Brilio.net - Mengenyam pendidikan bisa di mana saja dan kapan saja baik formal maupun nonformal. Banyak sekali bidang ilmu yang bisa ditekuni sesuai dengan yang kamu minati.

Tak jarang pula orang-orang bejibun mengikuti seleksi ketat yang banyak tahapannya dan persiapan yang baik demi bisa dididik di tempat ternama dan bergengsi.

Salah satunya adalah Alawy Ali Imron yang rela melakukan persiapan selama 6,5 tahun dengan berbagai batasan kehidupan demi dapat menimba ilmu nun jauh di Mekah kepada ahli hadis nomor satu dunia pada masanya, Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliky.

Konsekuensi jika diterima nantinya mengharuskan tidak pulang kampung selama 10 tahun apapun yang terjadi. Persiapan yang baik dan keseriusan ini menakdirkan Gus Awy, sapaan akrab Alawy Ali Imron, diterima bersama 39 peserta seleksi lainnya, mengalahkan ribuan pelajar yang mendaftar.

Namun tak disangka, ketika menjejakkan kaki di Mekah, 40 orang ini malah hanya diminta menyapu halaman yang luasnya kira-kira satu lapangan sepak bola setiap sore selama 3 bulan. Menurut Gus Awy, itu merupakan salah satu bentuk khidmah (pengabdian).

Demi belajar hadis, pria Lamongan ini rela jadi tukang sapu di Mekah

"Abuya memberi izin kami belajar, tetapi kami dididik oleh beliau dengan dengan cara lain, yakni kami harus membersihkan jiwa dengan membaca solawat ribuan kali setiap hari sembari berkhidmah," tutur Gus Awy dalam bukunya "Dari Jilboobs Hingga Nikah Beda Agama", dikutip brilio.net Kamis (18/6).

Tujuannya adalah melembutkan hati selembut-lembutnya, sehingga kelak ketika belajar tak ada kesombongan yang hadir meskipun telah 'mapan' dalam ilmu agama.

Setelah 3 bulan berlalu, barulah para santri ini diberi pelajaran berbagai kitab, namun tetap tak meninggalkan wirid, khidmah, sholat jama'ah, tahajud setiap hari. Selain dengan ahli hadis nomor satu, pria asal Lamongan ini juga dididik oleh ahli tafsir tertua dan nomor satu dunia, Syaikh Ali Al-Sabouni.

Keinginan Gus Awy untuk berguru pada tokoh agama terkemuka tersebut berawal dari tawaran ayahnya selepas dirinya lulus SMP untuk melanjutkan belajar agama.

BACA JUGA:

Ini rentang waktu puasa di seluruh dunia, paling lama 22 jam

Ini dia sahur ala anak kos masaknya pakai rice cooker dan setrikaan

5 Spot ngabuburit asyik dan murah di Yogyakarta

Puasa bukan halangan berolahraga, kamu bisa melakukannya begini

Menag: Tak perlu memaksa tutup warung di bulan puasa

Hindari minum teh saat sahur, ini alasannya

Pria peraih NEM SMP tertinggi seangkatan itu serta merta setuju dan belajar agama selama 6,5 tahun itu dia habiskan di tempat berbeda-beda. Empat tahun di pesantren ayahnya, K.H. Ali Imron Muhammad, lalu 1 tahun di Purworejo kepada K.H. Thoifur Mawardi sebelum melanjutkan ke Malang selama 1,5 tahun.