Karena sudah menjadi tradisi, salat tarawih dengan witir terpisah sudah dapat dimaklumi oleh sebagian besar jamaah di masjid itu. Belum pernah ada yang memprotes ataupun mengkritik hal tersebut. "Kalau ada yang mengeluh paling biasanya maba (mahasiswa baru) sih, atau musafir,” terang Alif. 

Meskipun demikian, beberapa jamaah merasa aneh dengan pelaksanaan tarawihnya, khususnya jamaah yang baru pertama kali melaksanakan salat tarawih di masjid kampus UIN. 

Salah satunya adalah Aza, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menurut Aza, saat melakukan salat witir bersama rombongan jamaah 11 rakaat, terjadi tumpang tindih suara antara imam di selasar barat dan imam di dalam masjid. "Suaranya nyampur, kalau posisi salat di perbatasan jadi kurang fokus," jelasnya.

Lain halnya dengan Putri, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang mengaku sedikit keheranan dengan sistem witir terpisah. Menurutnya ada aturan yang tidak membolehkan ada dua imam di dalam satu masjid. "Aneh, soalnya 1 tempat ada 2 imamnya." 

Menanggapi hal itu, menurut Alif, pihak takmir sudah memberi peraturan untuk jamaah perempuan yang ingin mengikuti salat 23 rakaat agar dapat salat di lantai atas. Sedangkan, jamaah perempuan yang ingin melaksanakan salat tarawih 11 rakaat diminta standby di selasar-selasar masjid. Selain agar tidak kerepotan bolak-balik, juga dapat meminimalisasi bocornya suara dari kedua imam.

Salat tarawih di masjid kampus UIN Jogja © 2023 brilio.net

foto: Millenia ramadita

Untuk masalah di dalam satu masjid terdapat dua imam, Alif berpendapat aturan itu berlaku untuk salat wajib. "Setau saya aturan 1 masjid tidak boleh ada 2 imam itu adalah peraturan untuk salat wajib saja, berbeda dengan salat sunnah,” tandas Alif.

 

Reporter: mg/Millenia Ramadita