Tamara dan Thinh memberikan kebebasan kepada sang anak untuk memilih kewarganegaraan. Tamara mengungkapkan jika dirinya masih bertahan dari vonis yang dijatuhkan kepadanya.

Ia dan mantan suami pun memutuskan untuk mengasuh Kay secara bergantian. Thinh dan Kay pun ternyata telah banyak berdiskusi terkait masalah kewarganegaraan.

"Tahun berjalan, saya gak kunjung "check out". "Take off" tidak terjadi bahkan "delay" hingga hari ini. Akhirnya kami membuat kesepakatan. Kami tunggu sampai Kay "punya KTP", lalu ngasuhnya gantian. Atas nama "keadilan". 4 tahun lebih tidak bisa bertemu langsung dengan pandanya, tanpa sepengetahuan saya, bapak, dan anak ini ternyata berdiskusi tentang banyak hal penting. Salah satunya adalah kesepakatan kami, kejelasan identitas bagi Kay setelah ia mencapai umur 17 tahun," tuturnya.

Tamara dan sang suami juga memberikan kebebasan bagi sang anak untuk memilih kewarganegaraan. Namun tak menyangka jika sang anak tetap ingin menjadi WNI.

"Saya dan ayahnya membebaskan Kay untuk memilih kewarganegaraan. 11 tahun hidup sendiri, saya sudah mempersiapkan diri bahwa Kay bisa diadopsi resmi oleh ayah dan keluarga barunya yang utuh. Tanpa saya tahu, jauh sebelum mencapai umur 17, Kay tetap ingin jadi WNI," ungkapnya.

Tamara kembali menikah dengan seorang pria bernama Paul Tuanakotta. Kehadiran sosok Paul pun membuat Kay semakin mantap untuk meminta diadopsi dan tetap menjadi WNI.

"Entah apa yang Tuhan lihat dari diri saya. Saya masih ada hingga hari ini, Tuhan malah mengirim Paul. itu membuat Kay mantap meminta diadopsi resmi dan tetap menjadi WNI," pungkasnya.

Setelah proses adopsi yang berjalan selama satu tahun, kini Kay telah resmi menjadi WNI dan memiliki nama Pham Mai Tjazkayaa Poetry Tuanakotta yang memiliki arti anak Pham dari seorang peri yang berpuisi. Bunga yang mekar di segala musim Putri Tuanakotta.