Bonus Hari Raya (BHR) yang ditunggu-tunggu oleh para mitra pengemudi ojek online (ojol) ternyata tidak sesuai harapan. Sejumlah pengemudi berencana untuk menggeruduk Posko Pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) Kementerian Ketenagakerjaan sebagai bentuk protes.

Data dari beberapa asosiasi menunjukkan bahwa pembayaran BHR yang diterima hanya berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per orang. Angka ini jelas jauh lebih rendah dari ketentuan yang seharusnya.

Merujuk pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan yang dikeluarkan beberapa waktu lalu, besaran BHR seharusnya adalah 20 persen dari rata-rata pendapatan bulanan selama satu tahun terakhir. Selain itu, ada kriteria keaktifan mitra ojol yang diatur oleh aplikator.

Ketua Serikat Pekerja Angkuta Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengungkapkan, "Nilai ini jelas jauh dari informasi yang diterima Presiden bahwa platform akan memberikan THR ojol sebesar Rp 1 juta bagi setiap pekerjanya," dalam keterangannya.

BHR cuma Rp50.000

Menanggapi keluhan dari para pengemudi ojol, SPAI berencana untuk menggeruduk Posko THR Kemnaker. Mereka menilai pembayaran BHR yang hanya Rp 50.000-100.000 adalah tindakan yang tidak manusiawi.

"Kami menyerukan kepada seluruh pengemudi ojol, taksol, dan kurir untuk datang bersama-sama ke Kementerian Ketenagakerjaan untuk membuat pengaduan massal ke Posko THR, karena kami menolak THR ojol yang tidak manusiawi," tegasnya.

Rencananya, para mitra ojol akan mendatangi posko THR Kemnaker di Jakarta pada Selasa, 25 Maret 2025 pukul 10.00 WIB.

Lapor ke Wamenaker

 

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono, mengaku telah menyampaikan keluhannya kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer. Dia mengeluhkan besaran BHR yang diterima oleh mitra pengemudi.

"Asosiasi juga telah melaporkan melalui komunikasi pribadi kepada Wamenaker bahwa sebagian besar ojol hanya menerima Rp 50 ribu saja, yang tidak sesuai dengan SE Menaker mengenai BHR Online 2025," ujarnya.

"Wamenaker menerima laporan kami dan menyarankan agar para ojol yang menerima BHR tidak sesuai SE Menaker untuk membuat pengaduan ke Posko THR Kementerian Tenaga Kerja," tambahnya.

Rencana unjuk rasa usai Lebaran

Igun merencanakan aksi unjuk rasa setelah Lebaran Idul Fitri mendatang. Namun, fokusnya tidak hanya pada BHR. Pertama, Asosiasi Garda Indonesia meminta pemerintah memberikan payung hukum bagi ojek online.

Kedua, mereka meminta pemerintah untuk merevisi biaya potongan aplikasi maksimal 10 persen dan memberikan sanksi bagi pelanggar.

Ketiga, mereka juga meminta pemerintah menertibkan tarif ojol sesuai regulasi dan memaksa pihak aplikator untuk menghapus skema aceng, slot, double order, hub, dan lainnya.

"Yang merugikan ojol adalah tarif tersebut yang berada di bawah regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah sendiri, dan kami juga meminta sanksi tegas bagi aplikator yang melanggar regulasi," tegas Igun.