Brilio.net - Groningen dikenal sebagai kota sepeda dunia. Ribuan sepeda setiap hari diparkir bertumpuk di depan stasiun.

Data 2010 menunjukkan, dari populasi 190.000 orang, 57% perjalanan dalam kota dilakukan dengan sepeda. Jumlah jalur sepeda mencapai 46 buah yang dilalui oleh 216.000 perjalanan setiap harinya.

Pada 2015 dengan populasi sekitar 210.000 orang, jumlah sepeda mencapai 1,4 kali dari populasi. Setiap rumah tangga setidaknya memiliki 3,1 jumlah sepeda. Pendek kata, sepeda menjadi raja di Groningen. Sepeda donobatkan penguasa jalanan yang tidak terkalahkan.

Bagaimana sepeda bisa berkuasa di Groningen? Jelas tidak tercipta begitu saja. Sepeda mungkin jamak digunakan di Belanda, seperti tampak di Amsterdam, Eindhoven, maupun Rotterdam. Namun di Groningen, sepeda menjadi bagian integral dari strategi transportasi dan tata kota. Kota ini memperlakukan pengendara sepeda sebagai raja, dengan segala respek.

Rentetan kebijakan pemerintah memanjakan pengguna sepeda. Kebijakan itu berbasis pada dua pilar utama. Pertama, menciptakan tata kota yang nyaman untuk pengguna sepeda. Caranya, perluasan kota tidak sampai melebihi jarak nyaman bersepeda. Sebanyak 80% penduduk kota tinggal dalam radius tiga kilometer dari kota. Perumahan terjauh berada enam kilometer dari kota.

Pilar kebijakan kedua, meningkatkan fasilitas pengguna sepeda. Dengan penyediaan infrastruktur dan kemudahan bagi pengguna, jumlah sepeda berkembang pesat dari tahun ke tahun. Investasi besar-besaran dikucurkan untuk makin membuat nyaman pengguna sepeda. Setiap pembangunan perumahan baru, infrastruktur nomor satu yang diutamakan jalur sepeda.

Pada kurun 1990-2000-an, sebanyak 23 juta euro (Rp 284 miliar) dikucurkan untuk investasi jalur sepeda. Jalur diperbanyak, jalannya dipoles hingga mulus, jembatan khusus sepeda dibangun, dan yang lebih penting fasilitas parkir diperluas dan dipermudah. Mengingat sepeda urat nadi kota, seminimal mungkin dihindari upaya kriminal pencurian sepeda dengan membangun fasilitas parkir yang aman sekaligus efisien.

Situasi Jogja

Jogja, sebenarnya bisa mencontoh Groningen soal urusan sepeda. Seperti halnya Jogja, 17 persen penduduk Groningen terdiri dari pelajar dan mahasiswa. Perjalanan sepeda di Groningen sebagian besar dilakukan di wilayah/institusi pendidikan.

Di Yogyakarta, sekitar 300 ribu penduduk dari 3,5 juta populasi adalah mahasiswa. Artinya hampir 10 persen populasi berupa mahasiswa, belum ditambah pelajar. Peluang untuk menggenjot jumlah pengendara sepeda di kalangan peserta didik sangat tinggi.

Ini cerita tentang masa lalu. Dahulu kala, sepeda adalah raja di Yogyakarta. Tidak hanya raja jalanan dalam arti harfiah karena jumlahnya yang besar. Tetapi keberadaan sepeda juga membuat pengendara kendaraan bermotor tidak berani semena-mena.

Alex Sudewa dalam buku Melihat Sistim Transportasi Jogjakarta dulu pada era 1970-an, kendaraan bermotor harus mengalah pada sepeda. “Nasib yang tak begitu baik dialami orang yang menggunakan kendaraan bermotor. Dengan banyaknya gerobag, andong, becak, dan sepeda, pemilik kendaraan bermotor ini mau tak mau harus mengalah. Gerobag dan andong tak punya rem. Sepeda dan becak kebanyakan remnya tak beres. Tambahan lagi kalau terjadi tabrakan antara kendaraan bermotor dengan jenis kendaraan lain, serta merta polantas menahan si pemilik kendaraan bermotor.”

Sebenarnya, sudah ada upaya untuk kembali menjadikan sepeda sebagai raja. Pernah ada kampanye Sego Segawe (Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe) atau sepeda untuk sekolah dan bekerja dimulai pada tahun 2008 era Wali Kota Herry Zudianto. “Jalanan di Yogyakarta harus menjadi milik sepeda. Saya, kami, butuh dukungan dari semua,” kata Herry saat peluncuran gerakan ini.

Kampanye gerakan masif tetapi sepuluh tahun kemudian, dampaknya belum terasa. Banyak peta penunjuk jalur sepeda dibuat. Pemberhentian lampu merah selalu diberi tanda prioritas untuk pesepeda. Tempat menitip sepeda berkunci disediakan di dekat halte bus Trans Yogya.

Tapi apa yang terjadi kemudian? Tempat pemberhentian sepeda di lampu merah diokupasi sepeda motor. Banyak fasilitas ruang tunggu sepeda yang rusak.

Sepeda motor terus menjadi raja di jalanan Yogya. Mahasiswa dan pelajar ogah bergowes ria. Di jalanan Yogya, nasib sepeda tetap jelata.