Brilio.net - Setiap 1 Desember selalu diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia. Saat pertama dicetuskan pada 1988 oleh James W Bunn dan Thomas Netter, pekerja di bagian informasi Global Programme Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), peringatan ini dimaksudkan untuk pentingnya menambah kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit ini sekaligus berjuang melawan virus penyebab AIDS, yakni HIV. Selain itu, peringatan ini untuk memberikan dukungan pada para pengidap AIDS dan mengenang para korban penyakit tersebut.

Sejak beberapa tahun  belakangan infeksi HIV menjadi masalah kesehatan global. Berdasarkan data WHO, tahun 2016 terdapat sekitar 1 juta penderita HIV meninggal di seluruh dunia. Sementara data UNAIDS (United Nations Program on HIV/AIDS) menyebutkan pada tahun tersebut terdapat sekitar 620.000 penderita infeksi HIV (Orang Dengan HIV/ODHIV) di Indonesia. Menyedihkannya, dari data tersebut sekitar 3200 kasus terjadi pada anak-anak. Angka kematian akibat penyakit ini mencapai 40.000 kasus.

Nah yang perlu diperhatikan, siapa pun dapat berisiko terkena HIV. Karena itu penanganan serta pencegahan persebaran penyakit ini harus bermula dari dukungan dan pemahaman terhadap ODHIV. Berikut empat hal yang harus diperhatikan. 

1. Stop diskriminasi dan stigma terhadap ODHIV

Alodokter

Tidak hanya berusaha untuk tetap hidup sehat, ODHIV menghadapi tantangan lain yang tidak kalah berat yakni stigma dan diskriminasi. Tidak sedikit ODHIV yang kehilangan pekerjaan, ditolak keluarga dan teman-temannya, atau bahkan menjadi korban kekerasan. Data UNAIDS menyebutkan 62,8% masyarakat di Indonesia enggan berinteraksi dengan ODHIV.

Beberapa hal yang melatarbelakangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV diantaranya HIV adalah penyakit yang ditakuti, namun tidak sepenuhnya dipahami banyak orang. Selain itu sebagian orang masih memercayai hal yang salah, bahwa HIV dapat menyebar melalui kontak fisik seperti bersentuhan atau sebatas berbagi gelas. Hal ini membuat ODHIV cenderung dijauhi.

Yang juga banyak dipahami bahwa HIV dan AIDS sering diidentikkan dengan pelaku perilaku tertentu seperti pengguna obat terlarang dan pelaku seks bebas. Stigma ini membuat orang beranggapan bahwa virus tersebut diidap karena lemahnya moral ODHIV.

Dengan stigma sosial, munculah diskriminasi terhadap ODHIV, seperti dikeluarkan dari kantor atau sekolah karena mengungkapkan diri sebagai ODHIV. Mereka juga kerap tidak diperkenankan menggunakan fasilitas umum seperti tempat ibadah.

Pemerintah dan profesional medis tentunya berperan penting dalam mengurangi stigma masyarakat umum terhadap ODHIV. Edukasi mengenai ODHIV dapat meningkatkan pengertian masyarakat tentang penyakit ini.

2. Memberi tahu orang lain

Nextcity.org

Stigma-stigma dan diskriminasi di atas sering membuat ODHIV enggan untuk mengungkapkan kondisinya kepada orang lain. Tapi menginformasikan kepada orang-orang tertentu bahwa seseorang mengidap HIV sebenarnya membawa banyak manfaat diantaranya tidak lagi sendirian menjalani hidup dengan HIV. Ada dukungan dan kasih sayang dari orang-orang terdekat yang membuat ODHIV percaya diri.

“Dengan begitu ODHIV lebih berpeluang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan, termasuk turut berkontribusi mencegah kemungkinan persebaran virus kepada orang lain, terutama pasangan,” ujar dr. Kevin Adrian, dokter dari ALODOKTER.

Meski demikian, begitu terdiagnosis, ODHIV tidak harus segera memberitahu kondisi kepada semua orang. Ambil waktu dan bersikaplah selektif dalam menentukan siapa yang perlu tahu mengetahui situasi si penderita.

Yang perlu dilakukan adalah memastikan untuk mulai menginformasikannya kepada orang terdekat dan yang paling dipercaya terlebih dahulu seperti pasangan.

Perlu juga diketahui alasan kuat kenapa ODHIV perlu memberitahukan kondisi ke orang tersebut. Bersiaplah untuk reaksi terkejut atau bahkan reaksi buruk yang mungkin diterima. Lalu lengkapi diri dengan informasi lebih dalam tentang HIV. Orang yang diberitahu mungkin akan menanyakan beberapa hal tentang penyakit tersebut.

Tidak sekadar memberitahu, ODHIV mungkin ingin menyampaikan rencana pengobatan dan beberapa perubahan yang perlu dilakukan untuk menangani HIV. Jika memutuskan untuk bicara pada atasan, sertakan surat keterangan dari dokter dan informasikan apakah kondisi ODHIV akan berpengaruh pada pekerjaannya. Pada beberapa kasus, menginformasikan kondisi ODHIV bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Misalnya pada pengelola asuransi kesehatan dan jiwa.

2 dari 2 halaman

3. Menyadari konsekuensi dan mengurangi risiko

Alodokter

Mengidap HIV membuat ODHIV tidak lagi dapat melakukan beberapa hal seperti mendonorkan darah. Selain menjaga kesehatan diri, ODHIV berkewajiban tidak menularkan HIV kepada orang lain.

HIV menyebar melalui cairan tubuh seperti air mani, darah, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI). Penularan virus ini paling umum terjadi dalam hubungan seksual tanpa proteksi, sehingga menggunakan kondom menjadi salah satu solusi untuk mengurangi risiko penularan pada pasangan. Selain itu, seorang ibu berisiko meneruskan virus melalui kandungan, saat proses persalinan, atau melalui pemberian ASI. Tapi dengan langkah pengobatan yang ada, seorang wanita bisa hamil dan bersalin tanpa menularkan HIV ke anaknya.

Berbagi alat perlengkapan menyuntik dapat meningkatkan risiko penyebaran karena peralihan darah yang mengandung HIV. Hindari juga berbagi alat suntik untuk konsumsi obat-obatan.

4. Mencari dukungan

Palmettocommunitycare.org

Ingat, ODHIV tidak sendiri. Menurut data UNAIDS 2015, terdapat sekitar 690.000 ODHIV di Indonesia. Selain dengan paramedis dan kerabat dekat, ODHIV dapat berbagi informasi dengan sesama ODHIV untuk mendapatkan dukungan dan penanganan yang tepat.

ODHIV dapat bergabung dengan Komunitas AIDS Indonesia dan menemukan institusi yang memberikan tes dan pelayanan bagi ODHIV di kotanya. Forum tentang berbagai informasi seputar HIV juga dapat diakses di Yayasan Spiritia. Selain itu ada juga Alodokter, super app yang memberikan segala solusi mengenai berbagai masalah kesehatan yang terjadi di kalangan keluarga muda Indonesia.