Brilio.net - Menjadi lulusan kampus ternama dengan predikat cumlaude tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi banyak orang. Selain sebagai pencapaian akademik yang membanggakan, gelar ini juga menjadi modal besar untuk meraih pekerjaan bergengsi di perusahaan ternama, baik di sektor pemerintahan maupun swasta.
Namun, jalan hidup yang ditempuh Dea Rachma justru berbeda dari ekspektasi kebanyakan orang. Melalui unggahan TikTok @dearaleyden, perempuan ini membagikan kisahnya hidupnya.
Tak seperti kebanyakan lulusan universitas ternama yang memilih bekerja di kantor, Dea justru memutuskan untuk merantau ke Australia dan bekerja sebagai tukang bersih-bersih. Pekerjaan ini ia dapatkan melalui Working Holiday Visa (WHV), sebuah program yang memungkinkan warga negara tertentu untuk tinggal dan bekerja di Australia dalam kurun waktu tertentu.
"Lulusan UGM, nggak mungkin jadi full time cleaner di Australia pasti sambil lanjut S2 kan?" tulisnya dalam unggahan TikTok.
"But, I'll tell you the truth. Jadi sekarang ini aku kerja full-time sebagai housekeeping/cleaner/cleaning attendant," lanjutnya.
foto: TikTok/@dearaleyden
Netizen sindir wanita lulusan UGM ini apa nggak malu jadi cleaning service
Keputusannya untuk menjalani profesi ini pun menuai beragam komentar dari warganet. Tidak sedikit yang mempertanyakan pilihannya, apalagi Dea sempat memiliki karier sebagai model catwalk di Indonesia.
"'Nggak gengsi apa, dulunya model catwalk, pas di Australia malah jadi cleaning service,'" ujarnya menirukan sindiran netizen.
Pandangan masyarakat terhadap pekerjaan seringkali dipengaruhi oleh stereotip yang sudah mengakar. Pekerjaan dengan seragam rapi di kantor dianggap lebih bergengsi dibanding pekerjaan yang menuntut tenaga fisik.
foto: TikTok/@dearaleyden
Dea menyoroti bagaimana pekerjaan blue collar kerap dipandang sebelah mata hanya karena dianggap kasar. Padahal, menurutnya, baik pekerja kantoran maupun pekerja lapangan, semuanya sama-sama mencari nafkah dengan cara yang halal.
"Kita tumbuh di masyarakat yang berpikir bahwa blue collar job adalah pekerjaan yang kurang baik, karena dianggap kasar. Padahal, mau blue collar atau white collar, semuanya sama aja. Sama-sama cari duit kan? Dengan cara yang halal? Lalu salahnya di mana?" tambahnya.
Baginya, pekerjaan tidak bisa diukur dari status atau jenisnya, melainkan dari cara seseorang menjalankannya. Selama dilakukan dengan jujur dan bermanfaat, setiap pekerjaan memiliki nilai yang sama.
"Kecuali kalau kalian kerjaannya memalsukan emas, mengoplos bensin, tidak jujur, korupsi 1 kuadriliun, itu yang masuk ke kategori pekerjaan yang tidak baik. Karena nipu orang," tegasnya.
Hasil fantastis dari pekerjaan yang diremehkan
Pilihan Dea untuk tidak gengsi dalam bekerja ternyata membuahkan hasil yang luar biasa. Berkat penghasilannya sebagai cleaner di Australia, ia bisa mewujudkan berbagai impiannya yang mungkin sulit dicapai jika tetap bekerja di Indonesia.
"Alhamdulillah karena nggak milih gengsi, aku bisa berangkatin mama umroh tahun ini," ungkapnya penuh syukur.
"Alhamdulillah udah bisa bayar cicilan rumah," tambahnya lagi.
Selain itu, pekerjaannya juga memberinya kebebasan untuk menikmati hidup. Hasil jerih payahnya ia gunakan untuk menjelajahi berbagai negara dan merasakan pengalaman baru.
"Dikatain pekerja kasar kok bangga? Aku bisa travel around the world, masa nggak bangga?" ujarnya.
foto: TikTok/@dearaleyden
Dea juga menjelaskan bahwa pekerjaannya sebagai housekeeping di mining camp di Australia bukanlah tanpa tujuan. Ia menjalani pekerjaan ini untuk menambah pengalaman serta memenuhi syarat perpanjangan visanya.
Setelah visanya diperpanjang, ia memanfaatkan kesempatan itu untuk kembali ke industri perhotelan yang lebih sesuai dengan keahliannya. Pengalamannya sebagai housekeeping memberinya wawasan lebih luas tentang industri hospitality.
"Sekarang visaku udah diperpanjang, dan aku balik lagi kerja di bidangku. Hospitality. Sebagai Duty Manager," tuturnya.
foto: TikTok/@dearaleyden
Keputusannya Dea tersebut mendapat beragam respons dari netizen. Tak sedikit yang setuju bahwa bertahan hidup jauh lebih penting dibanding memikirkan gengsi. Asalkan pekerjaan dilakukan dengan jujur, tidak ada yang perlu dipermasalahkan.
"Walaupun ga milih gengsi tapi kayaknya bakal susah untuk mencapai itu semua di Indo," komentar @jvstnia.
"Gue salut sama mindset dan mentalnya, keren," tulis @tatalope91.
"Yang penting masih bisa hidup, daripada mikirin gengsi tapi nggak bisa hidup," kata @vanangelyn08.
Recommended By Editor
- Wanita lulusan UGM IPK 3,94 spill gaji jadi buruh di Jepang, sisanya bisa ditabung 19 juta tiap bulan
- Lulusan UGM IPK 3,94 susah dapat kerja layak di Indonesia, wanita ini pilih jadi buruh di Jepang
- 5 Resep camilan goreng rumahan yang renyah dan menggoda
- Kisah lulusan UGM predikat cumlaude tak malu jualan es, apapun kerjaannya yang penting halal
- 5 Resep masakan krispi enak dan renyah untuk menu keluarga, semua pasti suka
- UGM tidak ada niat plagiat, begini alasan tim dosen sejarah copy-paste buku Peter Carey
- Lulusan S2 UGM ini pulang kampung karena tak tega tinggalkan ortu, sulit dapat kerja, kini jualan ikan