Brilio.net - Nggak bisa dipungkiri, zaman memang berubah dengan begitu cepat. Begitu pula dengan tata krama dan sikap generasi mudanya. Jika dulu, generasi muda punya sikap yang santun dan punya rasa hormat yang tinggi terhadap orang tua, lain halnya dengan kebanyakan pemuda zaman sekarang.

Wuri Hadiwidjojo, seorang pengguna Facebook, menuliskan keprihatinannya terkait sikap pemuda khususnya mahasiswa zaman sekarang terkait rasa hormat dan menghargai dosennya. Catatan Wuri itu ditulis dan diunggah di akun Facebook pribadinya, Rabu (9/3) dengan judul Bssed on true story.

Curhatan Dosen © 2016 brilio.net

Begini curhatannya:

Based on true story.
Perbedaan kebanyakan generasi anak kuliahan jaman sekarang dengan kebanyakan generasi anak kuliahan jamanku:

Situasi 1: Habis pengumuman nilai ujian
Generasi sekarang (GS) : sibuk nelponin dosen utk protes. Klo perlu, minta tolong ke ortunya juga utk nelponin atau ndatengin dosen yg bersangkutan ke kampus krn udah ngasi nilai yg tidak memuaskan (padahal wis jelas, nilainya jelek krn si anak jarang masuk atau hasil tugasnya mmg gak bermutu).

Generasiku (GQ) : menerima nilai dengan legowo krn menyadari kekurangan dan kelebihannya. Yg nilainya bagus, seneng. Yg nilainya jelek, nyengir jaran trus berjanji utk bisa lbh baik semester depan.

Situasi 2 : Mau bikin janji dengan dosen utk asistensi
GS : Hubungi via WA dengan bahasa komunikasi yg bikin dosen yg baca pingin mbanting HPnya.
"Pak, Bapak dimana? Besok bisa ketemu nggak, Pak?"

Dosen menjawab, "Saya bisa jam 1."

"Lho klo jam 1 aku nggak bisa, Pak. Aku ada kuliah. Gini aja deh, Pak. Klo Bapak udah nyampe kampus, tolong aku di WA ya, Pak?" Menanggapi dg tanpa rasa bersalah, memakai kata 'aku' utk menggantikan kata 'saya' yg jauh lebih sopan, dan mengakhiri percakapan tanpa minta maaf krn telah mengganggu waktu sang dosen.

GQ : Memegang HP dengan keringat dingin dan gemeteran ditambah wirid dan doa2 sebelum memencet nomor HP dosen.
Pas terdengar ada nada sambung, debaran jantung rasanya menggila.
Pas ada bunyi telp diterima dan ada suara sang dosen, "Hallo?" Rasanya jantung berhenti berdetak.

Trus dengan kalimat paling sopan yg bisa disusun saat itu, mulai bicara : "Selamat sore, Pak. Saya si A angkatan ****. Mohon maaf, pak. Apakah besok Bapak ada jadwal ke kampus? Karena jika ada, apakah saya boleh minta waktu Bapak sebentar untuk asistensi tugas Despro 3 saya, Pak?"

Dosen menjawab, "Bisa. Tapi jadwal saya belum pasti. Bisa jam 10, jam 1, atau jam 5."

Mendengar jawaban itu, dengan pasrah menanggapi, "Baik kalau begitu, Pak. Saya akan tunggu di kampus Bapak bisanya yang jam berapa. Saya ikut jadwal Bapak saja."

"Oke. Besok tunggu aja di kampus. Ntar klo ketemu saya, langsung aja asistensi. Tapi klo gak ketemu ya mungkin besok aja." Jawab dosen.

"Baik, pak. Terima kasih banyak. Maaf sudah mengganggu waktu Bapak.Selamat sore." Memencet tombol off diikuti helaan nafas puanjang nan legaaaa...

Besoknya stand by di kampus sedari pagi sampai malam nungguin dosennya bisanya jam berapa. Perjuangan yang sama sekali gak sepele. Butuh kegigihan tingkat advance. Pokoknya jamanku kuliah dulu, nungguin dosen tu direwangi mbambung nang kampus. Mbambung dalam arti sebenarnya. Gak adus, makan seadanya, kompakan sama temen-temen utk saling ngabari keberadaan dosen ada di mana demi sebuah asistensi tugas.

Mau nggak mau aku jadi bertanya-tanya, lha klo sudah seusia anak kuliah masih gak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri dg dosen, masih minta bala bantuan dari orangtua, trus kapan mandirinya?

Lha kalau masih gak bisa sopan dengan dosen yg notabene adalah gurunya, bikin dosen gak nyaman, trus ilmunya bisa barakah dari mana?

Anak kuliahan tu sudah mulai ditempa dengan sangar utk persiapan terjun ke masyarakat.

Asli.

Klo gak dibiasakan mandiri dan tangguh terutama saat kuliah, pas terjun ke masyarakat biasanya remek ajur lembut sampe bisa diayak pake ayakan kayak gula halus.

Masyarakat bisa jauh lebih kejam daripada yg bisa kita bayangkan. Lha klo gak mandiri dan tangguh, bisa survive dari mana?

Adik-adikku, aku tak kemenggres sithik yo?
Society is wilder than any jungle on earth. With that attitude, your ability to survive is questionable.

#‎revolusigenerasimuda
#‎demiIndonesia

Curhatan itupun menjadi viral dengan lebih dari 1900 akun Facebook membagikannya. Nggak hanya itu, beberapa rekan Wuri yang menjadi dosen pun ikut menimpali dengan komentar-komentar yang menggelitik.

"Bangettttssss ngets ngets ni Ust Wuri Hadiwidjojo... gemes bgt liat mahasiswa skrg.. udah syeriiing saya dpt wa dan bbm yang ajaib. Pernah di PING pulaaa !!!
Alhasil bukannya menjawab pertanyaannya saya malah kasih kuliah dadakan beretika di media sosial. Tobaat tobat tobaaat..." tulis Windy R Effendy

"anyway, ada lagi mbak, banyak juga loh mahasiswa yang meng"kamu-kamu"kan dosen, karena sekarang dosen2 relatif muda sih ya, been there, akhirnya yang dulunya nggak pede dipanggil Ibu akhirnya terbiasa juga," tambah Fenti Fahminnansih

Hmm, gimana nih menurutmu, bener apa bener?