Brilio.net - Jika kamu penggemar makanan pedas, pasti sudah tidak asing lagi dengan sensasi terbakar di lidah saat menikmati hidangan yang mengandung cabai. Perasaan panas yang menyebar di mulut ini bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi sebagian orang, tetapi menyiksa bagi yang lain. Di beberapa budaya, makanan pedas bahkan dianggap sebagai bagian dari identitas kuliner, sementara di tempat lain, makanan pedas sering dihindari karena dianggap terlalu ekstrem. Namun, apakah kamu pernah bertanya-tanya mengapa cabai bisa memberikan sensasi pedas yang begitu khas?
Dalam dunia kuliner, cabai telah menjadi bahan utama dalam berbagai masakan, mulai dari sambal khas Indonesia, kari pedas India, hingga saus salsa dari Amerika Latin. Keunikan cabai tidak hanya terletak pada rasa pedasnya, tetapi juga beragam jenis, warna, dan tingkat kepedasannya. Selain memberikan cita rasa yang khas, cabai juga diketahui memiliki berbagai manfaat kesehatan, seperti meningkatkan metabolisme dan membantu melawan infeksi. Tetapi di balik manfaatnya, ada juga pertanyaan ilmiah yang menarik: apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh kita saat kita mengonsumsi cabai?
Untuk memahami fenomena ini, kamu perlu melihatnya dari sudut pandang ilmiah. Sains telah memberikan banyak penjelasan mengenai bagaimana dan mengapa cabai bisa menghasilkan sensasi pedas. Dari peran senyawa kimia tertentu hingga reaksi fisiologis tubuh manusia terhadap kepedasan, ada banyak fakta menarik yang perlu digali lebih dalam.
Berikut ulasan lengkapnya mengenai alasan ilmiah di balik kepedasan cabai, bagaimana tubuh meresponsnya, serta berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan untuk mengungkap rahasia di balik rasa pedas ini, dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Senin (31/3)
Senyawa yang bertanggung jawab: Capsaicin
Kenapa cabai terasa pedas?
© 2025 brilio.net/freepik.com
Cabai terasa pedas karena mengandung senyawa kimia bernama capsaicin - senyawa alkaloid yang berinteraksi dengan reseptor tertentu di tubuh manusia, menyebabkan sensasi panas atau terbakar. Reseptor yang dimaksud adalah TRPV1 (Transient Receptor Potential Vanilloid 1), yang biasanya merespons panas dan luka fisik. Ketika capsaicin menyentuh lidah, reseptor ini mengirimkan sinyal ke otak yang kemudian mengartikan sensasi tersebut sebagai rasa panas.
Cara kerja capsaicin dalam tubuh
Sistem saraf manusia memiliki berbagai jenis reseptor untuk mendeteksi rangsangan lingkungan. Reseptor TRPV1 sebenarnya berfungsi sebagai sensor untuk suhu panas. Ketika terkena panas di atas 42°C, reseptor ini akan mengirimkan sinyal ke otak untuk memberi tahu bahwa sesuatu sedang membakar tubuh. Capsaicin meniru proses ini dengan mengikat reseptor TRPV1, sehingga otak menganggap kamu sedang mengalami panas meskipun tidak ada peningkatan suhu fisik yang sebenarnya.
Menariknya, capsaicin tidak melukai jaringan tubuh secara fisik, tetapi hanya mengaktifkan sistem peringatan alami tubuh. Ini menjelaskan mengapa setelah beberapa saat sensasi pedas bisa berkurang, karena reseptor mulai mengalami desensitisasi atau kehilangan sensitivitas terhadap capsaicin.
Tingkat kepedasan: skala scoville
Kepedasan cabai diukur menggunakan Skala Scoville, yang dikembangkan oleh Wilbur Scoville pada 1912. Skala ini mengukur jumlah capsaicin yang terkandung dalam cabai melalui pengenceran bertahap hingga sensasi pedas tidak lagi terasa oleh panel uji.
Beberapa contoh cabai dengan tingkat kepedasan yang berbeda di Skala Scoville adalah:
- Paprika (0 SHU)
- Jalapeño (2.500 - 8.000 SHU)
- Cayenne (30.000 - 50.000 SHU)
- Habanero (100.000 - 350.000 SHU)
- Carolina Reaper (1.500.000 - 2.200.000 SHU), salah satu cabai terpedas di dunia
Efek fisiologis dari konsumsi cabai
Kenapa cabai terasa pedas?
© 2025 brilio.net/freepik.com
Saat seseorang mengonsumsi cabai, tubuh akan bereaksi dengan berbagai cara. Beberapa reaksi fisiologis yang umum terjadi meliputi:
1. Keringat berlebih: Otak mengira tubuh sedang kepanasan, sehingga merespons dengan meningkatkan produksi keringat untuk menyejukkan diri.
2. Peningkatan detak jantung: Sensasi pedas dapat memicu respons stres ringan yang meningkatkan denyut jantung.
3. Pelepasan endorfin: Tubuh melepaskan hormon endorfin untuk mengurangi rasa sakit akibat kepedasan, yang memberikan efek euforia atau rasa senang setelah mengonsumsi makanan pedas.
4. Hidung berair dan mata berair: Capsaicin dapat mengiritasi selaput lendir, menyebabkan produksi lendir meningkat sebagai mekanisme pertahanan tubuh.
Manfaat dan risiko mengonsumsi cabai
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa capsaicin memiliki manfaat kesehatan, termasuk:
1. Meningkatkan metabolisme: Capsaicin dapat meningkatkan laju metabolisme dan membantu pembakaran kalori.
2. Efek analgesik: Capsaicin digunakan dalam beberapa obat topikal untuk mengurangi rasa sakit, terutama pada penderita arthritis dan neuropati.
3. Menjaga kesehatan jantung: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi cabai dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dan meningkatkan sirkulasi darah.
Namun, konsumsi cabai dalam jumlah berlebihan juga memiliki risiko, seperti iritasi lambung, gangguan pencernaan, dan sensasi terbakar pada saluran pencernaan.
Recommended By Editor
- 5 Resep masakan lezat ini bisa bikin si kecil lahap saat makan malam
- Bukan cuma tanggal kedaluwarsa, ini arti kode di kemasan minuman
- Bukan sembarang kemasan, ini alasan susu tidak dikemas dalam botol transparan
- Kenapa kaleng soda mengeluarkan suara "Pssst" saat dibuka? Ini penjelasannya yang bikin takjub
- Benarkah kamar bernuansa biru bisa bikin tidur lebih nyenyak? Ini faktanya
- Bukan sekadar fashion, Ini fungsi tersembunyi lubang kecil di sepatu Converse