Brilio.net - Pada pertengahan tahun 2019 lalu, pemerintah dan DPR telah menyetujui kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Namun,Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir.

Seperti diketahui, kebijakan itu membuat tarif kelas I yang semula Rp 80 ribu, naik jadi Rp 160 ribu. Sedangkan kelas II dari Rp 51 ribu jadi Rp 110 ribu dan kelas II dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu. Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu pun sudah naik secara efektif pada 1 Januari 2020 lalu.

Tony Richard Samosir mengatakan, keputusan MA tersebut merupakan angin segar di tengah proses hukum di negeri ini yang seringkali mengalahkan rakyat kecil. Dia berharap, keputusan tersebut segera dijalankan.

“Saya rasa rakyat kecil yang kemarin menjerit karena kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen akan senang menyambut keputusan MA ini. Dan KPCDI berharap pemerintah segera menjalankan keputusan ini, agar dapat meringankan beban biaya pengeluaran masyarakat kelas bawah setiap bulannya” ujar Tony dalam keterangannya, seperti dikutip brilio.net dari liputan6.com, (10/3).

Dia berharap, pemerintah ataupun BPJS Kesehatan tidak lagi membuat keputusan dan kebijakan yang sifatnya mengakali atau mengelabui dari keputusan tersebut.

"Jalankan keputusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia," ungkap Tony.

Sementara itu, Senin 9 Maret 2020 kemarin, Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, apa yang sudah diputuskan MA terkait BPJS Kesehatan adalah final.

"Putusan MA kalau sudah judical review itu, adalah putusan final. Tidak ada banding terhadap judical review," jelas Mahfud.

Dia pun menuturkan, pemerintah harus menjalani keputusan tersebut. "Pemerintah tidak boleh melawan putusan pengadilan itu," pungkasnya.

BPJS Kesehatan dibatalkan © 2020 Merdeka.com/Arie Basuki

foto: Merdeka.com/Iqbal Nugroho

Kementerian Keuangan akan mendalami keputusan Mahkamah Agung terkait pengabulan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pendalaman tersebut terkait kebutuhan, implikasi, dan situasi keuangan BPJS Kesehatan sebab tahun lalu mengalami defisit cukup dalam.

“Kita dalami keputusan tersebut seperti apa kebutuhannya, apa saja implikasinya, dan tentu situasi BPJS yang kita ketahui pada tahun lalu mengalami defisit cukup dalam,” katanya di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, dikutip brilio.net dari liputan6.com, (10/3).

Suahasil menuturkan kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan dilakukan sebagai langkah menambal defisit.

“Itu kalau sudah defisit yang diharapkan menambal siapa? Ya pemerintah. Dibuat caranya yakni pemerintah membayari penerima bantuan iuran maka tarif untuk kelas tiga dinaikkan jadi dengan cara itu maka tahun lalu pemerintah bisa bayar defisit,” katanya.

Ia menyebutkan kebijakan menaikkan iuran itu adalah opsi terbaik dibandingkan hanya memberikan penambahan uang kepada BPJS Kesehatan sebagai tambalan defisit sebab tidak akan menyelesaikan akar masalahnya.

“Caranya menambal itu yang kita bayangkan tahun lalu adalah pemerintah berikan uang lebih besar kepada BPJS Kesehatan. Tapi kalau kita berikan uang seperti itu saja maka tahun depan tidak tahu lagi berapa,” jelasnya seperti dikutip dari Antara.

Oleh sebab itu, Suahasil mengatakan melalui putusan MA tersebut, Kementerian Keuangan beserta pemerintah terkait akan berdiskusi tentang implikasi dan dampaknya.