Brilio.net - Dewi Yull, penyanyi senior yang dikenal dengan keteguhan sikap dan perjalanan hidupnya penuh makna, kini tengah menghadapi tantangan kesehatan tak ringan. Di usia 64 tahun, ia mengalami kebutaan pada mata kanannya akibat ablasi retina yang dipicu oleh tingkat minus yang sangat tinggi.

Situasi ini tentu menjadi pukulan besar bagi dirinya, terlebih Dewi Yull selama ini dikenal sebagai sosok yang tetap aktif dan produktif di dunia hiburan. Meski hanya mengandalkan penglihatan dari satu mata, ia tetap memilih untuk bersyukur dan menjalani hidup dengan semangat yang sama seperti sebelumnya.

Pengalaman ini diakui Dewi tidak mudah. Namun, perempuan kelahiran 1961 itu menunjukkan ketegaran luar biasa dalam menghadapi keterbatasan yang kini menjadi bagian dari kesehariannya.

Dewi Yull mengungkap bahwa penglihatannya diambil Tuhan melalui mata kanan. Ia mencoba memandang kondisi ini dari sisi positif dengan tetap bersyukur atas kesehatan organ tubuh lainnya yang masih berfungsi dengan baik.

Dewi Yull alami kebutaan mata kanan © 2025 Instagram

foto: Instagram/@dewiyullofficial

"Di usia saya, Tuhan ambil, cabut penglihatan satu. Paru-paru saya bagus, jantung saya alhamdulillah bagus, jadi disyukurin aja lah. Nggak ada manusia yang sempurna, robot aja nggak sempurna," kata Dewi Yull dikutip brilio.net dari KapanLagi pada Sabtu (5/7).

Kondisi kebutaan yang dialaminya terjadi karena ablasi retina, di mana retina mata bagian kanan terlepas akibat minus yang mencapai angka ekstrem. Meski mengganggu aktivitas sehari-hari, Dewi memilih untuk tidak membiarkan hal itu membatasi dirinya.

Ia menegaskan bahwa dirinya tidak ingin terus-menerus diganggu oleh keterbatasan ini. Menurutnya, kondisi ini adalah bagian dari proses penuaan yang harus diterima dengan ikhlas.

"Sangat terganggu, tapi saya nggak mau diganggu. Karena kan ini masalah tiap manusia makin usia, saya udah mau 65, udah berjalan, jadi tiap manusia kan dikasih kekurangannya makin usia," jelasnya.

Pengalaman hidup Dewi Yull dalam menghadapi keterbatasan tak hanya ia rasakan sendiri, tapi juga dibagikan dalam konteks keluarganya. Ia menanamkan nilai bahwa setiap orang memiliki kelemahan, termasuk anggota keluarganya sendiri.

Dewi Yull alami kebutaan mata kanan © 2025 Instagram

foto: Instagram/@dewiyullofficial

Ia mengenang masa-masa saat harus menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa mereka tumbuh dalam lingkungan yang saling mendukung meski memiliki kekurangan. Ia menyebut bahwa kacamata, alat bantu dengar, dan alat bantu penglihatan bukanlah penghalang untuk merasa percaya diri.

"Oh dari kecil saya udah bilang bahwa kita itu sama-sama cacat, kita itu sama-sama punya kelemahan. Kalau nggak pakai kacamata dulu nggak bisa ngeliat, jadi Surya Sahetapy (tunarungu) sama almarhum kakaknya (Gizca) (tunarungu) tuh harus pakai alat bantu dengar. Kita sama-sama dari mereka kecil, sama-sama butuh alat bantu," ujar Dewi.

Keputusan Dewi untuk tidak menjalani operasi lasik di masa lalu rupanya bukan tanpa alasan. Ia ingin anak-anaknya melihat bahwa ibunya pun tetap percaya diri menggunakan alat bantu penglihatan, sama seperti mereka yang menggunakan alat bantu dengar.

Ia menyampaikan bahwa keputusan itu adalah bentuk dukungan secara emosional kepada anak-anaknya. Ia ingin memberi teladan bahwa menerima kekurangan adalah hal yang manusiawi dan justru memperkuat hubungan mereka sebagai keluarga.

"Saya kacamata, anak saya alat bantu dengar. Sekarang ibunya tuh dulu nggak mau dioperasi lasik karena supaya anak-anakku tetap punya percaya diri, mau memakai alat bantu. Kita sama, kita tuh manusia nggak ada yang sempurna," ucapnya.

Dewi Yull alami kebutaan mata kanan © 2025 Instagram

foto: Instagram/@dewiyullofficial

Dewi juga menceritakan bagaimana anak-anaknya bereaksi saat mengetahui dirinya mengalami kebutaan sebelah. Ia merasa bersyukur karena sejak awal telah menanamkan nilai-nilai kebahagiaan dan semangat belajar, sehingga anak-anaknya tidak merasa sedih berlebihan.

Ia ingin menunjukkan bahwa menjadi produktif di usia lanjut adalah hal yang membanggakan, bukan sesuatu yang harus ditangisi. Ia juga berusaha menularkan semangat ini kepada orang lain agar tetap belajar dan berbagi di tengah keterbatasan.

"Nggak, karena kan diyakinkan bahwa ibunya bahagia, ibunya gembira di usia seperti sekarang masih produktif, masih bisa bermanfaat. Masih bisa berbagi pengalaman, sharing pengalaman, belajar," tutur Dewi.

Baginya, belajar adalah proses yang tak akan pernah selesai, bahkan hingga akhir hayat. Dewi memandang dirinya dan semua orang sebagai murid dalam kehidupan yang terus berkembang.

Ia menekankan bahwa semangat belajar dan menerima kekurangan adalah hal yang harus terus dijaga. Respons anak-anaknya yang mendukung pun menjadi sumber kekuatan tersendiri baginya.

"Kan kita ini masyarakat, kita ini termasuk saya, kita ini semua adalah murid sepanjang hidup. Kita ini pelajar, kita ini nggak ada yang merasa udah pandai, nggak ada, kita harus belajar terus. Dan anak-anakku sangat men-support karena ibunya harus belajar. Senang,' pungkasnya.