Brilio.net - Keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk mencapai cita-cita dan meraih pendidikan setinggi-tingginya. Setidaknya begitulah yang dibuktikan oleh Eki Waskita Aji (19) seorang penyandang tunadaksa yang berhasil masuk ke UGM tanpa tes dan tanpa biaya seperser pun hingga lulus nanti.

Meski memiliki keterbatasan fisik, dia selalu berprestasi di sekolahnya. Berkat prestasi itu berhasil menghantarkan Eki masuk di Fakultas Hukum UGM.

Eki merupakan salah satu dari ribuan mahasiswa baru yang diterima UGM pada tahun 2015 ini. Sosok pria kelahiran Sragen ini secara fisik memang berbeda dengan pemuda pada umumnya. Anak tunadaksa, pada dasarnya sama dengan anak normal lainnya, hanya dari aspek psikologi sosial mereka membutuhkan rasa aman dalam bermobilisasi dalam kehidupannya.

Dengan kondisinya yang cacat fisik, umumnya anak tunadaksa akan mengalami gangguan psikologis yang cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, serta memisahkan diri dari lingkungannya. Di samping karakteristik tersebut, rata-rata anak tunadaksa juga terdapat problem gangguan taktik dan kinestatik, serta gangguan emosi.

Namun semua hambatan tersebut dilawan oleh Eki. Di balik keterbatasannya itu, justru prestasi selalu Eki raih selama mengenyam pendidikan di sekolahnya. "Keterbatasan fisik ini tidak pernah membatasi keinginan saya untuk meraih cita-cita," katanya seperti yang dilansir brilio.net dari website ugm.ac.id, Jumat (11/9).

Meski demikian, Eki tak memungkiri bahwa saat ia masih kecil sempat minder. Terlahir tunadaksa, Eki mengakui sempat tertekan. Terutama saat menjalani sekolah di bangku pendidikan Sekolah Dasar, karena tidak memiliki tubuh layaknya orang normal.

"Dulu pas kecil sering diejek, ya maklumlah mungkin mereka juga masih anak-anak. Makanya waktu kecil saya banyak belajar di dalam rumah daripada bermain di luar," kenangnya.

Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengatakan mungkin itulah keuntungan dari kekurangan fisiknya. Di mana dia bisa mengurangi waktunya dari kegiatan yang tidak bermanfaat, semisal untuk bermain. Menurutnya dari pada memaksakan diri untuk bermain sebagaimana anak-anak normal pada umumnya, sementara fisiknya kurang mendukung, dia memilih untuk berada di rumah baca-baca buku, atau membantu orang tuanya.

"Orang tua saya sehari-hari cuma berjualan kue itu pun dititipkan ke warung-warung. Jadi yang mereka berdua sangat senang saya bisa lanjut kuliah apalagi tanpa biaya sepeser pun sampai lulus nanti," ungkapnya.

Dia berharap, ke depan dapat mengikuti perkuliahan dengan lancar dan lulus tepat waktu. Lebih dari itu, bisa tercapai apa yang dicita-citakan untuk turut berkontribusi terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Termasuk membahagiakan kedua orangtua atas prestasi yang diraihnya.