Brilio.net - Membaca buku menjadi hobi bagi kebanyakan orang. Seperti kamu ketahui, membaca buku memiliki banyak manfaat. Selain menambah wawasan, membaca juga bisa meminimalisasi risiko penyakit Alzheimer. Tak harus buku non fiksi, buku fiksi bahkan komik juga bisa jadi pilihan tergantung kesenangan setiap orang.

Kamu pilih mana antara buku import atau terjemahan dalam bahasa Indonesia?

Bagi sebagian orang, memilih membaca buku berbahasa asing, terutama Inggris. Alasan utamanya bisa membantu mereka dalam mengasah kemampuan berbahasa asing. Seperti pengalaman yang dibagikan oleh Distiani (24), mahasiswa pascasarjana sebuah universitas negeri di Surabaya. Sudah dua tahun ini Distiani rutin membeli buku berbahasa Inggris dari toko online di Inggris.

Sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. Barangkali itu slogan Distiani. Dia mengaku membeli buku berbahasa Inggris bukan untuk tren. "Bisa sekalian belajar bahasa Inggris," kata Distiani ketika dihubungi brilio.net, Jumat (21/8). Selain itu, kata dia, untuk buku fiksi berbahasa Inggris jalan ceritanya lebih manusiawi dan lebih mengena dengan kehidupan sehari-hari. Distiani juga menuturkan, buku dengan versi asli atau bahasa Inggris lebih enak dibaca ketimbang buku yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia.

Ketika disinggung perihal dana yang harus dikeluarkan untuk membeli buku berbahasa asing, Distiani menyebutkan bahwa setiap bulan dia bisa merogoh kocek setidaknya sebesar USD 15 atau sekitar Rp 150.000 ribu untuk membeli buku dari luar negeri.

Kendati demikian Distiani punya batasan harga untuk buku yang dia beli. Untuk buku fiksi bahasa Inggris yang dia beli maksimal USD 25, sementara untuk buku non fiksi seperti untuk penunjang kuliah atau scientific, dia menetapkan batas termahal adalah USD 30-35. Hal ini disebabkan rata-rata buku bahasa asing harganya minimal bisa mencapai Rp 100.000.

Bila Distiani sengaja langsung memesan buku dari luar negeri setelah "percobaan" pertamanya membeli dari luar dan bisa sampai langsung ke rumahnya di Surabaya, lain halnya dengan Pattrycia (21). Menurutnya kalau beli dari luar negeri cukup rumit. Selain harga dan biaya ongkos kirim mahal, belum lagi tata cara bayar harus menggunakan kartu kredit. Pattrycia juga khawatir pesanannya belum tentu sampai tujuan.

"Jadi, sejauh ini aku lebih milih nitip teman atau saudara yang bolak-balik Singapura. Kalau mau beli sendiri, nitip teman yang punya kartu kredit, berhubung aku belum punya," tutur wanita yang juga wiraswasta ini.

Kendala lain yang dihadapi saat seseorang membeli buku bahasa asing langsung dari luar negeri adalah waktu pengiriman. "Waktu pengiriman toko buku online luar biasanya dua sampai empat minggu. Tergantung pengiriman saat itu lagi ramai apa nggak. Jadi, kudu sabar," ungkap Uthia (25) yang suka membaca buku berbahasa asing sejak duduk di bangku SMP.

Uthia yang aktif sebagai konsultan organisasi kepemudaan ini lebih suka membeli buku langsung dari luar negeri sebagai oleh-oleh. Sehingga tidak perlu membayar ongkos kirim lintas negara. Uthia berbagi cerita, dia pernah membeli buku di Melbourne, Australia, seharga AUD 40. Kala itu kurs sebesar Rp 12.000.

"Kebetulan waktu itu bukunya lama banget dan di Indonesia nggak ada yang jual. Jadi tanpa pikir panjang langsung beli," katanya yang juga pernah menjajal membeli buku bahasa asing di toko buku dalam negeri maupun luar negeri, baik online maupun langsung datang ke tokonya.

Selain lamanya waktu pengiriman, kendala lain yang kerap dihadapi adalah kondisi buku. Uthia pernah mendapati buku pesanannya cacat pada bagian belakang buku. Beruntung toko online tempat Uthia membeli buku memberikan garansi. "Kalau buku yang diterima cacat bisa minta dikirim baru lagi atau minta full refund," jelas Uthia.

Sekalipun ada jaminan penggantian buku cacat seperti yang disampaikan Uthia, tak membuat Distiani benar-benar mengembalikan bila ada cacat, sebab memikirkan biaya pengiriman ulang ke toko buku asal. Namun Distiani bersyukur sejauh ini belum ada kerusakan berarti.

"Mereka mengemasnya baik, kok. Untuk hard cover biasanya dikasih kardus, tapi bukunya dibungkus bubble wrap dulu. Kalau yang soft cover habis dibungkus bubble wrap, baru dimasukin amplop gitu," pungkas Distiani.

Ketiga wanita muda tersebut di atas memang menyukai membaca dan tak terlalu memikirkan biaya beli buku karena bagi mereka buku adalah investasi masa depan. Sekalipun ada yang tak harus setiap bulan menetapkan dana untuk membeli buku atau hanya membeli saat benar-benar ada yang diinginkan, mereka kompak "mewajibkan" diri untuk membaca.

Jadi, bagaimana dengan kamu? Kobarkan kembali semangat bacamu! Atau kamu mulai melirik buku bahasa Inggris untuk menambah daftar bacaanmu?