Brilio.net - Penguasaan lahan 220.000 hektare di Kalimantan Timur oleh Prabowo Subianto mendadak ramai setelah hal ini disinggung Joko Widodo dalam debat capres, Minggu (17/2) lalu. Prabowo pun sudah mengakui bahwa dirinya menguasai lahan tersebut dengan status hak guna usaha (HGU).

Usut punya usut, penguasaan lahan tersebut terjadi sejak 2004 silam. Ketika itu, Prabowo meminta izin penguasaan lahan kepada Jusuf Kalla (JK), yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Jusuf Kalla yang saat ini kembali menjadi Wakil Presiden untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo, mengatakan, dirinya mengizinkan Prabowo membeli lahan hutan industri seluas 220.000 hektar di Kalimantan Timur karena digunakan sebagai hak guna usaha untuk meningkatkan komoditas ekspor.

"(Prabowo bayar) 150 juta dolar AS, itu yang dia beli itu (lahan) kredit macet. Dan tujuannya untuk ekspor, jadi kita dukung karena itu untuk ekspor. Bahwa dia punya itu ya otomatis saja. Sinar Mas punya, di Riau, di Palembang, atau perusahaan lainnya," katanya dikutip antara, Selasa (19/2).

Prabowo meminta izin kepada JK untuk membeli lahan hutan industri tersebut karena ingin berbisnis perusahaan kertas. "Itu 2004 awal, mungkin baru dua minggu saya menjabat Wapres. Tapi artinya waktu itu saya obyektif ya, dengan rencana bisnis yang benar waktu itu dan sanggup bayar 'cash'," jelasnya.

Lahan hutan industri seluas 220.000 hektar di Tanjung Redeb, Kalimantan Timur tersebut merupakan tanah hasil sitaan kredit macet di Bank Mandiri. Sehingga, JK sempat memerintahkan kepada Agus Martowardojo yang menjabat sebagai Dirut Bank Mandiri saat itu, untuk menyerahkan lahan tersebut kepada pengusaha pribumi yang ingin membeli.

"Saya bilang (ke Agus Martowardojo) 'ini ada jenderal yang menjadi pengusaha'. Saya kasih tahu Agus, saya telepon Agus, 'Agus, kasih ini tapi 'cash', tidak boleh ngutang lagi," katanya.

JK pun mengatakan proses pembelian lahan oleh Prabowo saat itu pun tidak menyalahi aturan dan sudah sesuai dengan undang-undang. Pembelian lahan itu pun lebih baik dimiliki oleh Prabowo, sebagai pengusaha Indonesia, daripada oleh pengusaha asing, karena saat itu ada dua pengusaha dari Singapura dan Malaysia yang tertarik memiliki lahan tersebut.

"Ada orang Singapura mau beli waktu itu, pengusaha Singapura dan Malaysia. Lebih baik dia (Prabowo) daripada perusahaan asing (yang beli) waktu itu. Tapi itu sesuai aturan yang ada, bayar 'cash' di Mandiri dan saya tidak ijinkan kalau itu tidak 'cash'. Saya yang putuskan," ujarnya.