Brilio.net - Lanjutan sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali digelar pada Senin (13/2). Hadir mendampingi sebagai kuasa hukum adalah I Wayan Sudirta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) rencananya menghadirkan empat ahli antara lain ahli Agama Islam Muhammad Amin Suma, ahli Bahasa Indonesia Mahyuni dan dua ahli hukum pidana masing-masing Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan.

Dalam keterangannya, Mahyuni menyatakan, bahwa tidak ada perbedaan antara menggunakan kata "pakai" atau tidak terkait pernyataan Ahok ketika menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu.

"Itu sama saja, karena kata 'pakai' adalah kata pasif yang tidak akan mengubah kalimat apabila disertakan atau tidak disertakan dalam kalimat," kata Mahyuni di Auditorium Kementerian Pertanian Jakarta.

Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam pidato Ahok tersebut terdapat unsur pelecehan terhadap Surat Al-Maidah ayat 51, yaitu menganggapnya sebagai alat untuk membohongi.

"Kata bohong itu sendiri sebelum melihat konteks kalimatnya sudah negatif sehingga jika ada hal yang tidak kompeten sebaiknya jangan diucapkan," tambah Mahyuni.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

Pasal 156 KUHP menyatakan, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun penjara atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Maksud kata golongan dalam pasal ini berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara itu menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.