Brilio.net - Yogyakarta memiliki banyak peninggalan sejarah yang memiliki maknanya masing-masing. Salah satu peninggalan sejarah itu adalah masjid untuk tempat ibadah bagi umat Islam. Ada empat masjid pathok negara yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I, di antaranya Masjid Jami' An-nur di Mlangi (barat), Masjid Jami' Suthoni di plosokuning (utara), Masjid Jami' Ad-Darojat di Babadan (timur), dan Masjid Nurul Huda di Dongkelan.

Masjid Pathok Nagari Dongkelan merupakan salah satu masjid yang menjadi batas wilayah negara yang berada di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masjid ini adalah salah satu dari empat Masjid Pathok Nagari yang dibangun Kesultanan Yogyakarta. Konon, masjid ini disebut sebagai tempat Pangeran Diponegoro menyusun strategi melawan Belanda.

Mengenal Masjid Pathok Dongkelan.

Masjid Pathok Nagari Dongkelan © 2022 brilio.net


foto: brilio.net/Feni Listiyani

Masjid Pathok Nagari Nurul Huda Dongkelan didirikan pada 1775 Masehi bersamaan dengan dibangunnya serambi Masjid Gede Kauman Yogyakarta. Masjid ini berlokasi di Kampung Dongkelan Kauman, Kelurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan, Bantul.

Dalam istilah Jawa, pathok adalah kayu atau bambu yang ditancapkan sebagai penanda. Sedangkan Nagari atau negara adalah wilayah kerajaan. Bisa disimpulkan kalau Masjid Pathok Nagari merupakan sebuah tanda batas kekuasaan raja.

Masjid ini didirikan sebagai penghormatan bagi Kyai Syihabuddin atau Syeh Abuddin atas jasanya terhadap Sultan Hamengkubuwono I ketika berkonflik dengan Raden Mas Said atau Sri Mangkunegara yang berjuluk Pangeran Sambernyawa. Pada saat Sultan Hamengkubuwono I menduduki tahta kerajaan, ia merasa terganggu atas kenaikan tahta Pangeran Sambernyawa dengan gelar KGPAA Mangkunegara I yang merupakan menantunya sendiri.

Sultan ingin mengalahkan menantunya tanpa harus membunuhnya. Dari keinginan itu, Sultan Hamengkubuwono meminta bantuan kepada Kyai Syihabudin dan menjanjikan posisi patih kepadanya jika dapat mengalahkan Pangeran Sambernyawa.

Masjid Pathok Nagari Dongkelan © 2022 brilio.net

foto: brilio.net/Feni Listiyani

Kemudian, Kyai Syihabudin berhasil mengalahkan Pangeran Sambernyawa tanpa melukainya. Namun, Sultan Hamengkubuwono tidak dapat memenuhi janjinya, karena pada saat itu posisi patih sudah ditempati oleh Tumenggung Yudanegara. Kyai Syihabudin akhirnya diangkat menjadi penghulu keraton yang pertama. Namun posisi itu tidak bisa bertahan lama karena rasa kekecewaannya kepada Sultan Hamengkubuwono yang tidak menepati janjinya.

Karena rasa kekecewaannya itu akhirnya Kyai Syihabudin mendapatkan julukan Kyai Dongkol (kecewa). Adanya perubahan ucapan membuat nama Kyai Dongkol menjadi Kyai Ongkel dan tempat tinggalnya disebut dengan Dongkelan. Kemudian Kyai Ongkel di angkat menjadi pejabat Pathok Negoro, ia pun dibuatkan Masjid Pathok Nagari.

"Pada saat itu masjid pathok bangunannya menyerupai Masjid Gede Kauman. Namun, karena masjid ini pernah dibakar oleh pihak Belanda pada saat perang Diponegoro pada tahun 1825 dan hanya tersisa batu penyangga tiang masjid atau umpak," Ucap Ridwan selaku takmir masjid pathok saat dijumpai brilio.net pada Jumat (4/11).

Setelah dibakar, masjid ini dibangun kembali dengan sangat sederhana pada 1901. Bentuk bangunan masjid dibuat seperti semula dan kemudian dilakukan pembangunan serambi masjid pada 1948. Seiring berjalannya waktu, masjid pathok ini sudah menjalani beberapa kali renovasi.

 

 

 

Mgg: FENI LISTIYANI