Brilio.net - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja mendapatkan penolakan dari masyarakat. Meski begitu, RUU Cipta Kerja yang ditujukan untuk menarik investasi dan memperkuat perekonomian nasional ini tetap disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna, Senin (5/10).

Seperti yang diketahui, RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusung Presiden dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.

Dilansir brilio.net dari liputan6.com, Selasa (6/10), Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, dalam pengesahan ini terdapat enam fraksi menerima RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU. Kemudian 1 fraksi menerima dengan catatan, dan dua fraksi menolak.

"Mengacu pada pasal 164 maka pimpinan dapat mengambil pandangan fraksi. Sepakat? Tok!" kata Aziz dalam sidang rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta.

Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, sejak awal pembahasan Rancangan Undang-Undang RUU Cipta Kerja telah melalui dialog dengan semua lapisan, terutama kalangan buruh.

Hal itu dikatakan Ida dalam surat terbuka yang ditujukan pada buruh.

"Kepada teman-teman serikat pekerja/serikat buruh. Sejak awal 2020 kita telah mulai berdialog tentang RUU Cipta Kerja, baik secara formal melalui lembaga Tripartit, maupun secara informal. Aspirasi kalian sudah Kami dengar, sudah kami pahami. Sedapat mungkin aspirasi ini kami sertakan menjadi bagian dari RUU ini. Pada saat yang sama kami juga menerima aspirasi dari berbagai kalangan," kata Ida dalam suratnya.

Ida mengaku berusaha di titik tengah yang tidak hanya memihak pekerja, melainkan juga pengangguran.

"Saya berupaya mencari titik keseimbangan. Antara melindungi yang telah bekerja dan memberi kesempatan kerja pada jutaan orang yang masih menganggur, yang tak punya penghasilan dan kebanggaan. Tidak mudah memang, tapi kami perjuangkan dengan sebaik-baiknya," ujarnya.

"Saya paham ada di antara teman-teman yang kecewa atau belum puas. Saya menerima dan mengerti. Ingatlah, hati saya bersama kalian dan bersama mereka yang masih menganggur," tambahnya.

Seperti yang diketahui, beredar undangan rapat paripurna untuk mengambil keputusan atau pengesahan beberapa RUU, salah satunya Omnibus Law Cipta Kerja.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna.

"RUU Cipta Kerja disetujui untuk pengambilan keputusan di tingkat selanjutnya," kata Supratman saat memimpin rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I dengan pemerintah di Jakarta, seperti yang dilansir dari liputan6.com.

Dalam rapat tersebut sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi mini fraksi telah menyetujui yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.

Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU Cipta Kerja ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. "Tujuh fraksi menerima dan dua menolak, tapi pintu komunikasi tetap dibuka, hingga menjelang Rapat Paripurna," kata Supratman.

Pada 21 Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan. Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:

1. Penyederhanaan perizinan tanah
2. Persyaratan investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan dan perlindungan UMKM
5. Kemudahan berusaha
6. Dukungan riset dan inovasi
7. Administrasi pemerintahan
8. Pengenaan sanksi
9. Pengendalian lahan
10. Kemudahan proyek pemerintah
11. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sebelumnya, pemerintah menyerahkan Surat Presiden, RUU Cipta Kerja, dan Naskah Akademik kepada DPR RI, pada tanggal 12 Februari 2020. RUU Cipta Kerja ini dirancang untuk dapat menjawab kebutuhan pekerja, UKM, hingga industri, dikutip dari website Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia. Namun sayang, RUU Cipta Kerja tersebut memuat sejumlah permasalahan atau kontroversi.

Ketidaksetujuan masyarakat terhadap aturan baru Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini berujung pada aksi protes. Mereka pun akan mengadakan unjuk rasa selama tiga hari pada 6-8 Oktober itu diambil untuk mendesak pemerintah dan DPR menggagalkan undang-undang, yang menurut mereka "disahkan secara tidak transparan"

Aksi penolakan terhadap aturan yang dibuat tersebut sebenarnya sudah disuarakan sejak awal. Namun tetap mereka tak didengarkan, bahkan pemerintah tetap mengesahkan RUU tersebut.

Berikut isi RUU Cipta Kerja (kini sudah disahkan menjadi UU Cipta Kerja) yang bisa diunduh di sini:

http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20200605-100224-2372.pdf

https://drive.google.com/file/d/1ncppSpyoxZZMZpuyCc1kBgERlbJ3Wk8v/view

http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20200605-095925-8502.pdf

http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20200914-073752-3616.pdf

http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-RJ-20200914-073728-4406.pdf

http://www.dpr.go.id/uu/detail/id/442