Brilio.net - Dalam Sidang Umum PBB, isu terkait pelanggaran HAM di Papua kembali disoroti oleh PM Vanuatu, Bob Loughman. Momen yang terjadi pada Minggu, (26/9), bukanlah kali pertama.

Namun, tuduhan tersebut dibantah diplomat Indonesia, Sindy Nur Fitri. Dalam kesempatan itu, Sindy menyampaikan rasa heran lantaran Vanuatu beberapa kali menyampaikan tuduhan tersebut.

Sedangkan, Vanuatu diketahui hanya diam ketika sejumlah warga, tenaga kesehatan, dan aparat diserang kelompok teroris di Papua. "Ketika ada sejumlah pekerja konstruksi yang dibunuh secara brutal, mengapa Vanuatu memilih untuk diam?," ujar Sindy dengan tegas dalam sidang PBB.

Cuplikan pernyataan Sindy pun ramai tersebar di media sosial. Tak sedikit yang memberikan apresiasi terhadap ketegasannya dalam menangkis tuduhan Vanuatu.

Simak profil Sindy Nur Fitri, diplomat Indonesia yang berhasil menangkis tuduhan Vanuatu. Berikut ulasan brilio.net dari akun LinkedIn Sindy dan berbagai sumber, Senin (27/9).

1. Sindy Nur Fitri telah bergabung sebagai diplomat di Kemlu sejak 2014. Ia berkesempatan menjadi staf magang di Kedutaan RI di New Delhi India dan Desk Uni Eropa.

Sosok Sindy Nur Fitri © YouTube

foto: YouTube/MoFA Indonesia

2. Sindy tercatat telah mengenyam pendidikan di Universitas Gadjah Mada, Chevening Scholarships, dan The University of Edinburgh.

Sosok Sindy Nur Fitri © YouTube

foto: YouTube/MoFA Indonesia

3. Ia juga pernah dipercaya mengemban tugas di bagian Kerja Sama Sektoral di Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang pada 2015-2017.

Sosok Sindy Nur Fitri © YouTube

foto: YouTube/MoFA Indonesia

4. Karena kemampuannya, Sindy berhasil menjadi Sekretaris Ketiga di Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral untuk Desk Officer Developing Eight, OCI, NAM, dan G-77. Ia pun ditunjuk sebagai Sekretaris Ketiga Perwakilan Tetap RI New York.

Sosok Sindy Nur Fitri © YouTube

foto: YouTube/MoFA Indonesia

5. Dalam sidang umum PBB kemarin, Sindy memberikan bantahan tajam kepada Vanuatu terkait tuduhan pelanggaran HAM di Papua. "Kenyataannya Vanuatu justru membela separatisme dengan kedok keprihatinan HAM yang dibuat-buat. Apakah ini pemahaman Vanuatu mengenai HAM?," begitu ujarnya.