Brilio.net - Memiliki gelar dari universitas ternama sering dianggap sebagai tiket emas menuju karier cemerlang. Namun, realitas di dunia kerja tak selalu berjalan sesuai harapan. Banyak lulusan dengan prestasi akademik gemilang tetap harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan ekspektasi mereka.
Hal ini dialami oleh seorang wanita lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang kini bekerja sebagai Kaigo atau perawat lansia di Jepang. Meskipun memiliki IPK 3,94, ia memilih jalur karier yang mungkin tak terbayangkan oleh banyak orang. Melalui akun TikTok @mamamumujp, ia membagikan kisah hidupnya yang penuh perjuangan dan realita dunia kerja yang berbeda dari ekspektasi kebanyakan orang.
Meski bekerja sebagai buruh di Jepang, ia merasakan banyak keuntungan dari profesi tersebut. Salah satu yang paling mencolok adalah jumlah gaji yang didapatnya setiap tahun.
foto: TikTok/@mamamumujp
"Suka dukanya kerja Kaigo, dari sukanya ya, gajinya lumayan, apalagi kalau udah punya Kokkashiken ya, bonus setahun jadi 5 kali gaji. Setahun gajian 12+5 jadi 17 kali gaji," kata @mamamumujp saat ditanyai warganet mengenai suka duka bekerja di Jepang.
Selain penghasilan yang menggiurkan, ia juga mengungkapkan kenyamanan bekerja sebagai Kaigo. Ia menjelaskan bahwa pekerjaan tersebut tidak membawa beban pekerjaan ke rumah sehingga memiliki waktu istirahat yang lebih baik.
"Yang lain sukanya kerja kaigo itu kerjaannya nggak dibawa pulang ke rumah. Jadi kerja, pulang, lupakan," ungkapnya, dikutip brilio.net pada Selasa (25/2).
foto: TikTok/@mamamumujp
Dari pekerjaannya sebagai Kaigo, ia memperoleh penghasilan sekitar 150.000 yen per bulan, sementara suaminya yang juga bekerja di bidang yang sama mendapatkan 260.000 yen, termasuk bonus. Jika dikonversikan ke rupiah dengan kurs sekitar Rp105 per yen, pendapatannya setara dengan Rp15,7 juta per bulan, sedangkan suaminya menghasilkan sekitar Rp27,3 juta per bulan.
Dengan total penghasilan 410.000 yen atau sekitar Rp43 juta per bulan, mereka bisa hidup lebih stabil secara finansial dibandingkan jika tetap tinggal dan bekerja di Indonesia. Pendapatan ini memungkinkan mereka menabung, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan merencanakan masa depan dengan lebih baik.
Namun, di balik keuntungan tersebut, pekerjaan ini tetap memiliki tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah tekanan fisik yang cukup berat, terutama bagi mereka yang belum terbiasa dengan aktivitas fisik tinggi.
foto: TikTok/@mamamumujp
"Nah, yang nggak enaknya nih, kerjanya capek, sakit punggung. Gimana caranya biar nggak sakit punggung? Benerin postur pas lagi Kaijo. Belajar pakai body mechanism. Terus yang paling penting adalah pakai korset," jelasnya.
Ia juga menjelaskan jika memakai korset masih sakit, mereka juga bisa membeli shippu, yakni koyo asal Jepang berukuran besar. Dengan begitu, punggung cidera bisa sembuh dengan Shippu.
Kisah ini mengingatkan bahwa dunia kerja tidak hanya soal gelar atau IPK tinggi, tetapi juga tentang keberanian untuk mengambil peluang di berbagai bidang. Meskipun jalan yang diambil mungkin tidak sesuai ekspektasi, ada banyak manfaat yang bisa didapatkan selama seseorang mau beradaptasi dan menghadapi tantangan.
Recommended By Editor
- Lulusan UGM IPK 3,94 susah dapat kerja layak di Indonesia, wanita ini pilih jadi buruh di Jepang
- Kisah lulusan UGM predikat cumlaude tak malu jualan es, apapun kerjaannya yang penting halal
- UGM tidak ada niat plagiat, begini alasan tim dosen sejarah copy-paste buku Peter Carey
- Lulusan S2 UGM ini pulang kampung karena tak tega tinggalkan ortu, sulit dapat kerja, kini jualan ikan
- Wanita lulusan UGM IPK 3,94 spill gaji jadi buruh di Jepang, sisanya bisa ditabung 19 juta tiap bulan



































