Brilio.net - Capres-Cawapres nomor urut 02 dalam ajang Pilpres 2019 didukung oleh partai-partai dalam naungan koalisi Indonesia Adil Makmur. Dalam koalisi tersebut ada empat partai antara lain Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS. Namun baru-baru ini santer isu keretakan koalisi tersebut.

Benar saja, dilansir brilio.net dari merdeka.com, Selasa (7/5), Partai Demokrat bakal mengakhiri koalisinya dengan partai pengusung pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, jika Jokowi-Ma'ruf ditetapkan sebagai presiden terpilih oleh KPU.

Sementara, jika Prabowo-Sandiaga yang terpilih, Demokrat bakal mengawal pemerintahan baru.

"Kalau Pak Prabowo menang, Partai Demokrat punya kewajiban moril dalam politik mengawal pemerintahan. Tapi kalau Pak Jokowi yang diputuskan menang maka kerja sama koalisi berakhir, karena pilpres berakhir," ujar Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.

Ferdinand menegaskan, partainya memiliki kedaulatan untuk menentukan sikap politik setelah penetapan pasangan calon presiden terpilih. Bisa tetap berada di luar pemerintahan, atau berada dalam pemerintahan.

"Jadi Partai Demokrat setelah itu berdaulat dan nanti menentukan sikap politiknya apakah berada di luar pemerintahan atau berada di dalam pemerintahan," jelas Ferdinand Hutahaean.

Jubir BPN Prabowo-Sandiaga itu menjelaskan kemungkinan bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf akan dibahas majelis tinggi yang dipimpin Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemungkinan itu terbuka jika Jokowi mengajak Demokrat bergabung.

"Kalau Jokowi mengajak, kita pertimbangkan dan dibahas oleh majelis tinggi yang dipimpin SBY," kata Ferdinand Hutahaean.

"Kalau (Jokowi) tidak mengajak nggak mungkin juga kita masuk dalam pemerintahan, jadi sikap Partai Demokrat ditentukan pasca ada penetapan resmi dari KPU," tandas Ferdinand Hutahaean.