Brilio.net - Tradisi meminta maaf merupakan bagian penting dari perayaan Lebaran di masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat Jawa. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, umat Islam merayakan hari kemenangan dengan berbagai ritual dan tradisi, salah satunya adalah saling meminta maaf. Tradisi ini mencerminkan semangat memperbaiki hubungan antarindividu dan memaafkan kesalahan pada masa lalu, sehingga semua dapat memulai lembaran baru dengan hati yang bersih.

Masyarakat Jawa menamakan tradisi maaf-maafan ini dengan sungkem. Sungkem menjadi bentuk penghormaatan kepada orang yang lebih tua dan pengakuan kesalahan pribadi. Sungkem menjadi salah satu prosesi sakral dalam tradisi Jawa pada momen Lebaran

Selama periode Lebaran, jalan-jalan di berbagai kota di Indonesia dipenuhi oleh suara salam maaf yang terucap dari mulut ke mulut. Masyarakat, tanpa memandang status sosial atau usia, bersatu dalam semangat kebersamaan untuk bermaaf-maafan. Hal ini menjadi momen berharga di mana persahabatan dipererat dan hubungan antar anggota masyarakat menjadi lebih harmonis.

Tidak hanya sekadar ucapan, tradisi meminta maaf di Lebaran juga diiringi dengan pemberian hadiah atau kue-kue kering sebagai bentuk penghormatan atas kesalahan yang mungkin telah dilakukan. Dalam budaya Jawa, misalnya, terdapat tradisi memberikan "takjil" sebagai tanda permohonan maaf. Takjil ini dapat berupa makanan atau minuman ringan yang diberikan saat berkunjung ke rumah tetangga atau kerabat.

Dengan demikian, tradisi meminta maaf saat Lebaran bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga sebuah nilai sosial yang mengajarkan pentingnya kejujuran, kerendahan hati, dan keberanian untuk mengakui kesalahan. Tradisi ini menjadi bagian dari upaya mempererat tali silaturahmi dan membangun masyarakat yang lebih baik secara emosional dan sosial.

Berikut brilio.net telah melansir dari berbagai sumber, Senin (1/4), tradisi minta maaf saat Lebaran dalam masyarakat disertai ucapannya dengan bahasa Jawa.

Cara sungkem yang benar.

Minta maaf Lebaran bahasa Jawa sesuai tradisi © 2024 berbagai sumber

foto: Liputan6.com/Herman Zakharia

Sungkem dilakukan sepatutnya sesuai dengan tradisi yang berlaku. Pada masyarakat Jawa dikenal peribahasa 'desa mawa cara,negara mawa tata '. Dalam unen-unen Jawa tersebut mengandung arti bahwa setiap daerah akan memiliki cara tersendiri untuk bermasyarakat. Cara berikut didasarkan pada sungkem yang telah umum dilakukan di banyak daerah.

1. Menyiapkan seserahan ujung.

Ujung dalam istilah Jawa dapat diartikan sama dengan sungkem. Dalam melakukan sungkem sangat disarankan membawa seserahan. Hal ini berkaitan karakter masyarakat Jawa yang gemar membagikan rejeki kepada sesama. Seserahan yang diberikan tidak terpatok harus menyertakan barang khusus. Kamu dibolehkan membawakan apapun sesuai dengan kemampuanmu.

Bahkan pada masyarakat pedesaan, seringkali prosesi sungkem ini hanya disertai dengan saling menyedekahkan hasil panen dari kebun yang mereka miliki. Seserahan diberikan bukan untuk maksud memberatkan tetapi sebagai gambaran kerukunan dan bentuk menghargai jasa orang yang lebih tua.

2. Mendahulukan orang terdekat dan yang dituakan.

Sungkem menjadi salah satu cara untuk menyampaikan maaf atas segala kesalahan yang kamu miliki. Pada dasarnya, meminta maaf bisa dilakukan kapanpun. Perbedaan sungkem dibanding minta maaf biasanya terletak pada momennya yaitu saat Lebaran. Momen ini bisa kamu manfaatkan untuk memohonkan maaf atas kesalahan pada orang-orang terdekatmu.

Kamu dianjurkan untuk sungkem kepada orang tuamu sebelum mendatangi kerabat lain. Kedua orang tuamu bagaimanapun juga adalah orang paling berjasa di hidupmu. Setelah mendatangi orang tua, kamu boleh mendatangi guru spiritual, seseorang yang kamu anggap sebagai penasehatmu agama, dan seorang ustaz atau kiai. Selain pilihan tersebut, kamu juga bisa mendatangi keluarga besar. Kamu dianjurkan mendatangi keluarga yang lebih dituakan seperti kakek, paman, bahkan kakakmu.

 

 

(Magang/Robiul Adil Robani)