Brilio.net - Brians Tjipto (12) mulai menyukai 'mengutak-atik' kertas sejak berusia 5 tahun. Diakui ibunya, itu merupakan bakat alami sebab tanpa pernah dibimbing siapapun termasuk orangtuanya. Siswa ynag kini duduk di bangku kelas 6 Surabaya Grammar School ini mahir membuat beragam bentuk dari selembar kertas.

Sejak akhir 2014, setiap minggu selama 3 bulan, putra pasangan Agus Tjipto dan Lia Fenchilia ini mengisi tema origami di salah satu portal anak-anak. Hasil tutorial di portal tersebut kemudian dibukukan. Pada Desember 2015 lalu, Brians melaunching buku kedua dengan tema yang sama. Dituturkan Lia, karya buku origami pertama yang disusun oleh anak-anak ini ditujukan untuk anak-anak Indonesia agar lebih menyukai origami. Sejak 2014, Brians juga kerap dipanggil mengisi berbagai event.

Tekuni origami, bocah 12 tahun ini ikuti olimpiade hingga bikin buku


Pada 2015 lalu bersama 3 orang lainnya, Brians untuk pertama kali mengikuti International Origami Internet Olympiade.   Dari total 167 peserta dari seluruh dunia seperti yang dituturkan Lia Fenchilia, ibunda Brians, para peserta dari Indonesia mendapat peringkat 25, 32, dan 33, sedangkan satu orang tidak masuk 100 besar. Uniknya, Brian merupakan peserta termuda dari Indonesia.

"Kebetulan ada beberapa teman dari Singapura, udah besar. Lingkungan origami ini kebanyakan kan udah pada besar-besar. Kebetulan dari Indonesia dia yang paling kecil. Waktu itu ada di Moskow lomba lewat internet. Ikutan, dia dapat ke-33 dari dunia," tutur Lia pada brilio.net Kamis (25/2). Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah peserta lomba harus mengirimkan foto-foto pengerjaan serta hasil. Selain itu ada 13 soal yang diberikan panitia dan jawabannya harus disetor 3 minggu kemudian.

Akibat hobi anaknya itu, Lia juga kini berkutat dalam dunia origami ini. Dia menggalakkan kembali komunitas origami di Surabaya yang sudah vakum beberapa tahun.

Tekuni origami, bocah 12 tahun ini ikuti olimpiade hingga bikin buku


"Peminatnya juga kan nggak banyak. hobi langka tapi berhubungan banget sama matematika, seharusnya ini sangat membantu. Anak-anak berorigami harusnya lebih bagus dalam pelajaran, itu banyak membantu juga, berpengaruh di dalam matematika, berhubungan dengan sudut, geometri, logika, bangun ruang," terang Lia.

Kini komunitas origami di Surabaya sudah aktif selama 5 tahun lebih. Pertemuan diadakan setiap satu bulan sekali untuk bertukar ide. Lia menambahkan kota-kota lain di Indonesia yang antusias belajar origami antara lain Medan, Bandung, Jakarta, sedangkan Surabaya masih kurang.

"Kebanyakan udah besar, saya masih cari anak-anak yang kecil-kecil. Mau membimbing mereka tapi zaman sekarang anak-anak lebih suka gadget. Susah. Tapi pasti ada generasi, saya yakin," aku Lia. Usaha yang telah dilakukan Lia adalah memberikan apresiasi berupa hadiah kepada anak-anak yang karyanya bagus dan memenangkan perlombaan yang dia adakan.