Setelah bebas dari penjara, Rasnal, seorang guru di SMA Negeri 1 Luwu Utara, menghadapi kenyataan pahit: gajinya tidak dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat yang diadakan oleh Komisi E DPRD Sulsel pada 12 November 2025, di mana Abdul Muis, rekan kerjanya, menjelaskan situasi tersebut.

Rasnal, yang dibebaskan pada 29 Agustus 2024, kembali aktif mengajar pada 1 September 2024. Namun, gajinya terhenti pada 1 Oktober 2024, meskipun dia tetap berkomitmen untuk mengajar demi anak didiknya sampai SK pemecatan diterbitkan oleh Gubernur Sulsel.

“Pak Rasnal itu kasihan, sudah 1 tahun 3 bulan tidak terima gaji setelah keluar dari penjara. Sebelumnya, selama menjalani hukuman, gajinya masih aman,” ungkap Muis.

Data yang diterima menunjukkan bahwa Gubernur Andi Sudirman Sulaiman mengeluarkan dua SK resmi untuk memecat Rasnal dan Abdul Muis setelah mereka dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung.

SK pemecatan Rasnal tercantum dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 800.1.6.2/3973/BKD tertanggal 21 Agustus 2025, sedangkan Abdul Muis tercantum dalam SK Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tertanggal 14 Oktober 2025.

Abdul Muis juga menyatakan kekhawatirannya mengenai gaji di masa depan setelah SK pemecatan diterbitkan. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sulsel, Fauzi Andi Wawo, menyayangkan situasi ini dan meminta pemerintah untuk menyelesaikan tunggakan gaji Rasnal.

“DPRD Provinsi mengeluarkan rekomendasi untuk merehabilitasi nama baik kedua guru ini dan mengembalikan hak-hak mereka, termasuk hak keuangan,” tegasnya.

Kronologi Kasus Pemecatan Guru di Luwu Utara

Kasus ini bermula pada tahun 2018 ketika Rasnal menjabat sebagai Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara. Dia menemukan bahwa sejumlah guru honorer belum menerima gaji selama 10 bulan. Untuk mengatasi masalah tersebut, Rasnal mengadakan rapat dengan guru dan Komite Sekolah, dan disepakati adanya iuran sukarela dari orang tua siswa sebesar Rp 20 ribu per bulan.

Program ini berjalan lancar selama tiga tahun, namun masalah muncul pada 2020 ketika sebuah LSM meminta pemeriksaan dana Komite. Setelah laporan tersebut, polisi menetapkan Rasnal dan Abdul Muis sebagai tersangka. Meskipun berkas perkara sempat ditolak oleh kejaksaan, penyidik melibatkan Inspektorat Kabupaten Luwu Utara, yang seharusnya bukan kewenangannya.

Hasil pemeriksaan Inspektorat menyebutkan adanya kerugian negara dan pungutan liar, sehingga kasus ini dilimpahkan ke kejaksaan. Pada Desember 2022, keduanya dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tipikor Makassar, namun Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman satu tahun dua bulan penjara kepada mereka. Setelah menjalani hukuman, mereka diberhentikan tidak hormat sebagai aparatur sipil negara.