Brilio.net - Belum lama ini pemerintah Arab Saudi secara resmi menyampaikan membuka kembali pintu umrah bagi jemaah Indonesia. Namun begitu, untuk menerbangkan jemaah tetap ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi pemerintah Indonesia.

Untuk itu, pemerintah Indonesia terus melakukan upaya diplomatik dengan pemerintah Arab Saudi. Hal ini sebagai ikhtiar agar jemaah Indonesia kembali dapat menjalankan ibadah umrah ke Tanah Suci.

"Masyarakat kami minta untuk bersabar menunggu," ujar Konsul Jenderal RI di Jeddah, Eko Hartono.

Seluruh koordinasi dilakukan agar pelaksanaan dan kepulangan ibadah dapat berlangsung baik, sehat, dan aman dari penyebaran kasus Covid-19. Beberapa hal teknis intens dibahas kedua negara dan membutuhkan kesepakatan bersama.

Salah satu teknis tersebut adalah upaya sinkronisasi aplikasi PeduliLindungi dengan aplikasi serupa yang dimiliki Pemerintah Arab Saudi, yakni Tawakkalna. Tujuannya, agar status kesehatan, khususnya sertifikat vaksinasi jemaah Indonesia dapat dibaca atau dipastikan saat melakukan ibadah di sana. Saat ini, upaya tersebut masih dalam tahap proses.

"Tanpa status kesehatan dan sertifikat vaksin, tidak bisa melaksanakan ibadah umrah," tegas Eko.

Menurut Eko, terkait vaksin, ada empat jenis yang digunakan di Arab Saudi, yaitu Pfizer, Moderna, AstraZeneca, dan Johnson&Johnson. Bagi jemaah asing yang memakai empat vaksin tersebut, maka bisa menjalankan ibadah umrah.

Sedangkan jemaah yang mendapatkan vaksin jenis lain, misalnya Sinovac dan Sinopharm, harus memperoleh minimal satu kali vaksin booster dari empat merek yang dipakai di Arab Saudi.

Eko mengimbau masyarakat untuk menunggu dan tidak memaksakan diri berangkat ibadah umrah, misalnya dengan memakai visa kunjungan. Hal ini berlaku hingga ada peraturan yang jelas terkait berbagai teknis termasuk kebijakan vaksin dan booster.

"Nanti akan terlunta-lunta, tidak bisa menjalankan ibadah umrah di sini. Ini beda dengan sebelum Covid. Sekarang harus dengan ketentuan yang berlaku, e-Visa juga harus diurus," katanya.

Selain upaya integrasi PeduliLindungi dengan aplikasi Tawakkalna, pemerintah melalui Kementerian Agama juga menggenjot persiapan teknis lainnya. Direktur Bina Haji dan umrah Kementerian Agama, Nur Arifin, menjelaskan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian, lembaga, dan Satgas Covid-19.

Salah satunya, terkait perlindungan kesehatan jemaah berupa aturan karantina dan vaksin booster, pembahasan revisi biaya umrah, serta koordinasi teknis dengan asrama haji dan fasyankes terdekat.

"Kami siapkan revisi pedoman pelaksanaan umrah di era pandemi. Setelah selesai, akan dilakukan gladi keberangkatan dan kepulangan umrah di asrama haji Pondok Gede dan Bekasi," ujar Arifin.

Untuk memberikan kemudahan bagi jemaah seperti para lansia, Arifin menjelaskan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan kementerian terkait dan PT Telkom. Selain PeduliLindungi, jemaah juga akan dibekali kartu status yang dikalungkan di leher. Kartu ini akan memudahkan jemaah saat harus melakukan scan untuk skrining kesehatan di lokasi ibadah.

Arifin menambahkan, pemerintah juga tengah mengatur kesepakatan dengan para asosiasi untuk keberangkatan umrah 1 pintu pada tahap awal.

"Rancangan umrah tahap awal 1 pintu ini dalam rangka membangun trust (kepercayaan) Arab Saudi, bahwa kita benar-benar tanggung jawab, hanya memberangkatkan jemaah yang sehat. Setelah ini berhasil, (keberangkatan atau embarkasi) akan dikembalikan ke daerah-daerah seperti sebelumnya. Jadi mohon jangan salah pengertian," tutur Arifin.

Sejalan dengan itu, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara umrah dan Haji, Budi Darmawan berharap, rencana ini dapat membuktikan pada pemerintah Arab Saudi, jemaah Indonesia yang tiba semua sehat, nol kasus Covid-19, dan dapat mengikuti aturan kedua negara.

Budi menjelaskan, ada sekitar 62 ribu calon jemaah umrah yang tertunda keberangkatannya karena pandemi. Jumlah ini terhitung sejak penutupan pada 27 Februari 2020.

Menurut Budi, masyarakat Indonesia sudah sangat rindu beribadah ke Tanah Suci. Namun, dengan informasi yang disampaikan dalam kesempatan ini, ia ingin masyarakat serta seluruh penyelenggara di Indonesia dapat memahami, belum ada keputusan keberangkatan.

"Supaya tidak ada hoaks yang beredar tentang kondisi ini, hanya karena ingin memberangkatkan jemaah," terangnya.

Budi berharap, jemaah memberi kepercayaan pada PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) karena aturan dan regulasi di Arab Saudi sangat berbeda dan tercantum dalam satu sistem. Ia juga menaruh harapan agar embarkasi di daerah kelak dapat segera dibuka untuk menekan biaya ibadah umrah.

Seperti diketahui, setelah pandemi biaya umrah ditetapkan menjadi Rp 26 juta. Angka ini kemungkinan akan meningkat sekitar 30% karena tambahan biaya karantina, tes PCR, serta asuransi.

Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito meminta masyarakat betul-betul mempersiapkan diri dalam perjalanan umrah. Hal ini mengingat penularan bisa terjadi di mana saja, baik pada perjalanan maupun pelaksanaan ibadah, yang berlangsung dalam kerumunan orang dari berbagai negara.

"Pastikan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak) dan anjuran detail protokol kesehatan Indonesia serta Arab Saudi, ikuti proses karantina sebelum berangkat dan setelah kembali, di tempat-tempat yang sudah terstandarisasi. Pemberangkatan dari satu pintu penting guna memastikan semua terkendali, dan patuhi aturan skrining yang ada," papar Wiku.

Menurut Wiku, jemaah perlu menyadari, pembukaan pintu umrah dilakukan sangat hati-hati oleh pemerintah Indonesia, Arab Saudi, dan negara-negara lain. Maka dari itu, harus dipastikan orang yang melakukan perjalanan internasional dalam kondisi sehat dan aman.

"Umrah adalah kegiatan berkumpul dengan orang dari berbagai negara. Pada saat kembali ke tanah air, harus dipastikan juga kesehatan jemaah dengan cara karantina. Patuhi aturan tersebut agar tidak terjadi penyebaran kasus," pungkas Wiku.