Brilio.net - Mengonsumsi mi instan udah bukan jadi hal asing lagi bagi sebagian masyarakat. Rasanya yang enak, mudah disajikan, dan yang paling penting harganya terjangkau bikin makanan cepat saji ini jadi menu favorit, terutama anak kos. Meski demikian, mi instan nggak menggantikan makan penuh (wholesome food) dan hanya bisa dijadikan makanan selingan. Maka dari itu, mi instan nggak boleh dikonsumsi secara terus-menerus karena berakibat buruk bagi kesehatan. Selain itu, mi instan juga nggak memenuhi kebutuhan gizi seimbang bagi tubuh. Ditambah lagi dengan bumbu buatan dan pengawet kimia yang semakin mengintai kesehatan tubuhmu.

Ya, membicarakan tentang bahaya kesehatan yang mengancam kalau terlalu sering makan mi instan memang nggak pernah habisnya. Seperti gambar yang diunggah oleh akun Facebook Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan dikutip brilio.net, Selasa (2/2), yang memperlihatkan dengan jelas kandungan berbahaya dalam makanan populer ini. Tertulis dalam penjelasan gambar tersebut jika mi instan mengandung bahan pengawet beracun TBHQ, yang hanya 1 gram saja bisa memberi efek muntah dan mual, tinnitus (dengungan pada telinga), delirium atau perasaan tercekik.

Mi instan dikabarkan mengandung bahan pengawet beracun, benar nggak?

Seperti yang sudah sering kamu dengar jika mi instan juga mengandung monosodium glutamat (MSG) yang dapat memacu kerja sel saraf secara berlebihan dan dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian. Bahkan wanita yang mengonsumsi mi instan lebih dari dua kali seminggu, 68 persen lebih rentan terhadap penyakit metabolisme tubuh. Duh, ngeri ya? Saking seramnya tak heran kalau netizen ikut berkomentar mengenai gambar yang berjudul 'Dibohongi Mie Instan' itu. Mereka mempertanyakan kebenaran informasi pada gambar tersebut.

"Terima kasih infonya, tapi alangkah baiknya informasi ilmiah menyangkut kesehatan seperti ini tidak hanya disajikan dalam bentuk gambar/foto. Berikan kami sumber yang jelas, bukannya tidak percaya tapi jangan sampai maksud baik memberikan informasi justru menimbulkan keresahan yang tidak perlu di masyarakat," tulis akun Anggriyawan Nugraha Prasetya.

"Berdasarkan ilmu pengetahuan yang ia tahu jika TBHQ (Tert Butyl Hydroxy Quinone) itu dipergunakan sebagai antioksidan untuk minyak makan (minyak kelapa, minyak sawit, margarine dan olahan minyak lainnya) sebagai ganti bahan yang lebih berbahaya yaitu BHT (Butylated Hydroxy Toluen) dan BHA (Butylated Hydroxy Anisole). BHT yang dulunya ada Food Grade karena tidak boleh dipakai lagi akhirnya masih tetap dipergunakan untuk bahan non food seperti plastik, karet, minyak bumi dll. BHA juga tidak dipakai lagi di margarine dan diganti dengan bahan yang lebih aman yaitu TBHQ. Tetapi karena akhirnya bahan non food pun dianjurkan menggunakan additives yg lebih aman maka sebagian Industry non food pun akhirnya menggunakan TBHQ sebagai anti oxidantnya," komentar akun Kurniawan Go.

"Kemudian mengenai dosis amannya juga sudah dicantumkan dalam tabel BPOM untuk setiap Bahan Tambahan Makanan. Jadi silakan di cek dulu kebenarannya dan juga berikan hasil uji lab dari laboratorium yang independen seperti Sucofindo dengan menggunakan GC atau HPLC untuk pengecekan datanya. Saya yakin tidak seperti yg diinfokan karena jika berbahaya dengan dosis yang diinfokan maka Singapore, USA, dan Australia, Jepang serta Korea dan Negara Eropa tidak akan mengimpornya. Harap di cek export Instant noodle di BPS ke negara maju tersebut," tambahnya.

"Mengandung bahan-bahan berbahaya? Tidak ada nutrisi? Come on, kalau ada bencana mi instan makanan pilihan nomor satu! Ratusan kardus bisa dikirim dari donatur. And then just simple matters: kenapa masih diizinkan? YLKI apa saranmu?," ujar pemilik akun Ade Shakti.

Mi instan dikabarkan mengandung bahan pengawet beracun, benar nggak?

Akun YLKI juga menaggapi beberapa keraguan dari netizen tersebut. Dia mengutip pernyataan Wakil Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo dalam menjelaskan persoalan itu.

"Wakil Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo mengungkapkan bahwa kampanye pangan sehat menjadi perhatian aktivis lembaga konsumen secara global. Di Indonesia, mi instan menjadi sorotan YLKI karena kandungan-kandungan yang terdapat di dalamnya dianggap tak sehat bagi tubuh. Itu karena regulasi pemerintah memang mengizinkan kandungan-kandungan tersebut misalnya MSG, Sodium yang tinggi dan bahan pengawet TBHQ.

"Regulasi kita masih membolehkan. Pesan YLKI adalah agar Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) meninjau regulasi mi instan," kata Sudaryatmo, Senin (1/2/2016). Itu sebabnya, kata Sudaryatmo, produk-produk mi instan dari Indonesia sulit menembus pasar luar negeri. YLKI tak menyalahkan cara produksi industri mi instan di dalam negeri karena tak melanggar ketentuan pemerintah.

"Produsen berpikir normatif, sepanjang regulasi mengizinkan mereka akan jualan. Ada juga peran lobi industri mi instan," kata Sudaryatmo.

Kampanye pangan sehat ini menurut YLKI juga berlaku pada produk makanan cepat saji.

"Soal Fastfood? Sama juga sebenarnya, fokus kami adalah mengkampanyekan produk makanan yang rendah gula, garam dan lemak," ujar Sudaryatmo soal perbandingan kandungan di mi instan dan makanan cepat saji.

Kalau menurutmu informasi ini bagaimana? Silakan tulis di kolom komentar, ya!