Brilio.net - Kasus bunuh diri remaja kembali marak terjadi. Di usia belia, tidak jarang mereka nampak ceria di depan orangtua, tetapi tiba-tiba mengakhiri hidup dengan cara tak wajar. Terbaru, seorang remaja putri di Pontianak berusia 16 tahun bunuh diri di kamarnya. Kenekatannya diduga lantaran ia tengah patah hati. Banyak yang menyayangkan, patah hati harusnya tak menjadi alasan seseorang mengakhiri hidup.

Lantas apa alasan anak-anak belia ini memilih bunuh diri? Menurut Psikolog Shinta pemilik laman bundacinta.com, banyak faktor yang menyebabkan sampai seorang remaja nekat mengakhiri hidup. Kamu tak boleh langsung menyalahkan mereka dan menghujat tindakannya. Karena ia melakukannya juga lantaran faktor-faktor di sekelilingnya.

Pemilik Bunda Cinta Psikologi Center yang akrab disapa Bunda Cinta ini menyatakan setiap terjadi kasus bunuh diri pada remaja cobalah untuk meneliti bagaimana latar belakang kehidupan remaja tersebut. Nah, berikut faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja sampai nekat bunuh diri seperti brilio.net rangkum, Jumat (27/11):

1. Orangtua dan keluarga

Fakta ini ungkap sebab maraknya kasus remaja bunuh diri, hindari ya!

Orangtua adalah orang yang bertanggung jawab atas pendidikan dan perkembangan anak-anak mereka. Mereka adalah guru pertama dan yang menjadi contoh bagi anak-anak sejak kecil. Keluarga merupakan faktor terpenting mempengaruhi keadaan psikologi seorang remaja.

"Orangtua dan keluarga bukan lagi berpengaruh bagi keadaan psikologi seorang remaja, tapi itulah yang paling penting. Kalau sampai ada seorang remaja bunuh diri, lihatlah dulu latar belakang keluarganya. Bisa jadi dua hal, orangtuanya tidak pernah memberikan perhatian padanya atau sebaliknya, orangtuanya justru sangat over protective, saking perhatiannya jadi anak ini selalu dalam kekangan," terang Bunda Cinta.

Keadaan psikologi remaja yang berada dalam keluarga seperti inilah, menurut Bunda Cinta akan membuat remaja tersebut mencari perhatian di luar rumah. Hal ini pula yang membuat remaja bisa lepas kendali.

"Di media sosial, kamu bisa melihat anak-anak remaja kurang perhatian dan mencari perhatian di media sosial. Di Facebook dia ngapain? Nulis status kan? Di Instagram? Upload foto? Di Twitter juga dia nulis status. Tujuannya apa? Ia akan mendapat kepuasan kalau orang memberi komentar," kata Bunda Cinta.

"Semakin banyak yang memberi komentar dan memberi like, ia pasti berpendapat ternyata banyak juga yang perhatian padaku. Akhirnya, kepuasan ini levelnya akan naik-naik, sampai dia akan berpikir untuk membuat status yang fenomenal. Jadi, status itu tidak selalu gambaran sesungguhnya, itu hanya akal-akalan untuk menarik perhatian orang," tambah dia.

Lebih lanjut, dia menerangkan remaja juga akan melampiaskannya ke hal-hal yang nyata di kehidupan. Hingga kemudian mereka tak segan-segan melakukan perbuatan yang dilarang.

"Kalau sudah dalam keadaan begitu, remaja akan melampiaskannya ke dalam bentuk yang nyata juga. Seperti pacaran, merokok, narkoba, lalu kalau sudah saking galaunya, merasa masalah yang datang bertubi-tubi, ia akan merasa tidak ada tempat curhat, bunuh diri justru jadi jalan ke luar," ujar dia.

Menurutnya, sangat disayangkan, kasus-kasus semacam ini jadi pengingat untuk para orangtua dalam mendidik anak. Orangtua harus menerapkan ilmu bermain layang-layang dalam mendidik anak mereka.

