Brilio.net - Menjelang Pilkada DKI putaran kedua masayarakt muslim mulai digempur tentang polemik tentang boleh tidaknya memilih pemimpin non-muslim. Bahkan yang paling membingungkan adalah maraknya spanduk yang melarang menyolatkan jenazah sesama muslim yang mendukung pemimpin non-Muslim.

Tak ingin kasus agama diaduk dalam politik berlarut-larut, sekitar 100 kiai muda Nahdlatul Ulama (NU) menggelar forum bahtsul masail atau forum diskusi keagamaan untuk memutuskan apakah seorang Muslim diperbolehkan memilih pemimpin non-Muslim atau tidak dengan teman "Kepemimpinan Non-Muslim di Indonesia". Dalam forum yang dihelat sejak Sabtu (11/3) hingga Minggu (12/3) tersebut berkumpul kiai muda dari berbagai pondok pesantren se-Indonesia.

Forum itu menyepakati bahwa boleh untuk memilih pemimpin yang non-Muslim. "Terpilihnya non-Muslim di dalam kontestasi politik berdasarkan konstitusi adalah sah jika seseorang non-Muslim terpilih sebagai kepala daerah," kata KH Najib Bukhori saat menyampaikan hasil bahtsul masail di Kantor Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jakarta.

KH Najib Bukhori menjelaskan bahwa terpilihnya pemimpin non-muslim untuk mengemban amanah kenegaraan adalah sah dan mengikat, baik secara konstitusi maupun secara agama. Mereka berpendapat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berdasarkan konstitusi negara, setiap warga negara boleh memilih pemimpin tanpa melihat latar belakang agama yang dianutnya.

"Seorang warga negara, dalam ranah pribadi, dapat memilih atau tidak memilih non-Muslim sebagai pemimpin formal pemerintahan," kata Najib seperti dikutip brilio.net dari Antara, Minggu (12/3). Sedangkan Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan hasil bahtsul masail itu akan disosialisasikan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Yaqut mengimbau agar umat Islam di Indonesia untuk meredakan ketegangan pada setiap kontestasi politik karena hal tersebut dapat berpotensi memecah belah umat Islam, sebagaimana terjadi di Jakarta. Kecenderungan intoleransi sesama umat Islam semakin kasat mata dan tergambar di tengah-tengah masyarakat.

"Akibat kontestasi politik di Jakarta yang makin tidak terkontrol dan cenderung ganas, bukan tidak mungkin dapat menyebar di daerah lain," katanya.

KH Abdul Ghofur Maemun Zubair sebagai perumus bahtsul masail menambahkan, pandangan sebagian kelompok untuk tidak menyalatkan jenazah lawan politik justru merupakan cerminan sikap yang tidak sesuai dengan ajaran Islam maupun nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia. So, dengan penjelasan tersebut, jangan mudah terprovokasi isu agama yang digunakan untuk kepentingan politik ya! Berbeda boleh tapi bercerai berai tidak.