapat bocoran file DPT. Saya mendapatkan DPT dari kantor Gerindra di Jakarta," ujar Idham.

Jawaban Idham sempat membuat Arief heran, "Kalau Anda dari kampung mestinya yang Anda ketahui situasi di kampung itu, bukan di nasional," kata Arief kepada Idham.

Mendengar pernyataan hakim, Bambang meminta agar Hakim Arief memberikan kesempatan kepada saksi untuk menjelaskan kejanggalan yang diketahuinya.

"Saya dari kampung bisa mengakses dunia, dengarkan saja dulu pak," kata Bambang. "Bapak sudah men-judgement, seolah-olah orang kampung itu hanya mengetahui apa yang di kampung Pak," tambahnya.

Dengan lantang Arief mengatakan untuk menyudahi pernyataannya.

"Pak Bambang sudah setop, kalau tidak saya suruh keluar," tegas Arief.

"Saksi saya dikekang," jawab Bambang. "Pak Bambang diam. Saya akan berdialog dengan saksi," timpal Arief lagi.

"Saya akan menolak. Menurut saya saksi saya ditekan oleh bapak," tandas Bambang.

3. Debat soal jumlah juru bicara di sidang MK.

Pada Rabu (19/6) perdebatan kembali terjadi, di mana Bambang Widjojanto membicarakan terkait jumlah juru bicara yang boleh angkat bicara dalam persidangan. Sebelumnya, kuasa hukum KPU menyebutkan daftar juru bicara dari pihak termohon yang berjumlah 5 orang, terdiri dari 3 orang juru bicara dari kuasa hukum dan 2 orang juru bicara dari pihak principal dalam hal ini komisioner KPU.

"Menurut saya tidak fair, Pak, karena kami tidak diberitahu sejak awal bahwa kalau principal hadir dia punya hak bertanya. Yang selama ini saya terima juru bicaranya 3 dari setiap pihak. Informasi seperti ini baru kami ketahui pada hari ini dan menurut kami ini tidak fair dan ini tidak equal," tolak Bambang.

Mendengar hal seperti itu, hakim MK Suhartoyo menyampaikan pendapatnya. "Kenapa tidak equal bagaimana, Pak Bambang, kita kan bicara jumlah. Nanti dulu jangan dipotong! Pihak Pemohon boleh terlepas itu kuasa hukum maupun principal yang penting maksimal tiga. Demikian juga Termohon siapapun yang bicara yang penting tiga," kata Suhartoyo.

Sementara itu Hakim Aswanto juga menjelaskan, siapapun yang bicara baik itu kuasa hukum maupun principal tetap di hitung tiga dan apabila principal ingin bicara maka ia juga dianggap sebagai juru bicara. Keputusan tersebut akhirnya dimasukan ke dalam berita acara hingga akhir persidangan.

"Saya kira ini kalau kita berdebat terus tidak ada selesainya dan saksi yang akan kita periksa ada 15 plus dua ahli," kata Aswanto mengakhiri perdebatan.