Brilio.net - Nasib Hotel Tugu kini terbilang malang. Banyak dari kalangan masyarakat ingin melestarikan keberadaan bangunan bekas Hotel Tugu di ujung Jalan Margo Utomo bagian selatan, Yogyakarta ini. Hal itu tidak berlebihan. Sebab bangunan yang berada di depan Stasiun Tugu ini sangat bernilai dan salah satu dari sekian banyak bagian perjalanan sejarah Yogyakarta.

Di balik pagar seng tinggi, bangunan bekas hotel tersebut setidaknya masih berdiri dengan kedua menara kecil yang kemuncaknya masih terpasang sirene. Entah bagaimana keadaan di dalamnya saat ini. Keadaannya sungguh berbanding terbalik ketika hotel bergaya arsitektur Dutch Revival itu masih menjadi hotel terbaik di Yogyakarta pada masa kolonial.

Hotel Tugu didirikan pada awal abad ke-20, bersamaan dengan pembangunan Stasiun Tugu pada tahun 1880 silam. Hotel Tugu dan Stasiun Tugu merupakan saksi peristiwa revolusi Indonesia, terutama saat ibu kota RI hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Ketika itu, mobilisasi pejabat banyak menggunakan kereta api dan bertahan di Hotel Tugu sebelum ke Gedung Agung.

Riwayat Hotel Tugu © 2019 brilio.net

foto: Instagram/@info_budaya - Potret Hotel Tugu MasaLampau



Kehadiran keduanya juga diiringi dengan perkembangan pertokoan yang ada di sepanjang jalan poros Tugu Pal Putih hingga Titik Nol Kilometer. Tak hanya sebagai saksi sejarah, salah satu hotel tertua di Yogyakarta itu dikenal sebagai hotel terbaik pada masanya, yakni sekitar tahun 1920-an. Dalam laporan yang tertulis di surat kabar Mooi Jogjakarta, bangunan ini diiklankan menjadi hotel terbaik sebagai tempat untuk beristirahat kala itu.

Riwayat Hotel Tugu © 2019 brilio.net

foto: Instagram/@info_budaya - Flyer Hotel Tugu dengan ejaan bahasa Indonesia lama



Salah satu pelayanan terbaik yang pernah dimiliki hotel ini adalah restorannya. Seperti diketahui, pada tahun 1930 Hotel Tugu difungsikan sebagai restoran yang melayani orang-orang asing yang singgah di Jogja. Hotel bersejarah tersebut juga menerima pelanggan pribumi dari kalangan keluarga Keraton Yogyakarta.

Pada mulanya, hotel ini bernama Loose Gennotschap Marba. Sultan Hamengkubuwono VIII konon pernah takut diracun oleh kalangan dalam keraton, maka ia memerintahkan agar makanan yang disantap harus dimasak dari restoran hotel tersebut. Makanan yang dimasak untuk Sultan itu dibawa dengan wadah tertutup.

Namun bukan itulah kisah terhebat dari hotel ini. Pada tahun 1949, Hotel Tugu dipakai rapat antara Indonesia dengan Committee of Good Offices for Indonesia (Komisi Tiga Negara beranggotakan Australia, Belgia dan Amerika Serikat) untuk melakukan persiapan Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Masih di tahun sama, kisah terhebat itu terjadi pada tanggal 1 Maret 1949 salah satu tanggal yang selalu diingat sejarah republik ini selain tanggal 17 Agustus 1945.

Riwayat Hotel Tugu © 2019 brilio.net

foto: Instagram/@cagarbudayaid - Potret lawas Hotel Tugu tahun 1962



Hari itu adalah saat ketika republik ini berusaha menunjukkan eksistensinya di hadapan dunia setelah dicederai oleh Agresi Militer Belanda II dengan melancarkan serangan umum. Hotel ini menjadi salah satu sasaran utama para pejuang kala itu. Pasalnya, hotel tersebut menjadi markas Belanda atau hotel tentara di bawah pimpinan Letnan Kolonel D.B.A Van Langen. Sirene yang terpasang di puncak menara hotel dijadikan tanda serangan udara dan jam malam sekaligus sebagai tanda dimulainya Serangan Umum 1 Maret.

Dilihat dari bentuk dan ukurannya, Hotel Tugu merupakan salah satu penanda ruang (landmark). Bangunan ini terdiri atas bangunan induk yang diapit dua bangunan pendukung. Ketiga bangunan berdenah persegi panjang, menghadap ke barat. Hotel Tugu memiliki ciri-ciri antara lain: bangunan induk pada sisi rumah bagian depan (fasad) dihias dengan balok bersusun yang simetris (stepped gable). Ciri-ciri lain yang menonjol dari Hotel Tugu yaitu ukuran pintu dan jendela yang besar dan punya plafon tinggi agar pencahayaan serta sirkulasi udara cukup baik.

Riwayat Hotel Tugu © 2019 brilio.net

foto: Farika Maula/Brilio.net



Seiring dengan berjalannya waktu, bangunan hotel tersebut juga pernah digunakan menjadi kantor dan Kedaung Plaza. Namun hotel cantik yang menjadi saksi heroism anak bangsa ini sekarang ditelantarkan begitu saja dan terkesan dibiarkan roboh perlahan agar dapat dibangun dengan bangunan baru.

