Brilio.net - Kabar soal daya tampung penjara yang melebihi kapasitas di Jawa Barat memicu penyimpangan seksual menjadi perbincangan publik. Merujuk data Kemenkumham Kanwil Jabar di wilayah Jawa Barat menyebutkan, terdapat 40 unit pelayanan teknis (UPT) pemasyarakatan yang terdiri dari 32 lapas dan rutan, satu LPKA, empat bapas, dan tiga rupbasan.

Sementara, ada 23.861 orang yangmendekam di rutan dan lapas. Mereka terdiri dari 4.587 tahanan dan berstatus napi sebanyak 19.274 orang.

Kepala Kanwil Kemenkumham Jabar, Liberti Sitinjak mengakui, daya tampung setiap sel sudah tidak ideal. Dampaknya ke orientasi seksual napi.

"Dampaknya munculnya homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti usai acara pembekalan terhadap petugas di SOR Arcamanik, Kota Bandung dikutip dari liputan6.com, Selasa (9/7).

"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimana seseorang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kan kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada," lanjut dia.

Tak lama ini ada pengungkapan mengenai narapidana yang menyukai sesama jenis. Hal ini lantaran jumlah warga binaan yang melebihi kapasitas rutan serta lembaga pemasyarakatan menyebabkan penyimpangan orientasi seksual sejumlah napi dan tahanan. Penyimpangan ini disebabkan oleh kebutuhan biologisnya yang tak tersalurkan.

Kasus tersebut membuat salah satu pakar hukum angkat bicara. Pakar hukum Margarito menurutnya, jika hal ini terjadi maka mereka yang ditemukan berperilaku menyimpang harus diobati.

"Itu penyimpangan kok, orang gay kan penyimpangan. Mana ada orang laki-laki dengan laki-laki 'baku hantam'", kata Margarito dihubungi liputan6.com, Jakarta (9/7).

Menurut pengajar Universitas Khairun Ternate itu, alasan yang membuat mereka menjadi penyuka sesama jenis karena lapas yang melebihi kapasitas kurang beralasan.

"Kalau gara-gara itu, kenapa di luar lapas ada gay, bagaimana anda menjelaskan?" tanyanya.

"Itu kan acara agar gay-gay ini bisa diterima dalam sistem hukum kita kan. Kan ada wacana agar LGBT itu diakui dalam republik ini. Ini kan cara bertahan agar mendapatkan pengakuan besar itu," tegas Margarito.

Dengan adanya kasus ini maka Margarito setuju jika dibuatkan bilik asmara bagi napi yang sudah memiliki suami atau istri. Tapi ia dengan tegas menolak kala bilik asmara itu diperuntukkan untuk memfasilitasi hubungan penyuka sesama jenis.

"Bilik asmara itu udah lama itu. Sejak tahun 1990-an. Saya tidak tahu apakah sudah diterapkan atau belum. Tapi kalau bilik asmara itu disediakan untuk laki-laki dengan laki-laki saya tidak setuju, mana ada itu. Itu orang sakit diobati," tegas Margarito.