Brilio.net - Bergabungnya dua pakar buaya dari Australia, yakni Matt Wright dan Crish Wilson dalam operasi penyelamatan buaya berkalung ban bersama BKSDA Sulteng membawa harapan baru. Setelah membuat beberapa strategi, operasi penyelamatan buaya berkalung sudah dimulai sejak Senin (10/2).

Beberapa perangkap pun sudah dipasang di beberapa titik. Namun sayang, hingga Kamis (13/2) proses pencarian tersebut hasilnya masih nihil. Pada Rabu malam, perangkap yang disiapkan Matt dan Crish bukannya menangkap sang target melainkan buaya lain yang berukuran empat meter.

Berbagai kendala yang ditemui di lapangan menjadi faktor sulitnya menemukan buaya berkalung ban yang berusia sembilan tahun tersebut. Meski begitu, Matt, Crish dan tim BKSDA belum menyerah untuk melakukan proses pencarian untuk melepaskan ban dari buaya itu. 

Dikutip brilio.net dari Antaranews pada Jumat (14/2), berikut enam fakta sulitnya evakuasi penyelamatan buaya berkalung ban.

 

1. Sulitnya deteksi buaya berkalung ban karena buaya tersebut belum lapar.

Fakta sulit evakuasi buaya  berbagai sumber

foto: Instagram/@mattwright

Melalui akun Instagramnya, Matt Wright membagikan setiap proses aksi penyelamatan buaya berkalung ban. Ia juga menyebut jika kondisi buaya yang belum lapar menjadi salah satu kesulitan untuk memanggil hewan buas tersebut ke dalam perangkap.

Luasnya sungai dan tersedianya sumber makanan yang dibutuhkan membuat buaya tersebut belum dalam kondisi lapar. Tak hanya itu, kondisi lingkungan dan arus sungai yang deras juga jadi kendala tersendiri.

 

2. Ahli buaya Australia menggunakan drone diikat ayam sebagai pancingan.

Berbagai upaya dilakukan untuk memancing munculnya buaya berkalung ban, salah satunya dengan menggunakan drone yang diikat bersama umpan dan pelampun, dan diterbangkan mendekati target.

Umpan ayam tersebut diharapkan dapat dimangsa oleh hewan reptil tersebut. Sehingga, buaya berkalung ban dapat teridentifikasi keberadaannya dengan adanya pelampung yang sebelumnya diikatkan di ban tersebut.

Namun lagi-lagi, cara tersebut belum mampu mendeteksi keberadaan buaya berkalung ban hingga Kamis (13/2).

 

3. Banyaknya warga yang menonton jadi salah satu penyebab sulitnya buaya berkalung ban keluar.

Fakta sulit evakuasi buaya  berbagai sumber

foto: Instagram/@mattwright

Salah satu faktor yang menimbulkan kesulitan dari proses evakuasi buaya berkalung ban tersebut adalah kehadiran warga yang memadati sungai. Menurut Kepala Seksi Wilayah 1 BKSDA Sulteng, Haruna kehadiran warga menjadi kendala untuk penyelamatan buaya.

"Kendalanya terlalu banyak masyarakat yang datang. Karena baru buaya muncul sedikit saja sudah luas biasa teriakan," katanya.

 

4. Luasnya Sungai Palu juga penyebab sulitnya mendeteksi buaya berkalung ban.

Fakta sulit evakuasi buaya  berbagai sumber

foto: liputan6.com/Heri Susanto

Tak hanya memasang perangkap dan menggunakan drone, tim operasi penyelamatan buaya berkalung ban juga menggunakan perahu karet untuk menyisir muara sungai Palu guna menemukan keberadaan buaya tersebut. Namun karena luas sungai dan arusnya yang deras, proses pencarian tersebut jadi sulit.

"Tadi sempat masuk dalam pukat, tapi karena arus deras di bagian bawah sungai sehingga lolos lagi," ungkap Haruna.

 

5. Sifat buaya yang malu-malu.

Fakta sulit evakuasi buaya  berbagai sumber

foto: Instagram/@mattwright

Sifat asli buaya yang pemalu juga menjadi kendala tersendiri selama proses evakuasi berjalan. Menurut Gunanta, pendiri Family Reptiler Tadulako (FARTA) menjelasnya jika sifat pemalu tersebut membuat buaya sulit untuk didekati.

"Sifat asli buaya sangat pemalu. Itu yang jadi masalah utamanya. Jadi sangat sulit buat didekati. Sudah banyak upaya yang kita coba dulu bersama timnya Panji dan dibantu juga dengan BKSDA, tapi masih belum ada hasil," jelasnya.

 

6. Memasang perangkap hingga menyusuri Sungai Palu tak membuahkan hasil.

Berbagai upaya dilakukan Matt, Crish dan tim BKSDA dalam operasi penyelamatan operasi buaya berkalung ban belum membuahkan hasil. Umpan berupa ayam dan itik yang dipasang di dalam perangkap belum mampu menarik perhatian sang buaya.

Tak hanya itu, tim yang menyusuri Sungai Palu hanya terlibat kucing-kucingan dengan sang buaya yang hanya sesekali muncul ke permukaan. Buaya tersebut juga dengan mudah berpindah tempat lantaran luasnya Sungai Palu.