Brilio.net - Sastrawan Sapardi Djoko Damono sudah berkecimpung di dunia sastra selama lima dekade dan melahirkan sederet karya puisi, esai hingga fiksi. Setengah berguyon, penyair 77 tahun itu mengungkapkan alasannya memilih profesi penulis.

"Saya tidak bisa jadi jenderal karena saya kurus, saya tidak bisa macul karena saya tidak kuat," kata Sapardi usai peluncuran buku "Manuskrip Sajak" di Indonesia International Book Fair 2017, beberapa waktu lalu.

Setelah itu dia kembali menjawab dengan serius, alasannya jadi penulis disebabkan hobi membaca. Sapardi berpendapat menulis jadi terasa mudah bila seseorang terbiasa membaca.

"Orang yang tidak pernah baca puisi tidak akan pernah bisa menulis puisi. Karena saya baca puisi sejak SMP, tidak tahu kenapa tiba-tiba bisa menulis," kata sastrawan yang juga pernah jadi gitaris di band kampusnya.

Apapun ia tuliskan, termasuk segala kegalauan masa muda yang masih tercetak jelas di kumpulan manuskrip dari era akhir 1950 ketika peraih Penghargaan untuk Pencapaian Seumur Hidup dalam Sastra dan Pemikiran Budaya dari Akademi Jakarta itu masih remaja.

Inspirasinya datang dari mana-mana, termasuk kehidupan kampus yang diwarnai banyak perempuan. Maklum, Sapardi kuliah di jurusan sastra Inggris Universitas Gadjah Mada yang mayoritas mahasiswanya kaum Hawa.

"Laki-laki cuma empat atau lima, yang lain cewek-cewek cakep semua. Di situ (buku Manuskrip Sajak) nama-namanya ada semua. Tapi nama istri saya enggak ada," canda Sapardi yang segera disambut tawa hadirin di Indonesia International Book Fair 2017 dikutip Antara.

Peraih Khatulistiwa Literary Award itu tidak pernah mematok target untuk membuat sekian karya dalam batas waktu tertentu. Ada kalanya dia bisa menciptakan 18 sajak dalam semalam, tapi ada pula sebuah sajak yang tak kunjung rampung meski tiga tahun berlalu. Sapardi baru menerbitkan 'Manuskrip Sajak' yang berisi kolase foto manuskrip sajak karyanya pada periode 1958 hingga 1970-an.