Brilio.net - Daerah Istimewa Yogyakarta tak hanya dikenal sebagai kota wisata dengan deretan objek wisata yang menawan dan memanjakan mata. Sebut saja seperti pantai Parangtritis, deretan pantai di daerah Gunungkidul, wisata belanja yang tak pernah mati seperti kawasan Malioboro, serta wisata kuliner yang memanjakan lidahmu.

Yogyakarta juga dikenal sebagai salah satu kota yang masih sangat kental akan budaya leluhur warisan kerajaan Mataram. Beberapa objek wisata di Yogyakarta yang masih kental dengan suasana tradisional adalah Makam Raja-Raja di Imogiri, Kawasan Keraton Yogyakarta, dan Makam Raja-Raja Mataram Kotagede.

Kawasan Makan Raja-Raja Kotagede merupakan salah satu objek wisata yang wajib kamu jadikan destinasi liburan jika berkunjung ke Jogjakarta. Di sini suasana tradisional masih sangat terasa, hal tersebut bisa dilihat dari komplek Masjid Besar Mataram yang masih terasa seperti lingkungan Keraton, lengkap dengan pagar batu berelief mengelilingi masjid, pelataran yang luas dengan beberapa pohon beringin besar terdapat pada beberapa titik di komplek Makam Raja-Raja Kotagede.

Cerita peziarah makam raja mataram  © 2018 brilio.net

Halaman Masjid Besar Mataram/foto: brilio.net/Nisa Akmala

Di sebelah kiri Masjid Besar Mataram terdapat makam raja-raja Mataram bernama kompleks Pasarean Mataram, dimana terdapat makam Panembahan Senopati yang merupakan Raja Mataram pertama kali. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di sebelah makam ayahnya. Pada makam komplek tersebut juga terdapat makam-makam dari keluarga Panembahan Senopati.

Di sebelah komplek Pasarean Mataram juga terdapat sendang seliran atau tempat pemandian yang masih digunakan hingga sekarang. Terdapat dua sendang yaitu sendang kakung khusus para lelaki dan sendang putri khusus untuk perempuan yang masih sering digunakan warga sekitar dan para pengunjung dari berbagai daerah. Di dalam sendang terdapat ikan lele berukuran besar yang sudah menjadi penghuni sendang tersebut selama belasan tahun.

Cerita peziarah makam raja mataram  © 2018 brilio.net

Sendang seliran (sendang kakung)/foto: brilio.net/Nisa Akmala

Tak hanya digunakan sebagai wisata edukasi untuk mengenal sejarah berdirinya Yogyakarta, komplek Makam Raja-Raja Mataram ini juga ramai didatangi para peziarah dari berbagai daerah. Mereka biasanya datang untuk mencari berkah atau yang biasa disebut ngalap berkah dalam bahasa Jawa.

Para peziarah biasanya datang untuk sekedar mandi di tempat pemandian tersebut atau hanya berdoa di depan makam Panembahan Senopati. Tak hanya datang lalu pergi, di depan komplek makam terdapat dua pendopo yang sering digunakan para peziarah untuk menginap.

Para peziarah ini bahkan rela menginap selama berhari-hari hingga berbulan-bulan, bahkan ada yang setahunan, demi mendapatkan keberkahan yang mereka cari. Hanya beralasan karpet hijau yang tipis tanpa adanya pelindung seperti tembok atau kayu, para peziarah ini seolah tak peduli dengan angin malam yang kerap menusuk tulang. Meskipun begitu, para peziarah ini tak pernah mengalami masuk angin atau sakit yang berarti.

Salah satu peziarah yang sudah selama berbulan-bulan menginap di sini adalah Agung, pria asli Jogja yang kini menetap di Kendal setelah menikah. Agung mengaku sudah berada di kompleks Makam Raja-Raja Mataram selama kurang lebih tiga bulan.

Pria berusia 55 tahun tersebut mengaku ingin mencari berkah agar masalah keluarganya bisa cepat terselesaikan. Ayah lima orang anak tersebut juga mengaku merasa lebih nyaman tinggal di kompleks tersebut daripada di rumahnya sendiri. "Rasanya beda mbak, tinggal di sini lebih enak daripada di rumah sendiri. Rasanya lebih adem (hatinya)," ungkap Pak Agung seperti ditemui brilio.net, Selasa (6/2).

Selama tiga bulan Agung rutin mandi di sendang kakung, berdoa dipendopo dan minum air dari sumur yang ia yakini memiliki banyak keberkahan. Meskipun begitu, Agung tak melakukan ritual berdoa di dalam makam Panembahan Senopati. Menurutnya, sama saja berdoa di dalam makam maupun di pendopo karena sang pencipta akan tetap mendengarnya.

Selain mencari berkah di kompleks makam raja mataram, Agung juga mencari keberkahan di kawasan Pantai Parang Kusumo. "Itu kan hanya perantara, sama saja berdoa disana (Makam Senopati) dan disini (Pendopo) yang penting yang di atas tahu," ungkapnya.

Agung juga bercerita, ia pernah mengalami kejadian mistis selama tinggal di sana. Seperti saat salah satu peziarah yang kesurupan karena ia tidur dengan posisi kaki yang menghadap ke barat, salah satu larangan bagi para peziarah yang menginap karena dianggap seperti menendang makam Panembahan Senopati. Ia juga pernah bertemu dengan sosok laki-laki dengan perawakan hitam dan besar ketika sedang mandi di sendang kakung hingga membuatnya terjatuh.

Agung tak sendirian, menjelang malam tiba, para peziarah yang memiliki tujuan yang sama seperti Agung mulai berdatangan dari berbagai daerah dan usia. Perempuan dan laki-laki semua ada di sana. Mereka bermalam di pendopo terbuka.

Suminem, misalnya. Nenek berusia lebih dari 70 tahun ini sudah menginap di pendopo depan makam selama satu tahun. Suminem yang berasal dari daerah Pingit Yogyakarta itu percaya jika dengan tidur di sana bisa mendatangkan rezeki.

Di pagi hari, Mbah Suminem berjualan baju bekas di Pasar Beringharjo. Dia berangkat dengan menggunakan delman atau TransJogja dan kembali ke kompleks makam pada sore harinya.

Ada juga Parno yang berasal dari Temanggung, Jawa Tengah. Meskipun tak pernah menginap selama berhari-hari, Parno rutin berziarah ke kompleks makam tersebut setiap satu bulan sekali.

Tak butuh persiapan secara khusus yang dilakukan para peziarah. Mereka hanya membawa diri dan beberapa bekal untuk kebutuhan mereka selama menginap di sana. Kecuali bagi para peziarah yang ingin masuk ke dalam Makam Senopati, mereka harus mengenakan baju khas Jawa dan membawa bunga. Ada juga yang membawa dupa dan kemenyan untuk dibakar didepan sendang seliran dan makam Panembahan Senopati.