Brilio.net - Salah satu ormas besar Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), baru saja menyelesaikan Muktamar ke-33 di Jombang. Ketua Umum PBNU 2010-2015 KH Said Aqil Siroj terpilih kembali menduduki posisi Ketua Umum untuk periode 2015-2020.

Sedangkan posisi Rois Aam diemban oleh KH Makruf Amin, setelah sebelumnya telah ditetapkan KH Mustofa Bisri untuk melanjutkan satu periode posisi Rais Aam yang tengah diembannya sekarang.

Sembilan orang tim Ahlu Halli Wal Aqdi (AHWA) yang merupakan representasi muktamirin untuk memusyawarahkan pimpinan-pimpinan NU sebenarnya telah menyepakati KH Mustofa Bisri sebagai Rais Aam Pengurus Besar NU (PBNU) 2015-2020. Pemilihan ini dilakukan sebelum pemilihan Ketua Umum.

Namun, setelah pemilihan Ketua Umum PBNU, melalui sebuah surat berbahasa arab yang dititipkan kepada pimpinan sidang pleno penetapan Rais Aam dan pemilihan ketua umum PBNU, Achmad Muzakky, Kiai yang kerap disapa Gus Mus itu menyatakan penolakan. (melalui surat berbahasa Indonesia yang ditulis dengan huruf Arab)

Belajar dari ketawadhuan Gus Mus, memaksa menolak jabatan

Teks surat tersebut, dikutip brilio.net dari sejumlah sumber jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim
Hadlaratil Afadlil Sadatil Masyayikh Ahlil Halli Wa Aqdi al Aizza'
- hafizhakumullah ta'ala

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Wa ba'du
Seperti kita ketahui, muktamar kita sekarang ini diwarnai oleh sedikit kisruh yang bersumber dari adanya dua kelompok yang masing-masing menginginkan jagonyalah yang menjadi rais aam.

Satu berusaha memengaruhi muktamirin untuk memilih A, satu lagi B. Dan sistem "ahlul halli wal aqdi" dianggap sebagai alat oleh salah satu kelompok tersebut.

Oleh karena itu, demi kemaslahatan jam'iyah, dan sekaligus mengayomi kedua belah pihak yang bersaing tersebut, sebaiknya Ahlul Halli wal Aqdi tidak memilih dua nama yang dijagokan kedua belah pihak tersebut (A maupun B). Jabatan Rais Aam biarlah diserahkan kepada salah satu Ahlul Halli wal Aqdi yang paling mendekati
kriteria.

Sedangkan untuk ketua umum tanfidziyah, biarlah Rais Aam terpilih merestui semua calon agar muktamirin bisa bergembira memilih pilihannya sendiri-sendiri.

Terima kasih dan mohon maaf.

Surat ini dianggap oleh tim AHWA sebagai bentuk ketawadhuan Gus Mus sehingga beliau tetap dipilih sebagai Rais Aam didampingi KH Makruf Amin sebagai Wakil Rais Aam. Namun ternyata Gus Mus benar-benar tidak menginginkan posisi tersebut.

Dengan bersikukuh, Gus Mus menolak posisi ini sehingga ditetapkanlah KH Makruf Amin sebagai Rais Aam PBNU 2015-2020.

Pada periode yang baru saja lewat pun Gus Mus sebenarnya amat berat hati menerima amanah tersebut. Beliau menyebut, jika bukan karena Kiai Sahal meninggal, dirinya tak akan bersedia menjadi Rais Aam.