Brilio.net - Kasus menumpuknya utang Angela Lee cukup mengagetkan warganet. Di usianya yang sangat muda, ia sudah berutang hampir 25 miliar. Kenyataan ini tentu berbanding terbalik dengan kebiasaanya bergaya hidup mewah yang tampak melalui akun media sosial Angela Lee.

Kasus yang menimpa Angela Lee tentu melahirkan pertanyaan yang lebih besar lagi. Ada apa dengan anak muda kini, sehingga dengan kebutuhannya yang tidak sekompleks orangtua, justru menyebabkan mereka berutang?

Kasus yang menimpa Angela Lee tidaklah yang satu-satunya yang terjadi. Menurut jurnal "New Evidence on Credit Card Borrowing and Repayment Patterns" karya Sarah S Jiang dan Lucia F Dunn, anak muda yang lahir antara tahun 1980-1984 punya utang yang lebih besar dibanding orangtua mereka waktu dulu di usia yang sama. Dilansir dari bbc.com, Rabu (8/11), anak muda di Inggris yang berusai 18 hinga 24 tahun cenderung lebih sering memakai kartu kredit.

Indonesia pun tak luput dari fenomena kredit dan utang yang menjadi-jadi. Dulu pada tahun 2010 Bank Indonesia merilis adanya penyaluran kredit konsumsi sebesar 47,1%, kredit modal kerja sebesar 35% dan investasi sebesar 18,95. Konsumsi di sini dapat berupa makanan, pakaian, dan lain sebagainya. Hal ini relevan dengan pernyataan banker terkenal Andrew Balley dilansir dari bbc.com, Rabu (8/11), bahwa mayoritas anak muda di Inggris melakukan kegiatan berutang atau kredit untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.

Kebutuhan dasar anak muda zaman sekarang memang tidak sesederhana mencukupi kebutuhan pakaian dan makanan. Ada gaya hidup yang harus diikuti agar tidak ketinggalan zaman. Hal inilah yang menjadi alasan memilih berutang. Seperti yang dinyatakan peneliti Strebkov (2005), bahwa umur, pendidikan, pendapatan, serta jenis pekerjaan mempunyai hubungan dengan kecendrungan berutang seseorang. Gaya hidup, kepribadian, sikap, nilai, dukungan sosial merupakan faktor psikologis yang berkontribusi pada perilaku berutang seseorang.

Perilaku berutang semaki menjadi-jadi jika anak muda menganut paham materialisme. Seperti temuan peneliti Watson (1998) bahwa individu yang mempunyai nilai materialism yang tinggi mempunyai sikap yang lebih positif terhadap utang.

Perilaku materialisme ini erat dengan sikap hedonis. Lagi-lagi ,sikap hedonis erat dengan anak muda. Hal ini relevan dengan pernyataan Sujanto dalam Jurnal "Sikap terhadap uang dan perilaku Berhuitang" karya Muhammad Shohib. Bahwa bahwa gaya hidup hedonis yang berorientasi pada kesenangan umumnya banyak ditemukan dikalangan remaja. Hal ini karena remaja mulai mencari identitas diri melalui penggunaan simbol- simbol status seperti mobil, pakaian, dan memiliki barang-barang lain yang dapat terlihat.

Jika sudah seperti ini, perlu upaya dari berbagai pihak untuk mengedukasi anak muda mengenai utang piutang. Hal ini bisa dilakukan melalui instansi pendidikan atau pihak yang dekat dengan anak muda. Perlu diberi pengarahan bahaya berutang dan yang paling penting cara sehat memenuhi kebutuhan hidup.