"Orangtua harus menerapkan ilmu bermain layang-layang pada anak mereka. Ilmu  bermain layang-layang itu, tarik-ulur. Begitu kalau dengan anak remaja, orangtua ada saatnya mengeras dan ada saatnya melunak. Dan harus diperhatikan masing-masing kepribadian anak. Penting sekali yang namanya remaja itu adalah harga diri, mereka ingin punya harga diri," terang dia.

"Salah satu yang membentuk harga diri adalah orangtua, bagaimana mungkin remaja punya harga diri, kalau sudah dari kecil orangtua sering membanding-bandingkan dengan anak-anak yang lain. Semakin remaja dibanding-bandingkan, semakin mereka merasa tidak punya harga diri. Orangtua sebaiknya menjadi sahabat bagi anak, tempat curhat bagi anak, tapi tetap ia dalam posisi yang dihormati," pungkas dia.

2. Pendidikan sejak dini

Fakta ini ungkap sebab maraknya kasus remaja bunuh diri, hindari ya! foto: blogs.ft.com
Pendidikan sejak dini yang baik akan membentuk karakter seorang anak dengan baik. Misalnya saja pendidikan agama, menurut Bunda Cinta, harusnya pendidikan semacam ini bukan sekadar diajarkan secara teknis saja. Selain itu, pemahaman yang ia dapat di sekolah juga bisa mempengaruhinya.

"Pendidikan agama yang baik harusnya ditanamkan sejak dini, jangan ketika remaja mendadak ia disuruh kembali ke agama. Harusnya dari kecil, tapi sebagian besar daari orangtua sayangnya mendefinisikan anak-anak taat dalam agama itu yang sifatnya teknis saja. Misalnya yang muslim harus salat 5 waktu, yang Kristen harus setiap Minggu ke gereja. Anak-anak tidak diajari apa sih maknanya salat dan beribadah. Bagaimana makna salat dan beribadah itu perannya bagi jiwa dan kehidupan," ungkap Bunda Cinta.

Pemahaman tentang agama dan pendidikan yang lain harus disadari betul oleh orangtua. Orangtua yang sering kaget akan perkembangan remaja saat ini, kata Bunda Cinta, lantaran tidak mengikuti perkembangan zaman.

"Orangtua sering kaget akan perkembangan remaja saat ini, karena zaman dulu nggak ada internet, sekarang kan apa-apa remaja mudah. Orangtua juga lebih baik untuk terbuka pada remaja. Misalnya tentang seks, jelaskan pada mereka, jangan biarkan mereka mencari sendiri karena justru yang mereka akan temukan bisa jadi lebih mengerikan. Jika remaja itu malah mencari di internet, kan yang akan muncul justru hal-hal yang lebih luas, foto-foto dan video," terangnya.

3. Teman dan Lingkungan

Fakta ini ungkap sebab maraknya kasus remaja bunuh diri, hindari ya! foto: westvalleylibrary.pbworks.com
Teman juga berpengaruh untuk keadaan psikologi seorang remaja. Teman dan lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi pola pikir dan tindak tanduk. Menurut Bunda Cinta, jika teman dan lingkungan baik, anak pasti akan ikut baik, tapi jika sebaliknya makan juga akan terpengaruh.

"Jadi, kalau remaja sama teman itu ibaratnya begini, kalau berteman dengan teman baik pasti terpengaruh deh, kalau teman itu kasih pengaruh buruk, ikut juga. Karena untuk remaja, pengaruh teman itu lebih besar dibanding dengan orangtua. Jadi, remaja kalau teman ngomong apa, ia akan ikut. Jadi, penting sekali bagi seorang remaja kemampuan dalam memberi filter bagi dirinya. Berteman itu dengan siapa saja silakan, tapi teman yang akrab itu remaja harus bisa memilih, karena energi sifatnya sangat mudah menular," jelas Bunda Cintra.

Bunda Cinta menegaskan jika berteman berarti harus pilih-pilih, tapi akan lebih baik jika memfilter siapa yang menjadi teman dekat saja.