Brilio.net - Wayang merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai sejarah tinggi. Salah satunya Wayang Yogyakarta yang memiliki kisah menarik di dalamnya. Sayangnya, wayang yang memiliki cerita sejarah itu sudah mulai dilupakan.

Dalam rangka menyelamatkan benda bersejarah wayang, Keraton Yogyakarta mulai awal 2019 melakukan digitalisasi dalam bentuk foto untuk koleksi wayang kulit. Saat ini pihak Keraton Yogyakarta sudah berhasil melakukan digitalisasi dua kotak wayang kulit yang hasilnya bisa dilihat di website kapustakan.kratonjogja.id.

KPH Notonegoro yang merupakan suami dari Putri ke-4 Sri Sultan Hamengkubuwana X, GKR Hayu mengatakan, awalnya ia membuat digitalisasi wayang kulit ini berawal saat ia bersama sang istri tinggal di New York, Amerika Serikat untuk menimba ilmu.

Saat itu KPH Notonegoro dan GKR Hayu sangat kesulitan mencari informasi tentang kebudayaan Jawa seperti gamelan, tarian, dan wayang. Hal itu yang membuat keduanya berinisiatif untuk membuat wayang digitalisasi.

Wayang keraton © 2019 brilio.net

Wayang keraton
© 2019 brilio.net/Syifa

Menurutnya, dengan adanya wayang digital ini bisa memudahkan masyarakat, pelajar dan para budayawan untuk melihat secara detail dan rinci mengenai Wayang Keraton.

"Di Keraton Yogyakarta, ada ribuan koleksi wayang kulit yang sebetulnya bisa menjadi inspirasi untuk para dalang, siswa pedalangan, siswa tata sungging, atau pengrajin wayang. Selama ini kan kalau mau melihat koleksinya secara langsung, ada proses-proses yang harus dilalui. Belum lagi dalam satu kotaknya ada ratusan wayang kulit. Dengan proses digitalisasi ini, masyarakat jadi lebih mudah melihat detail koleksi wayang kulit Keraton Yogyakarta," ujar KPH Notonegoro saat ditemui brilio.net di Keraton Yogyakarta.

Wayang keraton © 2019 brilio.net

Wayang keraton
© 2019 brilio.net/Syifa

Hingga saat ini, baru dua kotak wayang yang sudah dikemas digital dengan total semua ada 14 kotak. Dalam satu kotak bisa menghabiskan waktu hingga berbulan-bulan karena dalam satu kotak tersebut ada ratusan wayang yang satu persatu harus didigitalisasi dengan sangat detail.

"Kesulitannya itu kita harus menunjukan warna dari wayang-wayang tersebut dengan jelas. Tatahan pada ukiran wayang (halus-halus) harus terlihat jelas. Metodenya kita ambil cara tiduran karena kalau cahayanya tidak sesuai, warnanya juga tidak sesuai dengan asli," jelasnya.

Wayang keraton © 2019 brilio.net

Wayang keraton
© 2019 brilio.net/Syifa

Sementara itu, GKR Hayu mengatakan juga sempat mengalami konflik dari internal. Ia ditentang ketika ingin mengenalkan budaya keraton melalui ranah digital.

"Ketika saya mencoba untuk memberikan ide mengenalkan budaya melalui website, atau membuat sosial media. Gejolak terdapat di internal karena dianggap menurunkan derajat dari kerajaan Keraton," jelas GKR Hayu.

Kendati demikian, ia berhasil menjelaskan tujuan dan alasan dirinya melakukan digitalisasi ini guna lebih mengenalkan kebudayaan keraton ke masyarakat luas.