Brilio.net - Beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan di kalangan anak muda mengenai flex culture atau pamer kekayaan yang diunggah di media sosial. Rupanya budaya ini lebih banyak memunculkan dampak negatif, baik untuk si pengunggah konten maupun netizen yang menontonnya. 

Tidak jarang perilaku yang diperlihatkan dalam konten-konten flexing menjadi inspirasi bagi penonton untuk melakukan hal serupa dengan berbagai cara. Nah dampak negatif flex culture inilah yang dijadikan tema kompetisi film pendek besutan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) bekerjasama dengan CGV di program Save Our Socmed (S.O.S).

Film Pendek Flex Culture © 2022 brilio.net Salah satu adegan film Bayangan (ActFilm)  

Kompetisi yang mengusung tema Waspada Flex Culture, Stay Humble! ini bertujuan meningkatkan literasi digital masyarakat khususnya anak muda dengan mengampanyekan kesadaran akan bahaya flex culture. Dari ratusan perserta yang men-submit hasil karya mereka dan dinilai Dewan Juri dari berbagai kalangan, akhirnya kompetisi ini memasuki babak akhir.

Tiga pemenang komptisi ini telah diumumkan. Tim ActFilm yang menyuguhkan film berjudul Bayangan berhasil menjadi pemenang pertama. Sementara juara kedua diraih tim Unlimitale dengan judul film An Xin. Sedangkan tim Ruang Tengah Media dengan judul film FOMO meraih juara ketiga.

Film Bayangan

Selain itu, terdapat berbagai kategori lain seperti Most Views, Most Likes, Most Shared, Best Director, Best Cinematography, Best Screenplay, Best Actor, Best Actress, Best Teaser, dan Best Poster. Pemenang kompetisi film pendek S.O.S mendapatkan total hadiah Rp100 juta.

“Kami sangat mengapresiasi film pendek karya generasi muda indonesia terutama para peserta program Save Our Socmed. Banyak karya-karya kreatif yang menginspirasi kita untuk lebih bijak dalam menyikapi media sosial, flex culture, sehingga bisa berpikir serta bertindak lebih positif lagi,” ujar Director and Chief Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison, Muhammad Buldansyah.   

Mampu menjaring ratusan nominasi video

Film Pendek Flex Culture © 2022 brilio.net Para juara kompetisi film pendek SOS (@yans_brilio)

Program yang didukung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini berhasil meraih animo tinggi dengan total 467 peserta pelatihan, 124 nominasi video, dan berhasil menembus 6,8 juta penonton di berbagai platform media sosial.  

“Kompetisi ini berhasil menjadi wadah edukasi agar anak muda bisa menyikapi gejala sosial yang terjadi di sekitarnya. Mereka menuangkan hasil pembelajaran itu melalui karya yang positif dan kreatif. Generasi muda harus ambil bagian dalam memajukan pengembangan ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual," kata Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Himam.

Film An Xin

Dalam kompetisi ini, para peserta juga mendapatkan pelatihan mengenai tata cara pembuatan film dan dampak negatif flex culture dari Badan Perfilman Indonesia yang diadakan di 10 kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, Solo, Palembang, Medan, Mataram, Makassar, hingga Balikpapan. Setelah itu, peserta menuangkan ide kreatifnya dalam film pendek berdurasi 10 menit untuk diikutsertakan dalam lomba.

“Kami melihat banyak sekali bakat-bakat dan ide kreatif anak muda yang potensial di Indonesia. Semoga dengan adanya program yang positif ini bisa menjadi penyemangat untuk generasi muda agar tidak menyerah dalam menggapai mimpi dan cita-cita, sekaligus menggali potensi diri dalam memajukan dunia perfilman tanah air,” ungkap Direktur CGV, Haryani Suwirman.

Film Fomo

Sementara Produser Maxima Pictures, Ody Mulya Hidayat yang juga menjadi anggota juri menuturkan, setelah menyeleksi hasil peserta kompetisi, kompetisi ini berhasil mengeluarkan bakat-bakat terpendam anak muda Indonesia.

“Saya yakin bakat-bakat muda ini bisa menjadi penggerak industri perfilman di Indonesia masa depan. Terimakasih untuk IOH dan CGV sudah menyelenggarakan program yang telah menggali kreativitas anak muda sekaligus mengedukasi bahaya flex culture ini,” katanya.