Brilio.net - Film animasi Merah Putih: One For All tengah menjadi sorotan publik. Sejak trailer perdananya dirilis, berbagai kritik hingga tudingan miring bermunculan.

Mulai dari dugaan pembelian karakter di marketplace hingga isu dana produksi fantastis Rp6,7 miliar, film ini tak lepas dari perdebatan. Isu lain seperti kualitas visual, penggunaan senjata, hingga peran voice actor juga menambah panjang daftar kontroversi.

Pihak produksi telah memberikan klarifikasi secara terbuka untuk menanggapi isu-isu tersebut. Namun, publik masih ramai memperbincangkan film yang sebenarnya diniatkan untuk mengusung semangat nasionalisme ini.

Berikut brilio.net himpun kontroversi film Merah Putih: One For All dari berbagai sumber pada Sabtu (16/8).

1. Kritik kualitas visual film.

Kontroversi film Merah Putih One for All © 2025 brilio.net

foto: YouTube/Historika Film

Sejak trailer dirilis, banyak warganet yang menilai kualitas animasi film ini buruk. Kritikan semakin ramai ketika ada isu dana besar yang dikaitkan dengan hasil visual.

Endiarto akhirnya memberikan penjelasan. Ia menyebut tampilan visual yang sederhana memang pilihan artistik yang disesuaikan dengan target penonton anak-anak.

"Saya tahu, jadi banyak suara-suara di luar sana, 'Kualitasnya buruk, nggak layak'. Saya tegaskan, kami tadi bicara, kami memilih film ini dengan segmen yang kita tentukan," ujarnya, dikutip dari KapanLagi, Sabtu (16/8).

2. Isu dana Rp6,7 miliar.

Kontroversi film Merah Putih One for All © 2025 brilio.net

foto: KapanLagi.com/Fikri Alfi Rosyadi

Film ini juga diterpa isu anggaran fantastis yang kabarnya mencapai Rp6,7 miliar. Gosip tersebut cepat menyebar dan memicu kritik pedas warganet.

Endiarto membantah tegas isu itu dan mengatakan dana sebesar itu tidak pernah ada. "Kalau ada (dana Rp6,7 Miliar), saya enggak akan, hari ini bisa tayang 400 layar," jelasnya.

3. Pemerintah tidak ikut mendanai.

Kontroversi film Merah Putih One for All © 2025 brilio.net

foto: KapanLagi.com/Fikri Alfi Rosyadi

Selain isu dana Rp6,7 miliar, publik juga mempertanyakan apakah film ini mendapat dukungan dari pemerintah. Spekulasi muncul karena film membawa tema nasionalisme yang biasanya melibatkan pihak negara.

Endiarto menegaskan bahwa proyek ini sepenuhnya dibiayai pihak swasta. "Jadi enggak ada pemerintah di sini, enggak ada. Jadi jangan dikaitkan bahwa ini dananya dari pemerintah. Enggak ada sama sekali," ucapnya.

4. Tudingan karakter hasil beli di marketplace.

Kontroversi film Merah Putih One for All © 2025 brilio.net

foto: YouTube/Historika Film

Isu pertama yang mencuat adalah dugaan bahwa karakter dalam film ini tidak orisinal dan dibeli dari marketplace. Publik menuding bahwa desain tokoh tidak dibuat dari nol, melainkan memanfaatkan karakter jadi.

Endiarto selaku produser eksekutif membantah keras tudingan itu. Ia menjelaskan bahwa konsep delapan karakter utama dibuat dari nol oleh tim penulis skenario, lalu dikembangkan ke tahap visualisasi.

"Jadi kalau dikatakan itu karakternya beli, kita karakter itu kita tentukan itu sudah. Karakternya Nara begini, kita bedah itu," jelas Endiarto.

5. Kritik soal adegan gudang senjata.

Kontroversi film Merah Putih One for All © 2025 brilio.net

foto: YouTube/Historika Film

Publik juga mempersoalkan kemunculan senjata api seperti AK-47 dalam trailer film yang ditujukan untuk anak-anak. Adegan gudang senjata dianggap tidak pantas muncul dalam film yang mengangkat semangat kebangsaan.

Menjawab hal ini, Endiarto menjelaskan bahwa lokasi tersebut hanyalah miniatur gudang balai desa. Properti senjata dimaksud sebenarnya digunakan untuk memerankan tokoh tentara Belanda dalam perayaan 17 Agustus.

6. Gagal tayang di Cinepolis, terbatas di Cinema XXI.

Kontroversi film Merah Putih One for All © 2025 brilio.net

foto: YouTube/Historika Film

Nasib kurang beruntung dialami film animasi Merah Putih One For All. Film yang awalnya dijadwalkan untuk menyambut momen kemerdekaan itu justru batal tayang di seluruh jaringan Cinepolis Indonesia.

Kabar tersebut diumumkan langsung lewat akun resmi Cinepolis pada Kamis (14/8) dan langsung viral di media sosial. “Film Merah Putih: One For All, yang sebelumnya dijadwalkan tayang untuk menyambut momen kemerdekaan, resmi tidak jadi ditayangkan di seluruh jaringan Cinépolis Indonesia,” tulis pihak Cinepolis.

Meski begitu, film ini tetap bisa disaksikan di jaringan Cinema XXI. Namun jumlah jam pertunjukan yang diberikan sangat terbatas.

Di Jakarta misalnya, film animasi ini hanya tayang di Cinema XXI Puri, Kelapa Gading, dan Kemang Village. Kondisi ini membuat sebagian penonton kesulitan mencari jadwal yang pas untuk menontonnya di layar lebar.

7. Voice actor merasa dirugikan.

Kontroversi film Merah Putih One for All © 2025 brilio.net

foto: TikTok/@panggilajabillie

Salah satu pengisi suara film ini juga buka suara melalui akun TikTok pribadinya, @panggilajabillie. Ia mengaku hanya bertugas sebagai voice actor, dibayar per jam, tanpa terlibat dalam desain karakter.

Ia kaget namanya tercantum sebagai character designer dalam kredit film.

"Saya cuma ngisi suara tersebut dan dibayar per jam. Nama aku ikutan jelek guys, mana di situ nama aku ditulis sebagai karakter desainer, padahal yang sebenarnya aku cuma sebagai voice aktornya doang dan bayarannya pun nggak sesuai kalau menurutku," ujarnya.