Brilio.net - Virus merupakan mikroorganisme patogen yang menginfeksi sel makhluk hidup. Bentuknya yang kecil, membuat mata telanjang tidak bisa mendeteksi keberadaannya.

Maka dari itu ketika sebuah virus berpindah ke tubuh orang lain, sulit bagi manusia untuk menghindarinya. Tak hanya pada makhluk hidup, virus juga bisa bertahan hidup dalam kurun waktu tertentu di beberapa benda.

Dilansir brilio.net dari businessinsider.sg, Kamis (16/4), sebuah penelitian dilakukan untuk menguji rentang hidup virus terutama pada ruang dengan suhu 71 derajat fahrenheit dengan kelembapan relatif 65%. Namun yang mengejutkan adalah virus tersebut rupanya bertahan paling lama pada masker bedah. Bahkan pada hari ke tujuh penelitian, virus tersebut masih ada di sisi luar masker.

Sedangkan umur virus pada benda lain relatif lebih cepat. Dikatakan, virus telah hilang pada kertas tisu setelah 3 jam. Sedangkan pada kayu dan kain virus tersebut memiliki umur 2 hari. Sementara itu membutuhkan waktu hingga empat hari hingga virus tidak lagi terdeteksi pada uang kertas. Dan jika pada stainless steel dan plastik virus bertahan hingga 7 hari.

Faktor yang memperpanjang umur virus pada sebuah benda ada bermacam-macam. Suhu dan kelembapan adalah dua di antara faktor yang memberikan pengaruh pada umur sebuah virus.

Lalu bagaimana dengan umur virus corona?

Rupanya menurut sebuah eksperimen dari tim ilmuwan Prancis, virus corona baru yang menyebabkan Covid-19 bisa bertahan dalam suhu tinggi dengan rentang waktu yang cukup lama.

foto: freepik.com

Seorang Profesor Remi Charrel dan para koleganya di Universitas Aix-Marseille di selatan Prancis melakukan percobaan dengan memanaskan virus corona hingga suhu 60 derajat celcius selama satu jam dan menemukan sejumlah virus masih mampu menggandakan diri.

Para ilmuwan sampai harus memanaskan hingga suhu mendidih untuk benar-benar membunuh virus corona, menurut kajian mereka yang dirilis di bioRxiv.org Sabtu lalu. Hasil ini mempunyai dampak serius terhadap keselamatan para teknisi laboratorium yang bekerja meneliti virus ini.

Dalam eksperimen itu, tim ini mengujicoba sel ginjal monyet hijau Afrika. Materi inang standar untuk uji coba dengan virusnya didapat dari seorang pasien di Berlin, Jerman.

Sel tersebut dimasukkan ke dalam tabung dan mewakili dua tipe lingkungan, satu yang 'bersih dari protein' dan satu lagi yang 'kotor/mengandung protein'. Hal ini untuk memperlihatkan simulasi efek kontaminasi dalam kehidupan nyata, misalnya ketika tes swab dilakukan.

Dari hasil percobaan tersebut terungkap virus yang berada di lingkungan bersih dari protein, benar-benar mati setelah dipanaskan. Sementara itu, tabung yang mengandung protein virus itu bertahan.

Dikutip juga dari laman South China Morning Post, uji coba dengan memanaskan hingga 60 derajat celcius selama satu jam ini adalah protokol standar yang diberlakukan di banyak laboratorium pengujian untuk menekan penyebaran virus mematikan, termasuk Ebola.

foto: freepik.com

Bagi virus corona baru, suhu tinggi ini mungkin cukup untuk membunuh sampel yang kandungan virusnya sedikit. Namun pada sampel yang kandungan virusnya banyak, sebagian virus ini masih bisa bertahan.

Tim peneliti Prancis kemudian mengungkapkan, suhu yang lebih tinggi berpeluang membunuh virus itu. Misalnya sampel dipanaskan hingga suhu 92 derajat celcius selama 15 menit mampu benar-benar membuat virus itu mati.

Namun dalam suhu tinggi semacam itu, RNA virus juga bisa rusak dan mengurangi sensitivitas uji coba. Karena itulah para peneliti menyarankan memakai kandungan kimia, bukannya memanaskan, untuk membunuh virus itu dan itu bisa menentukan keselamatan para teknisi laboratorium.

"Hasil yang diperlihatkan dalam penelitian ini bisa membantu memilih protokol mana yang terbaik untuk diambil guna mencegah personel laboratorium terpapar, baik secara langsung maupun tidak ketika meneliti SARS-CoV-2," tulis para peneliti.

Penelitian terhadap umur virus corona bukanlah hal yang mudah. Ada banyak risiko dan kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Kondisi ini juga diakui oleh para peneliti.

Studi mikrobiologi terhadap virus corona di Akademi Sains China di Beijing mengatakan mereka sangat sadar akan risiko terhadap para pekerja di laboratorium dan mengambil langkah pencegahan.

foto: freepik.com

Semua personel laboratorium harus memakai pakaian pelindung lengkap ketika menangani sampel virus. Eksperimen tim Prancis ini, kata para ahli, memberikan informasi berharga, namun di kehidupan nyata situasinya jauh lebih kompleks dari simulasi di laboratorium.

"Respons virus ini terhadap perubahan lingkungan bermacam-macam. Berbagai proyek penelitian saat ini masih berjalan untuk memecahkan misteri ini," kata salah seorang ahli yang enggan disebut identitasnya.