Brilio.net - Kemampuan menyelesaikan tugas secara cepat menjadi tuntutan di dunia yang modern ini. Multitasking sering kali dibutuhkan dan diunggulkan dalam berbagai bidang pekerjaan. Kemampuan ini dari luar terlihat seakan dapat menyelesaikan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah hanya melakukan tugas dengan cepat dan mengalihkan perhatian dari satu hal ke hal yang lainnya. Beralih dengan memikirkan satu tugas ke tugas lainnya justru hanya akan menyulitkan dan memperlambat pekerjaan.

Bahkan anggapan terhadap perempuan yang dapat melakukan beberapa pekerjaan secara bersamaan hanyalah sebuah mitos. Leah Ruppanner, seorang profesor Sosiologi di University of Melbourne mengatakan bahwa tidak ada signifikansi antara kerja laki-laki maupun perempuan. Artinya, keduanya mendapatkan nilai yang sama, tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dalam multitasking. Perbedaannya hanya terdapat dalam soal kebersihan. Perempuan didapatkan lebih unggul dalam kebersihan saat berusaha melakukan beberapa pekerjaan secara bersamaan. Sedangkan laki-laki didapati lebih efisien daripada perempuan.

Dilansir dari liputan6.com pada Senin (1/11), sebuah penelitian dari Stanford University menemukan bahwa menyelesaikan pekerjaan pada satu waktu dapat lebih produktif daripada menyelesaikan semua pekerjaan sekaligus.

Di sisi lain, multitasking pada dasarnya memiliki dampak tersendiri terutama bagi kesehatan otak dan mental. Berikut 5 dampak negatif multitasking yang brilio.net rangkum dari berbagai sumber pada Senin (1/11).

1. Panik dan cemas.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh dua orang psikolog dari University of Utah, David Strayer dan Jason Watson mengemukakan fakta bahwa hanya terdapat 2,5% dari populasi manusia yang mampu melakukan beberapa kegiatan secara bersamaan dengan baik. Dibandingkan dengan multitasking, istilah yang lebih cocok digunakan untuk 2,5% populasi ini adalah supertasker.

Otak manusia pada dasarnya tidak dapat melakukan multitasking. Yang ada ketika manusia melakukan banyak hal secara bersamaan adalah beralih dari satu tugas ke tugas yang lain dengan panik. Alih-alih dapat mengerjakan dua tugas secara bersamaan, orang tersebut hanya memikirkan tugas yang sedang tidak dia kerjakan. Sehingga dalam beberapa kasus, yang terjadi hanya rasa panik sehingga justru berpotensi menimbulkan kecemasan dan stres.

2. Merusak otak.

Multitasking akan membutuhkan banyak ruang di otak yang berfungsi untuk menyimpan ingatan jangka pendek. Ketika memori ini habis, hal tersebut dapat mengurangi kemampuan untuk berpikir kreatif. Ada harga cukup besar yang harus dibayar bagi mereka yang gemar multitasking. Para peneliti dari University of Sussex di Inggris menunjukkan bahwa seseorang yang sering melakukan multitasking bisa merusak otak dengan mengalami penurunan pada bagian otak yang memiliki hubungan kontrol kognitif dan emosi. Hal ini juga dapat berpengaruh pada penurunan IQ hingga 15 poin.

3. Menurunnya produktivitas dan efisiensi kerja.

Multitasking pada dasarnya tidak dapat mempercepat pekerjaan. Nyatanya multitasking cenderung membuat kita bekerja lebih lambat dan menjadi kurang efisien. Multitasking hanya melakukan peralihan tugas. Dengan mengalihkan fokus pada tugas yang baru hanya membuat mereka tidak bida menyelesaikan tugas dengan cepat. Perhatian dan kesadaran hanya bisa diberikan kepada satu hal dalam satu waktu tertentu, sehingga tidak dapat melakukan dua tugas secara bersamaan.

Sebaliknya, kemampuan untuk mempriortaskan, mengatur dan melaksanakan sejumlah tugas yang berbeda dalam satu waktu justu dapat menimbulkan gangguan pada aktivitas keseharian.

4. Penurunan fokus.

Pada dasarnya, multitasking berusaha untuk tak memikirkan tugas yang tidak sedang seseorang lakukan. Perlambatan waktu respons berhubungan negatif dengan kapasitas working memory pada individu. Pecahnya perhatian pada saat melakukan multitasking akan meningkatkan kebutuhan working memory. Working memory merupakan sumber daya ingatan yang terbatas pada kapasitas maupun durasi untuk memroses informasi. Pecahnya perhatian pada saat melakukan multitasking akan meningkatkan kebutuhan working memory sehingga waktu respon akan melambat.

Artinya, pekerjaan yang dilakukan secara multitasking cenderung lebih sulit untuk fokus pada kedua hal yang sedang dikerjakan tersebut dan lebih mudah terganggu oleh beberapa hal lainnya. Itulah mengapa otak hanya menerima informasi dan memrosesnya secara efektif untuk satu hal dan tidak bisa secara bersamaan.

5. Menimbulkan masalah memori.

Seorang multitasker pada pekerjaan yang berkaitan dengan gawai atau komputer menunjukkan kelemahan dalam kemampuan untuk menyimpan informasi yang relevan saat mengerjakan tugas serta kemampuan untuk menyimpan dan mengingat informasi dalam periode waktu yang lebih lama.

Hal ini pernah dibuktikan oleh para peneliti dari University of Copenhagen, Denmark yang membuat penelitian dengan cara meminta para responden untuk menggunakan ponsel atau tablet mereka sambil menonton televisi. Kemudian hasil yang didapatkan adalah sekalipun dapat melakukannya secara bersamaan, faktanya hanya sedikit responden yang bisa mengingat acara apa yang mereka saksikan di televisi. Ketika perhatian terus dialihkan dari satu perangkat ke perangkat lainnya, maka informasi tidak dapat diproses dengan cepat.