Brilio.net - Persidangan sengketa pilpres masih berlanjut, Mahkamah Konstitusi (MK) masih terus menggelar sidang yang terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Dalam sidang tersebut, data dan fakta baru terus bermunculan. Salah satunya mengenai sistem penghitungan (Situng) KPU.

Dilansir brilio.net dari Antara, Kamis (20/6), ahli ilmu komputer Prof. Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan dalam setiap Pemilu, sistem penghitungan (Situng) KPU selalu memiliki syarat dan ketentuan yang diumumkan.

“Pada Pemilu kali ini ada lima disclaimer (pernyataan) yang ditampilkan dalam laman Situng KPU,” ujar Marsudi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.

Marsudi sendiri merupakan ahli yang dihadirkan KPU selaku pihak termohon dalam perkara sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Ia menyatakan bahwa yang dimasukkan serta data yang ditayangkan dalam laman Situng adalah data yang dimasukkan apa adanya.

“Kalau ada kesalahan di formulir C1 maka di Situng juga pasti salah. Para operator Situng disumpah untuk memasukkan apa yang ada di kertas C1, dan mereka hanya boleh memasukkan sesuai yang ada di kertas, mereka tidak boleh merekayasa atau kreatif mengubah data meskipun mereka tahu itu salah. Mereka harus memasukkan data sesuai yang ada di kertas (C1),” ujar Marsudi.

Ia juga menambahkan bahwa jika ada kesalahan data pada formulir C1, maka perbaikan dilakukan kalau ada perbedaan kesalahan data pada formulir C1, maka yang dikoreksi bukan situng, namun dari proses penghitungan suara berjenjang.

“Kalau ada perbedaan data antara di situs web dengan formulir C1, maka yang lebih benar adalah di penghitungan suara berjenjang,” kata Marsudi.

Lebih lanjut Marsudi mengatakan, pernyataan terakhir dalam Situng KPU berisi data jumlah TPS yang dinyatakan sejak tanggal 21 Mei 2018.

Marsudi juga menyatakan bahwa situng hanya dapat diakses dari dalam KPU, sementara situng yang diakses oleh masyarakat hanya merupakan cerminan atau virtualisasi dari situng yang berada di dalam KPU.