Brilio.net - Yogyakarta menjadi salah satu daerah tujuan tempat wisata yang ikonik di Indonesia. Nggak hanya menyajikan destinasi wisata alam yang indah, namun juga menyajikan wisata budaya, wisata kuliner, wisata belanja, dan banyak lainnya.

Nah jika berwisata ke arah selatan kota Yogyakarta, Desa Wisata Kasongan selalu menjadi jujugan para wisatawan. Desa ini terletak di Pedukuhan Kajen, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

Jika menyusuri Desa Wisata Kasongan ini, wisatawan bakal disuguhi showroom atau toko yang menjual pernak-pernik kerajinan tangan yang unik. Mulai dari patung, guci, keramik, pot bunga dan lain-lain. Tak hanya wisata belanja, Kasongan juga menyuguhkan wisata edukasi untuk pelatihan pembuatan gerabah.

Namun, di kala pandemi Covid-19 ini wisata Desa Kasongan sepi pengunjung. Larangan pemerintah untuk melakukan social distancing membuat wisata ini sepi peminat. Pandemi pun memukul usaha perajin gerabah Kasongan.

Seperti halnya dialami oleh salah satu perajin gerabah Kasongan, Dicky Bisma Saputra. Selain sebagai sebagai perajin gerabah ia juga memiliki Lembaga Pendidikan Pelatihan Gerabah Nangsib Keramik.

Lembaga di bidang pendidikan membuat gerabah ini, awalnya dibentuk untuk wisata edukasi. Mulai dari belajar membuat gerabah, cara pengolahan tanah liat hingga proses pembakarannya.

 

Corona memukul perekonomian perajin Kasongan selama sebulan

perajin pot gerabah Kasongan © 2020 brilio.net

foto: brilio.net/Ivanovic Aldino

“Kalau untuk lembaga pendidikan jelas berpengaruh. Kita off dari tanggal 14 Maret, beberapa bulan yang lalu kita terakhir menerima tamu dari Universitas Lampung,” ujar Bisma saat ditemui brilio.net pada Senin (9/11).

Mau tak mau, Bisma harus putar otak agar usahanya terus berjalan. Jika biasanya melayani rombongan yang ingin belajar membuat gerabah, Bisma pun kemudian kini mengedepankan produksi kerajinan gerabahnya.

Pengusaha berusia 23 tahun ini bercerita dampak pandemi dirasakan bagi industri kerajinan gerabah hanya sekitar satu bulan saja. Tak dinyana, permintaan kerajinan gerabah pun semakin meningkat setelah satu bulan pertama itu. Hal ini tak lepas dari pesanan berbagai pihak yang menggunakan gerabah sebagai sarana fasilitas penunjang protokol kesehatan, seperti wastafel hingga padasan.

"Pertama model yang kita jual yang melesat tinggi yaitu padasan dan wastafel guna untuk untuk memenuhi sarana cuci tangan. Kemudian setelah itu mulai ada desain-desain bentuk pot dan sampai saat ini,” ucapnya.

 

Pot gerabah menjadi primadona

perajin pot gerabah Kasongan © 2020 brilio.net

foto: brilio.net/Ivanovic Aldino

Dari berbagai jenis produksi kerajinan gerabah yang hingga kini terus meningkat, yaitu pot gerabah. Diketahui semua jenis potnya laris manis terjual di pasaran. Seperti salah satunya pot kaktus yang menjadi primadona dan tak pernah sepi peminat.

Bahkan pot kaktus dari ukuran kecil hingga besar, mulai 15-30 cm selalu meningkat produksinya. Harganya pun bervariasi tergantung ornamennya, dari harga Rp 20 ribu sampai Rp 60 ribu.

“Kita beralih untuk membuat produk-produk seperti pot, terus ornamen-ornamen home decor dari gerabah sendiri,” ungkapnya.

Peningkatan omzet ini dirasakan perajin semenjak banyak orang menerapkan work from home atau melakukan kegiatan di rumah. Apalagi kini banyak orang menyukai kegiatan bercocok tanam, dan juga karena tanaman hias tengah menjadi tren di masa pandemi.

“Peningkatannya mungkin karena sekarang banyak orang bekerja di rumah, ya jadinya banyak orang menambah kesibukannya yaitu dengan bercocok tanam. Sampai detik ini sampai bulan November ini peningkatannya untuk pot masih tinggi,” tuturnya.

