Brilio.net - Masalah kesehatan saat ini beragam sekali jenisnya. Mulai dari penyakit yang ringan hingga yang berat, dari yang mudah disembuhkan hingga menyebabkan kematian. Untuk itu masyarakat disarankan untuk menjalani pola hidup sehat untuk menghindari masalah kesehatan yang serius.

Salah satu jenis penyakit yang tak banyak orang tahu namun berbahaya adalah aneurisma otak. Penyakit ini memang masih awam di telinga masyarakat. Namun diperkirakan sekitar 500 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini.

Aneurisma otak sendiri merupakan kondisi dimana dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol atau ballooning akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut.

Jika aneurisma ini pecah, dapat mengakibatkan kondisi fatal yaitu perdarahan otak dan kerusakan otak. Pecahnya aneurisma ini diperkirakan dialami oleh 1 orang setiap 18 menit.

Penyakit aneurisma otak © 2021 brilio.net

Aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidak bergejala. sehingga dianjurkan untuk melakukan brain check-up secara rutin.

Namun perlu diwaspadai aneurisma otak yang tidak pecah tapi ukurannya lebih besar. Kondisi tersebut dapat menekan jaringan dan saraf otak dan memicu beberapa gejala yakni, bagian atas dan belakang salah satu mata nyeri, pupil membesar, pandangan jadi tidak jelas atau berbayang, hingga mati rasa di salah satu sisi wajah. Sedangkan aneurisma otak yang bocor dapat memicu gejala sakit kepala mendadak yang sangat parah.

Penyakit aneurisma otak © 2021 brilio.net

Hingga saat ini, gejala penyakit tersebut masih belum jelas. Namun, para ahli menyebut ada beberapa faktor risiko penyebab aneurisma otak, antara lain merokok, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga, menggunakan narkoba hingga mengonsumsi alkohol secara berlebihan.

Head of Neurosurgeon Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Prof. DR, Dr. Mahar Mardjono, Jakarta, Dr. Abrar Arham, Sp.BS mengatakan dalam beberapa kasus, aneurisma otak tidak selalu berujung pada kematian. Namun kualitas hidup penderitanya juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga.

“Pasien akan mengalami kecacatan, membutuhkan perawatan intensif, dan pastinya biaya besar menjadi faktor penting yang perlu dipahami oleh penderita aneurisma otak,” ujar Abrar kepada media dalam diskusi media virtual bertajuk ‘Flow Diverter’ Penanganan Pecah Pembuluh Darah Otak Tanpa Pembedahan, Kamis (16/9).

Abrar juga mengatakan dalam rangka Brain Aneurysm Awareness Month yang jatuh setiap bulan September, pihaknya ingin mengedukasi masyarakat untuk lebih peduli mengenai penyakit aneurisma otak.

Tak hanya masyarakat, menurutnya kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga harus ditingkatkan mengenai penyakit tersebut.

“Pastinya agar dapat mendeteksi dini, melakukan edukasi pencegahan, dan penanganan komprehensif aneurisma terutama pada penderita yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak, atau akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah” jelas Abrar.

Abrar menjelaskan penanganan kasus aneurisma otak ini membutuhkan kolaborasi multidisiplin melibatkan dokter bedah saraf, neurointervensionist, neurologist, intensivist, dan lain sebagainya.

“Disamping itu diperlukan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir agar kita dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik,” lanjutnya.

Penanganan aneurisma sendiri dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain operasi bedah mikro atau dengan teknik minimal invasif endovaskular.

Untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak ini, seringkali dibutuhkan pemeriksaan DSA atau Digital Subtraction Angiography, yang hasilnya dapat membantu menentukan jenis terapi terbaik untuk menangani kasus aneurisma ini.

Abrar juga memaparkan teknologi minimal invasif (endovaskular) untuk penanganan aneurisma ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu perkembangan terkini yaitu pemasangan Cerebral Flow Diverter.

Cerebral Flow Diverter sendiri merupakan pengobatan aneurisma yang angka keberhasilannya sangat tinggi yakni 95 persen. Metode ini sudah mulai diterapkan di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dalam beberapa tahun ke belakang.

Banyak keunggulan yang didapatkan pasien saat menggunakan teknologi tersebut untuk penanganan aneurisma, yakni prosesurrelatif cepat, pasca-tindakan tidak perlu perawatan ICU, mengurangi lamanya rawat inap, lebih nyaman untuk pasien, dan tidak ada luka sayatan.