Sardono tertarik dengan perkembangan tato yang hingga saat ini begitu eksis. Karya seni yang sudah diciptakan sejak 3.000 tahun tersebut justru tidak lenyap. Bahkan menjadi industri kreatif di beberapa negara.

“Justru sekarang ini di masyarakat global, waktu itu berkembang sangat dahsyat, bahkan industri kreatif yang sangat menguntungkan. Di New York, di Jerman, di Barcelona, bisa kaya raya. Ke depan mungkin kita anak-anak dari Mentawai ini juga bisa mampu menggarap industri kreatif,” ungkapnya.

Dalam pandangannya, setiap entitas yang berkaitan dengan teknologi justru tak jauh dengan tato. Untuk itulah, ia melibatkan instalasi berupa motor sebagai bagian dari pertunjukkan seninya.

“Bahkan sekarang industri terbesar, industri sepak bola World Cup mereka semua bertato. Messi, Ronaldo, semua. Itu agak lucu juga itu. Itu ya alasan kenapa motor-motor kita pasang di sini,” jelas Sardono.

artjog sardono pertunjukkan mentawai © 2023 brilio.net

foto: Brilio.net/Khansa Nabilah

Sardono ingin menyampaikan bahwa identitas Suku Mentawai tak lepas dari tato. Bagi mereka, tato merupakan baju selayaknya melindungi mereka dari sengatan panas matahari maupun serangga pada tubuh mereka.

Pemikiran tato adalah baju ini kemudian menjadi pengalaman Sardono sejak 15 tahun lalu. Saat ia diserang oleh lebah karena memakai pakaian kain di dalam hutan, ia kemudian berpikir bagaimana masyarakat adat tidak diserang meski tanpa memakai baju.

Sebagai seorang seniman pengalaman tersebut menjadi pengalaman yang tumbuh, yang mengilhaminya untuk menciptakan karya Men Ta (Too) Way. Bagaimana tato sudah menjadi baju bagi Suku Mentawai yang tak asing bagi alam, berbeda dengan dirinya saat itu.

“Tato adalah baju mas, don. Itu kata tokoh-tokoh tetua dari Mentawai. Tato adalah baju. Baju yang dipakai ketika hidup belum urban tetapi di dalam hutan. Tato seperti baju itu yang membantu kita mengatasi kalau ada panas menyengat tubuh kita, atau serangga-serangga,” jelasnya.