Terasa ironis manakala hotel-hotel mulai menjamur di Kota Yogyakarta, nasib salah satu hotel tertuanya justru memprihatinkan. Hotel yang terkesan terbengkalai tersebut kini dimiliki dan dikelola oleh H Probosutedjo, adik kandung Presiden RI kedua Soeharto.

--

Bangunan Hotel Tugu kini tak terawat

Mangkraknya bangunan bersejarah tersebut juga dirasakan oleh para tukang parkir yang sering mangkal di sekitarnya. Kasmadi misalnya, pria 75 tahun ini menjadi saksi bahwa salah satu hotel tertua ini pernah menjadi tempat wisata. Dirinya pun mengaku bisa mendapatkan penghasilan dari berjaga di kawasan tersebut. Dulunya ia bisa mengumpulkan uang sekitar Rp 10.000 hingga Rp 50.000 per hari. Ia mulai berjaga menjadi tukang parker di sekitar Hotel Tugu sekitar tahun 2000-an awal hingga sekarang.

Riwayat Hotel Tugu © 2019 brilio.net

foto: Farika Maula/Brilio.net



Kasmadi juga mengamini bahwa Hotel Tugu memang sudah lama mangkrak kurang lebih 14 tahun. Ia terakhir berjaga di sekitarnya pada tahun 2005 silam. Sejak saat itu tidak ditemukan aktivitas apapun.

"Udah nggak pernah lagi saya jaga di situ. Sekarang sudah sepi. Banyak rumput, nggak ada yang masuk juga. Apalagi ditambah ada seng di situ," kata Kasmadi ketika berbincang santai dengan brilio.net beberapa waktu lalu.

Tak hanya Kasmadi, Sujarwo (68), tukang becak yang juga biasa mangkal di depan Hotel Tugu sangat menyayangkan jika bangunan sebagus itu yang menjadi saksi sejarah kini tidak terawat bahkan dibiarkan roboh di sebagian atapnya. Ia yang sudah 6 tahun belakangan mangkal di depan bangunan ini mengaku tidak pernah melihat ada petugas yang melakukan pengecekan atau bahkan melakukan perawatan di bangunan yang masuk dalam cagar budaya ini.

"Setahu saya tidak terawat. Eman kan, kalau dikasih ke saya ya mau, soalnya memang bagus bangunannya. Kalau selama saya di sini belum pernah melihat ada petugas yang melakukan perawatan. Bahkan dulu pernah ada yang roboh di bagian atapnya," ujar Sujarwo.

Ia pun menyayangkan jika bangunan semegah itu dibiarkan terbengkalai bahkan dikelilingi banyak tumbuhan lebat. Sujarwo menerangkan jika seandainya bangunan tersebut dibuat menjadi museum atau yang lainnya justru akan bisa menjadi ikon, di mana bangunan tersebut tepat berada di tengah kota.

--

Hotel Tugu dalam pemeliharaan pemerintah

Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB) DIY, Wiwit Kasiyati menjelaskan bahwa saat ini Hotel Tugu sedang dalam tahap perawatan. Ia pun berharap jika nantinya Hotel Tugu tersebut bisa difungsikan lagi sebagai tempat pariwisata.

"Ya untuk kegiatan kita nggak ada. Namun saat ini bangunan bersejarah itu menjadi salah satu fokus kami dalam pemeliharaan. Ya semoga nantinya bisa dibangun, dibaguskan lagi untuk tempoat wisata di Jogja," ujar Wiwit Kasiyati saat dihubungi brilio.net via telepon belum lama ini.

Wiwit mengamini bahwa bangunan tersebut memang sudah lama tidak terawat dan banyak atapnya yang bocor bahkan ada yang sempat roboh. Untuk perawatan, Wiwit menjelaskan jika tidak semua cagar budaya perawatan harus dari pemerintah. Wiwit pun mengatakan bahwa BPCB juga sudah diminta tolong untuk membersihkan bangunan tersebut

Ia mengatakan jika sang pemilik masih ada, maka pemilik harus melakukan perawatan. Namun, jika dari pemilik membutuhkan fasilitas untuk konsultasi dan yang lainnya, dari pemerintah siap untuk membantu.

"Perawatan tidak semua harus pemerintah. Karena kalau ada pemilik, ya pemilik harus melakukan perawatan. Kita dari pemerintah memberikan fasilitas untuk konsultasi dan mengatur regulasi. Untuk para pemilik harus melakukan sendiri," ujarnya.

Riwayat Hotel Tugu © 2019 brilio.net

foto: Farika Maula/Brilio.net



Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor PM.25/PW.007/MKP/2007 tentang Penetapan Situs dan Bangunan Tinggalan Sejarah dan Purbakala yang Berlokasi di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Benda Cagar Budaya, Situs, atau Kawasan Cagar Budaya yang dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992, Hotel Tugu ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya seluas 2.395 meter persegi.

Namun pada tahun 2004 terjadi pembongkaran bagian belakang bangunan induk dan bangunan di sisi selatan untuk bangunan baru sehingga luasnya menjadi 1.527,63 meter persegi. Hal ini menyebabkan adanya permohonan revisi peraturan terkait luas area Hotel Tugu yang tercantum dalam surat Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman kepada Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 712/srt/Dir.PCBM/Bud/IV/2013 tgl 1 April 2013 perihal ralat Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.25/PW.007/MKP/2007.