Brilio.net - Kemenangan Timnas Indonesia atas China dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 tak hanya disambut suka cita oleh masyarakat, tetapi juga membawa kejutan dari Presiden RI Prabowo Subianto. Seluruh pemain dan ofisial Timnas dipanggil langsung ke kediaman Presiden di Kertanegara, Jakarta Selatan, dan masing-masing diberi hadiah jam tangan mewah bermerek Rolex.

Pemberian hadiah tersebut terungkap dari unggahan Instagram Story milik pemain Timnas, Justin Hubner. Aksi itu pun langsung menyedot perhatian publik, tak terkecuali dari mantan atlet wushu nasional, Lindswell Kwok, yang turut menyuarakan pendapatnya.

Sebagai peraih medali emas Asian Games 2018, Lindswell Kwok yang lekat dengan sebutan 'ratu wushu' menyoroti adanya perlakuan yang tidak setara dari pemerintah terhadap cabang olahraga lain selain sepak bola. Ia menyampaikan kritik tajam soal kesenjangan perhatian dan fasilitas yang diberikan negara terhadap para atlet di berbagai cabang olahraga.

Melalui unggahan di Instagram Story, Lindswell menyampaikan kekecewaannya atas ketidakadilan tersebut. Ia merasa pemerintah cenderung berat sebelah dalam memberikan apresiasi terhadap prestasi atlet di Tanah Air.

Ia menyebut bahwa prestasi sejatinya diukur dari pencapaian, bukan dari popularitas atau banyaknya penggemar suatu cabang olahraga. Menurutnya, hadiah jam tangan mewah dari Presiden hanyalah satu dari sekian banyak keistimewaan yang selalu jatuh pada tim sepak bola.

Lindswell Kwok kuak kesenjangan apresiasi atlet Indonesia  © 2025 Instagram

foto: Instagram/@lindswell_k

"Kesenjangan atlit. Tentu bangga dgn prestasi sejawat. Tapi sudah adil belum pemerintah dalam memfasilitasi atlit2nya? Karena cabang olahraga nya banyak peminat, lbh terkenal?" ungkap Lindswell Kwok dikutip brilio.net dari Instagram @lindswell_k pada Senin (9/6).

Ia menambahkan bahwa kritiknya tidak ditujukan pada para atlet yang menerima apresiasi, melainkan pada sikap pemerintah yang dianggap tidak adil dalam memberi perhatian. Lindswell menilai permasalahan utama justru ada pada sistem fasilitasi yang tidak merata.

"Lantas bukankya prestasi itu dinilai dari pencapaian? Yang dikritik disini bukunya sang atlit. TAPI PERAN PEMERINTAH DALAM HAL FASILITAS ATLIT," imbuhnya lebih lanjut.

Tak hanya menyoroti hal itu, Lindswell juga mengungkap kondisi yang dialami para atlet junior wushu yang tengah dipersiapkan untuk Youth Olympic Games 2026. Ia menyayangkan kebijakan pemulangan atlet-atlet muda ini yang disebut-sebut karena alasan efisiensi anggaran.

Menurutnya, pelatnas yang sudah dijalani selama delapan bulan bukanlah hal yang kecil, apalagi para atlet ini masih berstatus pelajar yang harus mengorbankan waktu sekolah demi latihan. Namun semua upaya itu seolah tidak dianggap penting ketika akhirnya mereka dipulangkan begitu saja secara daring.

"EFISIENSI. Atlit wushu Junior yang kemenpora siapkan untuk YOUTH OLIMPIC GAMES 2026 juga kena dampaknya. Siapa yg mengumpulkan atlit2 ini? Ya kemenpora. Mereka masi anak2. Tentu bangga dan banyak manfaat yg sudah mereka dapat dlm 8 bulan masa pelatnas TAPI LANTAS APA BOLEH DIPULANGKAN VIA ZOOM DIMINGGUYANG SAMA DENGAN ALASAN EFISIENSI?" tulisnya tampak geram.

Lindswell Kwok kuak kesenjangan apresiasi atlet Indonesia  © 2025 Instagram

foto: Instagram/@lindswell_k

Lindswell menegaskan bahwa kritiknya bukan lahir dari rasa iri terhadap apresiasi yang diterima rekan-rekan atlet sepak bola. Ia hanya ingin menyoroti ketimpangan perlakuan yang diberikan pemerintah di tengah kondisi efisiensi anggaran yang sedang digaungkan.

Menurutnya, sorotan seharusnya diarahkan pada bagaimana negara memperlakukan cabang olahraga yang kurang populer namun tetap berprestasi. Ia merasa ada ketidakadilan dalam penyaluran dukungan dan perhatian dari pemerintah.

"Bukan karena sejawat kita dpt apresiasi lalu kita kepanasan. BUKAN tapi lihat dulu siapa yg kasih PRESIDEN DI MASA EFISIENSI di mana cabor lain dicuekin cabor yg terkenal dan byk peminat diperhatikan," ungkapnya.

"Dan ini kritik untuk pemerintah. Buka ajang untuk berdebat sesama rakyat. Tidak ada yang gunanya kita berdebat sesama rakyat. Tapi ini berguna kalau pemerintah koreksi diri dan sistem," ujarnya.

Sebagai penutup, Lindswell menyentil publik yang membela ketimpangan hanya karena rasa suka terhadap olahraga tertentu. Ia menyebut bahwa sikap permisif terhadap ketidakadilan justru akan makin memperburuk kinerja pemerintah dalam mengelola sektor olahraga secara menyeluruh.

Ia pun mengungkap fakta lain yang mungkin belum banyak diketahui masyarakat luas, yakni tentang biaya yang dikeluarkan untuk proses naturalisasi atlet sepak bola dibanding dengan gaji pelatih atau atlet lokal. Hal ini menurutnya menggambarkan ketimpangan yang semakin nyata.

"Kalau karena fans lalu kalian pro dengan ketidakadilan. Maka kalian juga ikut membantu pemerintah menjadi semakin terpuruk kinerjanya yang kita harapkan adalah kemajuan disegala sektor segala bidang. BTW kalian ga tau kannnn berapa biaya untuk naturalisasi atlit dan berapa gaji pelatih dan atlit indo? The real kesenjangan atlit," pungkasnya.