Tak hanya menjual pot bentuk biasa, ia berinovasi membuat pot dengan tambahan ornamen-ornamen khusus. Seperti pot karakter, kartun, atau binatang yang didesain khusus dan menjadi ciri khas sendiri hingga saat ini.

 

Lonjakan permintaan orderan

perajin pot gerabah Kasongan © 2020 brilio.net

foto: brilio.net/Ivanovic Aldino

Dalam seharinya Bisma mengaku dapat memproduksi rata-rata 100 pot. Dengan kata lain selama sebulan ia dapat memproduksi kurang lebih 3.000 pot gerabah.

Menurutnya pot yang terjual di showroomnya kurang lebih ada 80 sampai 100 pot per hari. Ia juga menjual dalam bentuk satuan maupun per set. Di mana perset, ada yang berisi dua atau tiga pot. Lantaran tingginya permintaan barang, Bisma pun kini mempekerjakan para pelatih pembuat gerabah untuk membantu memenuhi jumlah kapasitas produksinya.

“Karena sebenarnya kita over kapasitas jadinya kita tetap merekrut dan penambahan karyawan jelas ada. Dari jumlah, mungkin kurang lebih sampai saat ini jumlah karyawan kita ada sepuluh orang, tetap kita akan tambah,” ujarnya.

Untuk meningkatkan persaingan ia meningkatkan dari segi kualitas, inovasi, dan juga menebar beberapa reseller agar industrinya tetap berjalan. Tak hanya melayani pembelian retail, Bisma juga melayani permintaan jumlah besar dan bekerja sama dengan pengelola taman.

Ditambahkan Bisma, segi harga yang ia tawarkan juga mengalami peningkatan sampai 100 persen. Salah satunya karena faktor tanah liat yang didapat dari pengelola koperasi lebih jauh sehingga para perajin juga harus antre untuk mendapatkannya.

“Kalau dari harga sampai saat ini mengalami peningkatan. Rata-rata dulu ada yang dijual Rp 10 ribu, sekarang dijual hingga harga Rp 20 ribu. Jadi ada peningkatan 100 persen kurang lebih,” ungkapnya.

 

Orderan meningkat dibanding sebelum pandemi

perajin pot gerabah Kasongan © 2020 brilio.net

foto: brilio.net/Ivanovic Aldino

Sementara itu Pengelola Koperasi Kasongan Usaha Bersama (KUB), Maryono mengakui pesanan tanah liat di koperasinya mengalami peningkatan. Sebab sebelum pandemi, koperasi hanya menyuplai untuk 30 anggota dan 20 perajin dari luar anggota. Kini banyak tambahan pesanan dari para perajin yang dulunya sempat berhenti berproduksi.

Menurutnya perajin-perajin tersebut dulunya sempat mandek lantaran dari segi penghasilan yang minim. Melihat tren penjualan pot gerabah naik mereka pun turut memproduksi, sehingga permintaan bahan di koperasinya meningkat.

“Misalkan ada yang pesan ke kita, kita ada urutan pembelian. Kalau sebelum pandemi 2-3 hari kita dah dapat ngirim, tapi kalau sekarang satu minggu lebih baru kita bisa ngirim,” jelasnya.

perajin pot gerabah Kasongan © 2020 brilio.net

foto: brilio.net/Ivanovic Aldino

Maryono menjelaskan KUB yang bergerak untuk menyediakan bahan baku tanah liat untuk perajin Kasongan, menerima pesanan empat pikap perhari. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan permintaan sebelum pandemi yang rata-rata hanya dua pikap perhari. Meski demikian pihaknya hanya mampu menyediakan tiga pikap, karena terkendala tenaga kerja yang ada.

Dari standar harga pihaknya pun tidak menaikan harga penjualan. Sebab selama supplier utama tanah tak menaikan ongkos bahan, harganya pun tetap stabil. Para perajin pun dapat memesan bahan baku mulai dari ¼ pikap yang tanah liat yang dihargai Rp 80 ribu sampai satu pikap yang dihargai Rp 320 ribu.

“Kalau peningkatan dari 100 persen, paling sekitar 20 persen kita ada peningkatan sebelum pandemi dan pas pandemi ini. Masalahnya kita nggak ada tenaga untuk mengejar target,” ujar dia.

 

[crosslink_1]