Brilio.net - Sadarkah jika sekarang ini beragam aktivitas kehidupan semuanya berdasarkan data? Dari mulai media sosial, hingga terobosan baru yang disebut Internet of Things (IoT), membuat manusia mampu untuk menggali banyak informasi dari banyak sisi kehidupan dengan mudah dan cepat. Hal ini telah merevolusi segala sesuatunya, baik dari segi bisnis, maupun pemerintahan.

Wajar jika kemudian publik cenderung untuk memusatkan perhatian pada era big data. Tapi, apa pun itu, era digital sekarang masih memiliki koneksi yang kuat dengan industri di masa lalu atau masa sebelumnya.

Berawal dari pabrik-pabrik yang dibangun pada awal abad ke-21

Pusat data kini digambarkan sebagai 'pabrik' yang telah dibangun di abad ke-21. Pusat data ini berisi server yang menyimpan dan mengolah informasi digital. Ketika mendengar tentang data yang disimpan 'di awan', atau 'cloud', sebenanya data tersebut disimpan di pusat data.

Tapi tak seperti namanya, 'cloud', pusat data ini justru memiliki energi yang kuat dan infrastruktur yang mumpuni. Server-nya menggunakan listrik dan menghasilkan panas dalam jumlah besar, yang nantinya memerlukan investasi sistem pendingin yang besar pula untuk menjaga server tetap beroperasi. Fasilitas ini juga harus terhubung dengan kabel serat optik, yang memberikan informasi melalui energi cahaya.

Sebagaimana dilansir brilio.net dari laman GE Reports Indonesia, Minggu (25/6), tak melulu digital, menjalankan pusat data ini juga membutuhkan faktor lain, seperti manufaktur. Dengan kata lain, pusat data ini juga tetap membutuhkan lingkungan buatan manusia. Untuk mencapai hal tersebut, salah satu strateginya dengan memanfaatkan kembali tempat-tempat yang sebelumnya memiliki energi listrik besar, bangunan, konektivitas serat optik dan dekat dengan pengguna dan pusat data lainnya.

Perubahan dari analog menuju ke digital

Saat strategi ini muncul, yang menarik adalah membahas bagaimana infrastruktur ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan zaman akan sektor data.

Jawabannya ada di salah satu perusahaan yang berada di Chicago berikut ini. Lakeside Technology Center adalah salah satu pusat data terbesar di dunia sekaligus konsumen listrik terbesar kedua di negara bagian Illinois, Amerika Serikat. Dulunya, bangunan Lakeside Technology Center ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang printing di Chicago, yang bernama percetakan South Loop, yang dimiliki RR Donnelley & Sons.

Era modern, bangunan kuno bekas toko kue ini diubah jadi pusat data GE Reports Indonesia


Bangunan yang bergaya gothic tersebut rupanya sangat cocok untuk kebutuhan pusat data yang besar. Poros vertikal, yang sebelumnya digunakan untuk mengangkut tumpukan bahan cetak, sekarang digunakan untuk menjalankan kabel serat optik. Lantai yang dibangun untuk menahan berat mesin cetak, kini digunakan untuk menopang rak peralatan server.

Tak jauh dari Lakeside Technology Center, menuju ke selatan juga terdapat bekas rumah Schulze Baking Company, tepatnya berada di kawasan South Side, Washington Park. Baking Company ini pernah terkenal akan roti butternut-nya.

Bekas bangunan toko kue lima lantai ini kini sedang direnovasi untuk menjadi bangunan baru, yakni Midway Technology Center, yang juga sebuah pusat data. Seperti halnya pabrik pencetakan South Loop, toko roti Schulze ini pun berisi banyak fitur bangunan yang berguna untuk industri data. Bangunan ini juga memiliki lantai yang mampu menjadi bantalan berat beban serta jendela yang dirancang untuk membuang panas dari oven roti atau dalam hal ini bisa digunakan untuk membuang panas dari server.

Era modern, bangunan kuno bekas toko kue ini diubah jadi pusat data GE Reports Indonesia


Tak hanya itu, bekas percetakan Chicago Sun-Times yang juga telah menjadi pusat data awal tahun lalu. Dan tak ketinggalan sebuah gedung kantor Motorola dan bekas pabrik televisi di pinggiran kota juga telah dibeli oleh salah satu perusahaan data center.

Sementara itu di luar Chicago, Amazon bahkan sedang dalam proses mengubah sebuah pabrik biskuit di Irlandia menjadi pusat data. Di New York, beberapa data center yang paling signifikan di dunia justru bertempat di bekas rumah Western Union dan Otoritas Pelabuhan.

Apa yang bisa kita ambil dari beberapa contoh di atas? Yakni industri digital kini semakin berkembang, namun sayangnya tak diikuti dengan perkembangan wilayah yang lebih luas. Oleh sebab itu, para investor harus pandai-pandai memanfaatkan infrastruktur yang ada.

Era modern, bangunan kuno bekas toko kue ini diubah jadi pusat data GE Reports Indonesia


Problematika pusat data dan kebijakan publik

Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus diwaspadai dan diperhatikan setelah berhasil memanfaatkan infrastruktur tersebut. Perburuhan dan ketenagakerjaan menjadi masalah utama.

Pusat data wajib membayar pajak, namun pusat data ini tidak mempekerjakan banyak orang. Sehingga relokasi para pegawai ke tempat-tempat lain tidak menjadi solusi yang cukup baik untuk mengubah nasib ekonomi warga setempat.

Di sisi lain, pekerjaan di sektor manufaktur yang telah memberikan begitu banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, ketika diubah menjadi pusat data justru menunjukkan ada kemunduran terkait bidang lapangan pekerjaan. Sebab, pusat data hanya sedikit memperkerjakan karyawan.

Pusat data menyajikan dilema kebijakan publik bagi pemerintah daerah dan negara. Bisa dikatakan, membangun pusat data dan problem tenaga kerja ini adalah dua sisi dari mata uang yang sama.