Brilio.net - Rofifah Juniandar, gadis manis berhijab berusia 19 tahun ini tampak seperti remaja seusianya. Kalau dilihat sekilas nggak ada yang aneh dari penampilannya. Tapi, saat berjalan ia harus dibantu kruk (tongkat penyangga). Rupanya, gadis kelahiran Rangkasbitung 15 Juni 1997 ini hanya memiliki satu kaki. Opi, begitu dia biasa disapa, harus rela kehilangan kaki kanannya setelah diamputasi akibat ostoesarcoma (kanker tulang) yang dideritanya sejak ia berusia 11 tahun.   

Kisah memilukan ini mulai dialami Opi pada 2008 silam. Saat itu ia sering merasa pegal di bagian paha sebelah kanan hingga muncul benjolan sebesar kelereng. Sejak itu ia sering merasakan sakit yang tak kunjung sembuh. Melihat apa yang dialami Opi, orangtuanya kemudian membawanya ke RS Adjidarmo, Rangkasbitung. Tak disangka, hasil diagnosa dokter menyatakan Opi menderita kanker.

kanker © 2016 brilio.net

Tak sungkan berbagi cerita tentang kisah pilunya menghadapi kanker
© 2016 brilio.net/yani andriansyah.

”Saya didiagnosa terkena kanker tulang. Saat itu saya belum tahu apa itu kanker karena masih kecil. Saya cuma sedih kenapa proses pengobatannya nggak selesai-selesai dan benjolannya semakin besar,” kata Opi ketika menceritakan pengalamannya, beberapa waktu lalu kepada brilio.net.

Akhirnya dokter merujuk Opi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di RS Dharmais, Jakarta. Lama kelamaan Opi mulai paham apa itu kanker tulang. Lalu, ia mulai menjalani 12 siklus kemoterapi atau empat protokol dan tujuh kali operasi yang harus dilalui dalam kurun waktu yang cukup lama. Kemudian pada 2011 saat berusia 14 tahun ia harus rela kehilangan kaki kanannya. “Akhirnya kaki saya harus diamputasi,” katanya lirih.

Usai itu Opi sempat sedih bukan kepalang. Beruntung, ia memiliki keluarga yang selalu memotivasinya, khususnya sang ibu, Supriyatin. Selain itu Opi juga punya teman dan sahabat yang selalu menyemangatinya untuk terus optimis dan percaya diri menjalani hidup. Dia juga mendapat dukungan penuh dari Yayasan Sentuhan Kasih Anak Indonesia (YSKAI). Hal ini membuat Opi tak putus harapan.

“Mama sampai sekarang terus mendukung saya. Mama selalu bilang gini,’Mau di mana pun Teteh, Sok mama selalu ada’. Itu yang membuat saya selalu kuat,” katanya.

kanker © 2016 brilio.net

Sewaktu masih kecil, beruntung memiliki ibu yang selalu mencurahkan kasih sayangnya.
© 2016 brilio.net/yani andriansyah.

Perjuangan Opi nggak sia-sia lho. Jalan panjang dan berliku yang harus dia jalani membuat dirinya kini terbebas dari penyakit mematikan itu pada 2012 silam. Tak heran jika dirinya kini disebut sebagai survivor kanker. Meski begitu, Opi tetap harus mengontrol kondisinya secara bertahap dalam waktu yang cukup lama. Saat ini gadis berkacamata ini sedang menyiapkan diri untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang desainer. Tahun ini, Opi akan mulai kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) untuk mengambil jurusan mode dan busana.

“Saya memang tertarik dengan dunia fashion. Saya ingin punya butik sendiri di Rangkasbitung. Biarpun sakit, saya tetap berusaha menggali kemampuan apa yang dimiliki sehingga tak dipandang sebelah mata oleh teman-teman,” katanya.